A.
Pengertian Al-Wakalah
Menurut
Syafi’i Antonio(1999), Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian
amanat. Menurut Bank Indonesia(1999), wakalah adalah akad pemberi kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas
nama pemberi kuasa.
Al-Wakalah
menurut bahasa Arab dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Yang dimaksudkan adalah
bentuk penyerahan, pendelagasian atau pemberian mandat dari seseorang kepada
orang lain yang dipercayainya. Yang dimaksudkan dalam pembahasan ini wakalah
yang merupakan salah salah satu jenis akad yakni pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
Menurut
buku Ensiklopedi Islam, Wakalah berarti menolong, memelihara,pendelegasian.
Dalam Fiqih: tolong menolong antar pribadi dalam suatu persoalan dimana
seseorang tidak mampu secara hukum atau meempunyai halangan untuk melakukannya.
Objek yang diwakilkan itu dapat menyangkut masalah harta benda dan juga masalah
pribadi lainnya. Sedangkan secara bahasa ; Wakalah dapat diartikan sebagai
perwakilan yang bertindak atass nama orang yang diwakilkannya.
Dari sekian banyak akad-akad
yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah
satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, akad Wakalah dapat
diterima. Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzh),
pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhamah), atau
pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga dengan memberikan
kuasa atau mewakilkan.
Wakalah adalah merupakan
perjanjian transfer wewenang (pemberi kuasa) kepada pihak lain untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.Pengertian
mewakilkan bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semaunya, akan tetapi si
wakil berbuat sesuai dengan yang diinginkan oleh orang yang memberi kewenangan
tersebut. Akan tetapi kalau orang yang mewakilkan tersebut tidak memberi
batasan atau aturan-aturan tertentu, maka menurut Abu Hanifah si penerima wakil
dapat berlaku sesuai dengan yang diinginkan dan dia diberikan kebebasan untuk
melakukan sesuatu.Jika perwakilan tersebut bersifat terikat, maka wakil
berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh orang yang
mewakilkan, ia tidak boleh menyalahinya.
Menurut Madzhab Imam Syafi’i, apabila yang
mewakili menyalahi aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan
tersebut dapat merugikan pihak yang mewakilkan,maka tindakan tersebut batal.
Kalau dikaitkan dengan
aktivitas ekonomi, maka fungsi wakalah sangat penting.Karena seseorang yang
mempunyai keterbatasan tertentu bisa mewakilkan urusan atau pekerjaannya untuk
diwakili kepada orang yang mampu dalam urusan tersebut.
B.
Pandangan Ulama
Ada beberapa
definisi yang dikemukakan para ulama tentang Wakalah, yaitu:
1. Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, Wakalah
adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang
lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasharruf).
2. Menurut Sayyid Sabiq, Wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang
boleh diwakilkan.
3. Ulama Malikiyah, Wakalah adalah
tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan
tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak dikaitkan
dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan
setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
4. Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa Wakalah
adalah suatu ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh
seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh
dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
PEMBAHASAN
A.
Landasan Hukum Al-Wakalah
Islam mensyari’atkan
al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai
kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusan sendiri. Pada suatu
kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain
untuk mewakili dirinya.
1) Al-Quran
Akad wakalah dibolehkan dalam Islam
berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-kahfi
ayat 19 .
“Dan
demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya, ‘Sudah
berapa lamakah kamu berdiri di sini?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada di
sini satu atau setengah hari.’ Berkata yang lain, ‘Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada di sini. Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah
makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan
hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu
kepada seorang pun.” (Al-Kahfi:19)
Ayat ini
melukiskan perginya salah seorang ash-habul
kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan – rekannyasebagai wakil
mereka dalam memilih dan membeli makanan.
Kemudian firman Allah SWT dalam surah
An-Nisa’ ayat 35.
“ Dan jika kamu khawatirkan
ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga
laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri
itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”(An-Nisa’:35)
Ayat ini menunjukkan
pendelegasian tugas dalam menyeleesaikan perselisihan antara suami istri kepada
dua orang juru damai dari masing- masing pihak.
Ayat lain yang menjadi rujukan
al-wakalah adalah kisah tentang Nabi
Yusuf a.s saat ia berkata kepada raja,
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) ;
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengalaman”.(Yusuf;55)
Dalam konteks ayat ini,Nabi
Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga “Federal Reserve”
negeri mesir.
2. Hadist
Banyak hadist yang dijadikan landasan keabsahan
wakalah, diantaranya ;
o
“Bahwasanya
Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilkannya
mengawini Maimunah binti Al Harits”. HR. Malik dalam al-Muwaththa’)
o
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Dalam kehidupaan sehari –hari, Rasulullah telah mewakilkan
kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan membagi kandang hewan, dan
lain –lain.
3.
Ijma’
Para ulama’
pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan
alasan bahwa hal tersebut tersebut termasuk jenis Ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong
menolong diserukan oleh Al-Quran dan disunnahkan oleh Rasulullah saw.
Allah
berfirman :
“... Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam
(mengerjakan) dosa dan permusuhan...”(Al-maidah:2)
Rasulullah
saw bersabda :
“Dan,Allah menolong hamba selama hamba
menolong saudaranya.”(HR.Muslim
no.4867, kitab az-zikr)
Dalam
perkembangan fiqih islam, status Wakalah
sempat diperdebatkan : apakah wakalah termasuk
dalam kategori niabah, yakni sebatas
mewakili, atau kategori wilayah atau wali ? hingga kini dua pendapat tersebut
terus menerus berkembang.
Pendapat
pertama menyatakan bahwa wakalah
adalah niabah atau mewakili.
Menurut pendapat ini,si wakil tidak
dapat menggantikan seluruh fungsi muwwakkil.
Pendapat
kedua menyatakan bahwa wakalah adalah
wilayah karena khilafah (menggantikan ) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang
lebih baik, walaupun diperkenankan secara kredit.
B.
Rukun dan Syarat Wakalah
Menurut ulam mazhab hanafi,
rukun wakalah itu hanyalah ijab (pernyataan pendelegasian tugas) dan kabul
(pernyataan menerima tugas dari orang yang mewakili). Akad wakalah tidak sah
jika ijab dan kabul tidak ada.
Adapun syarat wakalah yaitu :
1) Syarat orang yang mewakilkan adalah : ia
dipandang sah oleh hukum syara’ untuk mengerjakan sendiri pekerjaan yang
diwakilkan. Demikian pula orang yang menerima / menjadi wakil dari orang lain.
Orang gila atau anak – anak dibawah umur tidak sah menerima / menjadi wakil
atau mewakilkan.
2) Syarat pekerjaan yang dapat diwakilkan
ialah:
a. Pekerjaan itu boleh dikerjakan oleh orang
lain. Sebab itu tidak boleh mewakilkan
pekerjaan – pekerjaan badaniyah, yaitu ibadat yang harus dikerjakan oleh
badan, kecuali ibadah haji, membagi zakat dan menyembelih kurban.
Sabda
Rasulullah saw ;
Dari Abu
Hurairah ra. Ia berkata : “Telah berwakil Nabi saw. Kepada Umar untuk
memelihara zakat fitrah.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir
ra. : Bahwasanya Nabi saw. Menyembelih
(kurban) sebanyak enam puluh tiga ekor, lalu beliau mennyuruh Ali agar
menyembelih sisanya yang masih tinggal. “(HR.Muslim)
b. Pekerjaan yang diwakilkan itu sudah
menjadi milik yang mewakilkan. Oleh karenanya tidak sah berwakil menjual barang
yang belum dimilkinya.
c. Pekerjaan yang diwakilkan itu harus dapat
diketahui.
3) Syarat ucapan menyatakan berwakil (ijab
qabul) :
Hendaknya
lafadz yang menyatakan kerelaan dan yang mewakilkan dan menerima wakil,
misalnya; “Aku mewakilkan kepadamu menjual/membeli ......”. lafadz Qabul tidak
disyaratkan, karena berwakil masuk hukum membolehkan sesuatu, sama halnya
dengan membolehkan makan kepada seseorang yang ddipersilahkan makan. Dengan
diamnya orang yang menerima wakil berarti cukup menunjukkan ia menerima.
C.
Aplikasi Wakalah dalam Institusi Keuangan
Seiring
dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu aturan
hukum turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad
yang sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia.
Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan fatwa NO: 10/DSN-MUI/IV/2000.
Fatwa ini
ditetapkan pada saat Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional (8 Muharram 1421 H./13
April 2000) yang menetapkan:
- Ketentuan Wakalah.
- Rukun dan Syarat Wakalah
- Aturan terjadinya perselisihan
Akad wakalah dapat
diaplikasikan dalam segala bidang, termasuk bdang ekonomi terutama dalam
institusi keuangan :
a.
Transfer
uang
Proses
transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah,
dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil
terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain,
kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke
rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah
dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam
transfer uang ini
C Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang
tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil,
dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang
dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
C Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil
memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil,
namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim.
Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.
C Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses
transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara
langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil.
Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet
rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening
nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat
sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa
melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
v
Letter
Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter
of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002.
Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan
kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa
modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
i. Akad Wakalah bil Ujrah
dengan ketentuan:
1.
Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang
diimpor.
2.
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
3.
Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
ii. Akad Wakalah
bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Importir
tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir
dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk prosentase.
Bank memberikan dana talangan
(qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor.
iii. Akad Wakalah
bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
1.
Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan
pengurusan dokumen dan pembayaran.
2.
Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak
selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga
barang yang diimpor.
iv. Akad Wakalah
bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:
1. Importir
tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir
dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen
transaksi impor.
3. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
Hutang kepada eksportir
dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank membayar
kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
v
Letter
Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter
of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah
ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan
membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada
beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
i. Akad Wakalah
bil Ujrah dengan ketentuan:
1.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank),
selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam presentase.
ii. Akad Wakalah
bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Bank
melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank
melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
3. Bank
memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar
harga barang ekspor.
4. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
5. Pembayaran
ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah bil
Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
iii. Akad
Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
1. Bank
memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi
barang ekspor yang dipesan oleh importir.
2.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3. Bank
melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4. Pembayaran
oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight)
atau pada saat jatuh tempo (usance).
5. Pembayaran
dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran
ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi
hasil.
6. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk presentase.
a.
Investasi
Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi
Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001.
Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan
kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan
dana dari pemilik modal.
b.
Pembiayaan
Rekening Koran Syariah
Akad untuk transaksi
pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal
ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah
ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk
melakukan transaksi yang diperlukan.
c.
Asuransi
Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini
menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini
memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi
untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan.Dalam model
ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis
sebagai Al-Muwakil.
D.
Berakhirnya Wakalah
Yang menyebabkan Wakalah
menjadi batal atau berakhir adalah:
a.
Bila
salah satu pihak yang berakad Wakalah itu gila.
b.
Bila
maksud yang terkandung dalam akad Wakalah sudah selesai pelaksanaannya
atau dihentikan.
c.
Diputuskannya
Wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berWakalah baik
pihak pemberi kuasa ataupun pihak yang menerima kuasa.
Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau
sesuatu obyek yang dikuasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar