Jumat, 08 Maret 2013

Perbedaan Pengaruh Pajak & Zakat Terhadap Marginal Cost dan Producer Surplus


A.                Pengaruh Pajak Terhadap Marginal Cost dan Producer Surplus[1]
Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, misalnya Rpl00 per liter bensin premium, atau misalnya 10% dari harga per unit, akan meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung juga berarti meningkatkan MC.     
Bila harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini berarti penurunan profit. Karena total revenue tetap sedangkan total cost meningkat. Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit1. Dengan adanya pengenaan pajak penjualan, tingkat profit menurun menjadi profit2.
Secara grafis keadaan tanpa adanya pajak penjualan digambarkan pada diagram yang atas oleh kurva average total cost ATC1, dan kurva marginal cost MC1. Harga berada pada tingkat P*. Sedangkan diagram bawah menggambarkan fungsi profit yang diturunkan dari diagram atas.
Ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q1'. Pada titik Q1', tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti TR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit pada diagram bawah yaitu titik Q1' pada garis horizontal sumbu X. Begitu pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1”. Pada titik Q1" ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit1 pada tingkat output Q1” juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva MC1 = P*, profit mencapa tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1 pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Total profit digambarkan oleh segiempat profit1 yang diarsir pada diagram atas.
Adanya pengenaan pajak penjualan meningkatkan ATC dari ATC menjadi ATC2 dan MC1 menjadi MC2. Harga tetap berada pada tingkat P*.
Ketika kurva ATC2 memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q2'. Pada titik Q2', tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit2 pada diagram bawah yaitu titik Q2' = pada garis horizontal sumbu X. Begitu pula ketika kurva ATC2 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q2”. Pada titik Q2” ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit2 pada tingkat output Q2” juga berada pada garis horizontal sumbuX .
Ketika kurva MC2 = P*, profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit2 pada diagram bawah yaitu titik Q2*. Total profit digambarkan oleh segi empat profit, yang diarsir. Jelaslah profit2 lebih kecil dibanding profit1. Secara pararel kita dapat pula mengatakan bahwa producer surplus dengan adanya pajak penjualan lebih kecil dibandingkan producer surplus tanpa adanya pajak penjualan.
$
 
 

                                            
 










                   
                     Gambar 1.1. Pengaruh Pajak Penjualan Terhadap Laba


Jadi pengenaan pajak penjualan membawa pengaruh terhadap :
1.         Turunnya total profit dari profit1 menjadi profit2.
2.         Turunnya tingkat profit maksimal yang digambarkan oleh puncak gunung kurva profit pada diagram bawah. Secara grafis, puncak kurva profit1 lebih tinggi daripada puncak kurva profit2.
3.         Mengecilnya rentang skala produksi dari Q1'Q1" menjadi Q2’Q2”. Dimana Q1' <Q2’ dan Q1’Q2”.

B.                 Pengaruh Zakat Terhadap Marginal Cost  dan Producer Surplus
Pengaruh zakat terhadap penawaran dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama adalah melihat pengaruh kewajiban membayar zakat terhadap perilaku penawaran. Dalam hal ini dicontohkan zakat perniagaan. Di sisi lain adalah pengaruh zakat produktif, yakni alokasi zakat kegiatan produktif dari mustahik terhadap kurva penawaran.[2]
Zakat yang dikenakan pada hasil produksi adalah zakat perniagaan, yang baru dikenakan apabila hasil produksi dijual dan hasil penjualan telah memenuhi nisab (batas minimal  harta yang menjadi objek zakat yaitu setara 96 gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun). Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%.
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan.[3] Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus cost. Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya. Sebagian berpendapat bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan, sedang sebagian lainnya berpendapat bahwa hanya biaya variabel saja yang boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi pendapat pertama berarti yang menjadi objek zakat adalah economic rent, sedangkan pendapat kedua berarti yang menjadi objek zakat adalah quasi  rent atau producer surplus.
Pendapat mana pun yang digunakan atas objek zakat ini sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti pula tidak ada pengaruh terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat perniagaan juga sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap MC, yang berarti pula tidak memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran. Upaya memaksimalkan profit berarti pula memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat yang harus dibayar. Jadi dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalkan zakat.
MR = AR = P
 
 



                         

 






                     

                     Gambar 1.2. Pengaruh Zakat Perniagaan Terhadap Laba

Pada titik Q1’, tingkat profit nihil karena pada titik ini AR = ATC yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit 1 pada diagram bawah, yaitu titik Q1’ pada garis horizontal sumbu X . Begitu pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1”. Padat itik Q1" ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit1  pada tingkat output Q1" juga berada pada garis horizontal sumbu X .
Ketika kurva MC1 = P*, Profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit, pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Pada titik Q1* pula tingkat zakat maksimal tercapai. Keadaan ini digambarkan dengan puncak kurva profit dan puncak kurva zakat yang terjadi pada titik Q1* (diagram bawah).
Jika kita membahas sisi pemanfaatan zakat untuk kegiatan produktif dari mustahik, dapat diduga bahwa zakat yang diberikan itu akan membuka peluang untuk dapat memproduksi sesuatu. Karena zakat yang disalurkan biasanya berbentuk qardhul hasan, maka tidak ada biaya batas penggunaan zakat sebagai faktor produksi. Dengan demikian, mustahid yang menjadi produsen dengan dana zakat produktif dapat menawarkan barang/jasa dengan biaya yang lebih kompetitif, akibatnyaa akan meningkatkan penawaran. Kurva penawaran akan bergeser kebawah akibat dukungan dana zakat produktif tersebut.

C.                Internalization Ekternal Cost (Internalisasi Biaya Eksternal)
Perilaku memaksimalkan profit sering kali mendorong produsen untuk berlaku aniaya. Salah satu cara untuk meningkatkan profitnya adalah dengan memindahkan biaya-biaya yang seharusnya ditanggung produsen kepada pihak lain. Biaya yang paling mudah untuk dialihkan kepada pihak lain adalah biaya yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan proses produksi. Misalnya biaya pembuatan penampungan limbah pabrik yang seharusnya ditanggung produsen karena merupakan konsekuensi dari proses produksinya, dialihkan kepada masyarakat dengan cara membuang begitu saja limbah pabrik ketempat-tempat umum. Tindakan ini jelas aniaya, karena produsen  jelas-jelas mendapat keuntungan dari proses produksi, namun tidak mau bertanggung jawab atas akibatnya, yaitu menanggung biaya penanganan limbah. Dalam ilmu ekonomi, tindakan ini disebut negative eksternalities.
Pada pembahasan tentang garis Besar Ekonomi Islam diterjemahkan menjadi empat hal, yaitu dilarang melakukan mafsadah, dilarang melakukan transaksi gharar, dilarang melakukan transaksi maisir dan riba. Salah satu bentuk mafsadah adalah melakukan kerusakan yang dalam istilah ekonominya disebut negative eksternalities. Dalam konteks utility function, Islam hanya membolehkan utility function dibangun dalam pilihan “good” X dan “good” Y(“hal baik” X dan “hal baik” Y). pada prinsipnya utility function yang dibangun dalam pilihan “good” X dan “bad” Y(“hal baik” X dan “hal buruk Y”), atau dalam pilihan “bad” X dan “good” Y, tidak diperbolehkan karena tergolong tindakan mafsadah. Dalam pembahasan teentang Teori Permintaan Islami kita pun telah membahas tentang corner solution bila kita dihadapkan pada pilihan “good” dan “bad,” kita akan memillh seluruhnya “good”, dan meninggalkan “bad” sama sekali. Solusi lain selain meninggalkan “bad” sama sekali (misalnya pada saat darurat), selalu menghasilkan solusi yang tidak optimal.
Secara grafis, upaya produsen melarikan diri dari tanggung jawab ini digambarkan dengan turunnya ATC dari ATC1 menjadi ATC2, dan marginal cost yang turun dari MC1 menjadi MC2. Dengan tingkat MC yang lebih rendah (MC2<MC1) produsen akan menawarkan lebih banyak barang, sedangkan tingkat ATC yang lebih rendah (ATC2<ATC1)  produsen akan menerima average economic rent lebih besar pula. Dengan demikian, profit akan naik dari profit1 menjadi profit2.
 
















                         
                           Gambar 1.3. Internalisasi Biaya Eksternal
Dalam pandangan Islam, Marginal Eksternal Cost merupakan tanggung jawab dari produsen karena tanpa ada proses produksi tentu tidak akan muncul eksternal cost. Oleh karena itu, MEC harus diinternalisasi ke dalam komponen biaya produsen.Keadaan ini digambarkan oleh diagram yang sebelah bawah. MC1 adalah MC produsen, ATC1 adalah ATC produsen. Produsen tidak mempunyai pilihan untuk berproduksi pada tingkat MC2 dan ATC2 meskipun produsen bersedia memberikan kompensasi tertentu. Dalam ekonoomi konvensional, negative ekternalities masih dapat ditolerir dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Misalnya dengan penentuan emissionis standard dan emissionis fees. Emissionis standard adalah ketentuan hukum tentang batas maksimal tingkat polusi yang masih dibolehkan. Jika produsen melampaui batas maksimal tingkat pulusi yang masih dibolehkan. Jika produsen melampaui batas tersebut, maka ia akan dikenakan sanki berupa denda atau bahkan dianggap melakukan tindakan kriminal. Emissionis fees adalah kompensasi yang harus dibayar untuk setiap unit polusi yang dilakukan produsen.


[1]               Karim, Adiwarman A (2003), Ekonomi Mikro Islam, Karim Business Consulting, Jakarta. H. 132-134.
[2] Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana, Jakarta. 2006.h.95.
[3] Istilah fiqihnya ‘arudhul tijarah’. Lihat misalnya Ibnu Qudamah. Al-Mughni, (Makkah: Maktabah Tijarah, 1984) vol 2 hlm. 623. Dalam Adiwarman Karim. h.135.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar