Sabtu, 27 Februari 2016

Akuntansi Syari'ah (Menurut PSAK Efektif 01 Januari 2015)

STANDAR AKUNTANSI KHUSUS :
AKUNTANSI SYARI’AH

A.      AKUNTANSI  SYARI’AH
Akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT, sehingga ketika mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang baik, mengenai akuntansi sekaligus juga tentang syariah Islam.
Informasi yang disajikan oleh akuntansi syariah untuk pengguna laporan lebih luas tidak hanya data finansial juga mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta memiliki tujuan sosial yang tidak terhindarkan dalam Islam misalnya dengan adanya kewajiban membayar zakat.
Prinsip-prinsip umum dalam akuntansi syariah adalah :
1.    Prinsip Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Karena bagi kaum muslimin, persoalan amanah adalah hasil transaksi manusia dangan samg kholiq mulai dari alm kandungan hingga ia kembali kepada-Nya. Implikasi dalam bisnis adan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban atas apa yang telah diamanahkan yang diperbuat oleh pihak-pihak yang terkait pada dirinya, wujudnya dapat berupa laporan akuntansi.
2.    Prinsip Keadilan
Keadialan dalam konteks aplikasi  dalam akuntansi mengandung dua pengertian yaitu pertama berkaitan dengan praktek moral, yaitu kejujuran, yang meruapakan faktor yang sangat dominan.
3.    Prinsip Kebenaran
Keadilan dalam akuntansi ini jika dilakukan dengan baik maka akan dapat menciptakan  kebenaran dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.


a.    Penyajian Laporan Keuangan Syariah (ED PSAK 101 Revisi 2014)
Sesuai dengan ED PSAK 101 (Revisi 2014), laporan keuangan ini disajikan oleh entitas yang melakukan transaksi syariah pada anggaran dasarnya. Terminologi dalam PSAK ini dapat digunakan oleh entitas yang berorientasi laba, sedangkan untuk entitas yang tidak berorientasi laba atau memiliki untuk ekuitas yang berbeda perlu menyesuaikan deskripsi pada beberapa pos keuangan.
Komponen laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
a.    Laporan posisi keuangan pada akhir periode;
b.    Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode;
c.    Laporan perubahan ekuitas selama periode;
d.   Laporan arus kas selama periode;
e.    Laporan sumber dan penyaluran dana zakat selama periode;
f.     Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan selama periode;
g.    Catatan atas laporan keuangan: berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain;
h.    Informasi komparatif mengenai periode sebelumnya. Informasi ini bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman laporan keuangan periode berjalan. Informasi komparatif minimum terdiri dari: 2 laporan posisi keuangan, 2 laporan laba rugi penghasilan komprehensif lain, 2 laporan perubahan modal, 2 laporan arus kas, 2 laporan sumber dan penggunaan zakat, 2 laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan 2 catatan atas laporan keuangan;
i.      Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas syariah menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif, atau melakukan penyajian kembali pos laporan keuangan atau ketika entitas syariah mereklasifikasi pos dalam laporan keuangan. Dengan hal ini, maka laporan keuangan akan terdiri dari 3 periode yaitu: akhir periode berjalan, akhir periode sebelumnya, dan awal periode sebelumnya.
Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas:
a.    laporan posisi keuangan;
b.    laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain;
c.    laporan perubahan ekuitas;
d.   laporan arus kas;
e.    laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil;
f.     laporan sumber dan penggunaan dana zakat;
g.    laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
h.    catatan atas laporan keuangan.

*Ilustrasi Laporan Posisi Keuangan Bank Syariah
*Ilustrasi Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
*Ilustrasi Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
*Ilustrasi Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
*Ilustrasi Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
 *)Lampiran pada ED PSAK No 101 (Revisi 2014)



b.   Akuntansi Murabahah (PSAK 102 Revisi 2013)
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.
Ada 2 (dua) jenis Murabahah, yaitu sebagai berikut:
a.    Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)
Dalam Murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset Murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam Murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
b.    Murabahah tanpa pesanan; Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat.
Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 Revisi 2013 adalah :
a.    Akuntansi untuk Penjual
1)      Pada saat perolehan, aset Murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan
2)      Untuk Murabahah pesanan mengikat, pengukuran aset Murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
3)      Untuk Murabahah tanpa pesanan atau Murabahah pesanan tidak mengikat maka aset dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, dan dipilih mana yang lebih rendah.
4)      Apabila terdapat diskon pada saat pembelian aset Murabahah, maka perlakuannya adalah sebagai berikut.
a)   jika terjadi sebelum akad Murabahah akan menjadi pengurang biaya perolehan aset Murabahah,
b)   jika terjadi setelah akad Murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli, menjadi kewajiban kepada pembeli,
c)   jika terjadi setelah akad Murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak penjual, menjadi tambahan pendapatan Murabahah,
d)   jika terjadi setelah akad Murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad, maka akan menjadi hak penjual dan diakui sebagai pendapatan operasional lain.
5)      Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon tersebut akan tereliminasi pada saat:
a)   dilakukan pembayaran kepada pembeli,
b)   akan dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembelisudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
6)      Pengakuan keuntungan Murabahah:
a)   jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa angsuran Murabahah tidak melebihi satu periode laporan keuangan, maka keuntungan Murabahah diakui pada saat terjadinya akad Murabahah:
b)   namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai berikut:
                                                              i.          keuntungan diakui saat penyerahan aset Murabahah dengan syarat apabila risiko penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir (a).
                                                            ii.          keuntungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang Murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi Murabahah tangguh di mana ada risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang yang relatif besar.
                                                          iii.          keuntungan diakui saat seluruh piutang Murabahah berhasil ditagih, metode ini digunakan untuk transaksi Murabahah tangguh di mana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Pencatatannya sama dengan poin (2), hanya saja jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah selesai ditagih.
7)        Pada saat akad Murabahah, piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang Murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama dengan akuntansi konvensional, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
8)        Potongan pelunasan piutang Murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan Murabahah.
a)   Jika potongan diberikan pada saat pelunasan, maka dianggap sebagai pengurang keuntungan Murabahah.
b)   Jika potongan diberikan setelah pelunasan yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan perlunasannya kepada pembeli.
9)        Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
10)    Pengakuan dan pengukuran penerimaan uang muka adalah:
a)   uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima
b)   pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok)
c)   jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
11)  Penyajian
Piutang Murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang Murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin Murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang Murabahah.
Jika penjual menggunakan metode anuitas untuk akad Murabahah, maka piutang Murabahah akan disajikan sebesar biaya perolehan yang diamortisasi dengan menggunakan effective rate Jika terjadi penurunan nilai maka penurunan nilai akan disajikan sebagai kontra akun terhadap piutang. Penilaian atas penurunan nilai dilakukan mengacu kepada PSAK 55.
12)  Pengungkapan
Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi Murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
a)   harga perolehan aset Murabahah;
b)   janji pemesanan dalam Murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan
c)    pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Jika penjual menggunakan metode anuitas untuk akad Murabahah, maka pengungkapan akan mengacu pada PSAK 60, di mana informasi yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk menilai signifikansi instrumen keuangan terhadap kinerja dan posisi keuangan entitas, termasuk di antaranya adalah jumlah tercatat, nilai wajar, eksposur risiko kredit, agunan, penyisihan kerugian pembiayaan. Pengungkapan juga dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
b.    Akuntansi untuk Pembeli
1)      Aset yang diperoleh melalui transaksi Murabahah diakui sebesar biaya perolehan tunai.
2)      Beban Murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi utang Murabahah yang dilunasi.
3)      Diskon pembelian yang diterima setelah akad Murabahah, potongan pelunasan dan potongan utang Murabahah diakui sebagai pengurang beban Murabahah tangguhan.
4)      Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.
5)      Uang Muka
a)   Pembeli membayarkan uang muka.
b)   Jika sudah memberikan uang muka, maka ketika penyerahan barang
c)   Jika pembeli membatalkan transaksi dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian.
6)      Penyajian
Beban Murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang Murabahah.
7)      Pengungkapan
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi Murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
a)   nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi Murabahah;
b)   jangka waktu Murabahah tangguh;
c)    pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

c.    Akuntansi Salam (PSAK 103)
PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslair, illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari penjual.
Dalam PSAK 103 dijelaskan alat pembayaran modal salam dapat berupa uang tunai, barang atau manfaat, tetapi tidak boleh berupa pembebanan utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain. Oleh karena tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah sebagai modal kerja, sehingga dapat digunakan oleh penjual untuk menghasilkan barang (produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Jenis akad salam ada 2, yaitu :
a.    Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
b.    Salam Paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut.
Perlakuan akuntansi salam menurut PSAK 103 adalah :
a.    Akuntansi untuk Pembeli
1)      Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2)      Pengukuran modal usaha salam.
a)   Modal salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
b)   Modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
3)      Penerimaan barang pesanan.
a)   Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai nilai yang disepakati.
b)   Jika barang pesanan berbeda kualitasnya.
                                                          i.          nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad.
                                                        ii.          nilai wajar dari barang pesanan yang lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian.
c)   Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
                                                          i.          jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
                                                        ii.          jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi
                                                      iii.          jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual (asumsi yang menjual barang jaminan adalah pembeli).
d)   Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
4)      Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
5)      Penyajian
a)   Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b)   Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c)   Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6)      Pengungkapan
a)   Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b)   Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c)   Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK NO. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.    Akuntansi untuk Penjual
1)      Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2)      Pengukuran kewajiban salam
a)   jika modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
b)   jika modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar.
3)      Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli.
4)      Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
5)      Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilaibersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6)      Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam
7)      Pengungkapan
a)   piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa;
b)   jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c)   pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.



d.   Akuntansi Istishna (PSAK 104)
Akad Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani')—(Fatwa DSN MUI).
Dalam PSAK 104 par 8 dijelaskan barang pesanan harus memenuhi kriteria:
a.    memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
b.    sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal; dan
c.    harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Dalam Istishna’ paralel, penjual membuat akad Istishna’ kedua dengan subkontraktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad istishna pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena akad terjadi antara penjual dan pemesan bukan pemesan dengan subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor.
Dalam akad, spesifikasi aset yang dipesan harus jelas, bila produk yang dipesan adalah rumah, maka luas bangunan, model rumah dan spesifikasi harus jelas, misalnya menggunakan bata merah, kayu jati, lantai keramik merk Roman ukuran 40 x 40, toileteries merek TOTO dan lain sebagainya. Dengan spesifikasi yang rinci, diharapkan persengketaan dapat dihindari.
Jenis akad Istishna ada 2, yaitu :
a.       Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan 'criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat, shani').
b.      Istishna’ Paralel adalah suatu bentuk akad Istishna’ antara penjual dan pemesan, di mana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad Istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad Istishna’ pertama (antara penjual dan pemesan) tidak bergantung pada Istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.
Perlakuan akuntansi salam menurut PSAK 103 adalah :
a.       Akuntansi untuk Penjual
Pengakuan untuk setiap aset tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi dan biaya serta pendapatan aset dapat diidentifikasi terpisah, maka akan dianggap akad terpisah. Jika tidak, maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan tambahan dan nilainya signifikan atau dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad terpisah.
1)      Biaya perolehan istishna terdiri atas:
a)   biaya langsung yaitu: bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan. atau tagihan produsen/kontraktor pada entitas untuk Istishna’ paralel;
b)   biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan pra akad;
c)   khusus untuk istishna paralel: seluruh biaya akibat produsen/kontraktor tidak dapat memenuhi kewajiban jika ada.
Biaya perolehan/pengeluaran selama pembangunan atau tagihan yang diterima dari produsen kontraktor akan diakui sebagai aset Istishna’ dalam penyelesaian.
Untuk akun yang dikredit akan tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban akad tersebut.
Beban pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati. Jika akad tidak disepakati maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.
2)      Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna.
3)      Pengakuan pendapatan dapat diakui dengan 2 (dua) metode berikut.
a)   Metode persentase penyelesaian, adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan seiring dengan proses penyelesaian berdasarkan akad istishna.
b)   Metode akad selesai adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan ketika proses penyelesaian pekerjaan telah dilakukan.
Dari kedua metode ini PSAK 104 menyarankan penggunaan metode persentase penyelesaian, kecuali jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional maka digunakan metode akad selesai.
4)      Untuk metode persentase penyelesaian, pengakuan pendapatan dilakukan sejumlah bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan tersebut diakui sebagai pendapatan Istishna’ pada periode yang bersangkutan.
a)   Pendapatan diakui berdasarkan persentase akad yang telah diselesaikan biasanya estimasi menggunakan dasar persentase pengeluaran biaya yang dilakukan dibandingkan dengan total biaya, kemudian persentase tersebut dikalikan dengan nilai akad.
b)   Margin keuntungan juga diakui berdasarkan cara yang sama dengan pendapatan.
Persentase Penyelesaian =      Biaya yang telah dikeluarkan
                                              Total biaya untuk penyelesaian
Pengakuan pendapatan = Persentase Penyelesaian x Nilai Akad
Pengakuan Akad  = Persentase Penyelesaian x Nilai Margin
Dimana nilai margin tersebut adalah : Nilai Akad – Total Biaya
Untuk pengakuan pendapatan di tahun-tahun berikutnya jika proses pembangunannya lebih dari satu tahun:
Pendapatan Tahun Berjalan =
Pendapatan diakui                     Pendapatan yang
sampai dengan saat ini                telah diakui
5)      Untuk metode persentase penyelesaian, bagian margin keuntungan Istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset istishna dalam penyelesaian.
6)      Untuk metode persentase penyelesaian, pada akhir periode harga pokok Istishna’ diakui sebesar biaya Istishna’ yang telah dikeluarkan sampai periode tersebut.
7)      Untuk metode akad selesai tidak ada pengakuan pendapatan, harga pokok dan keuntungan sampai dengan pekerjaan telah dilakukan. Sehingga pendapatan diakui pada periode di mana pekerjaan telah selesai dilakukan.
8)      Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan Istishna’ akan melebihi pendapatan Istishna’ maka taksiran kerugian harus segera diakui.
9)      Pada saat penagihan baik metode persentase penyelesaian atau akad selesai. Termin Istishna’ akan disajikan sebagai akun pengurang dari akun Aset Istishna’ dalam Penyelesaian.
10)  Penyajian, penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut.
a)   Piutang Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
b)   Termin Istishna’ yang berasal dari transaksi Istishna’ sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
11)  Pengungkapan, penjual mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
a)   metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak Istishna’;
b)   metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang berjalan;
c)   rincian piutang Istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang;
d)   pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.      Akuntansi untuk Pembeli
1)      Pembeli mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang Istishna’ kepada penjual.
2)      Aset Istishna’ yang diperoleh melalui transaksi Istishna’ dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar: biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad Istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban Istishna’ tangguh.
3)      Beban Istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang Istishna’.
4)      Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual, dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian tersebut dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual.Jika kerugian itu lebih besar dari garansi, maka selisihnya diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
5)      Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
6)      Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
7)      Penyajian, pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut.
a)   Utang Istishna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b)   Aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
                                                          i.     persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika Istishna’ paralel; atau
                                                        ii.     kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna.
8)      Pengungkapan, pembeli mengungkapkan transaksi istishna dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
a)   rincian utang Istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
b)   pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

e.    Akuntansi Mudharabah (PSAK 105)
Mudharabah berasal dari kata adhdharby fl ardhi yaitu bepergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqardhu yang berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
PSAK 105 mendefinisikan Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik danal shahibul maal) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana/mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Kepercayaan ini penting dalam akad Mudharabah karena pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana dari pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangkan pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesengajaan, kelalaian, atau pelanggaran akad yang dilakukan oleh pengelola dana. Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau risiko berupa waktu, pilciran, dan jerih payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian Mudharabah.
Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan pengembalian dana Mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.
Dalam PSAK, Mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu Mudharabah muthalaqah, Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah. Berikut adalah pengertian masing-masing jenis Mudharabah.
a.         Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
b.         Mudharabah Muqayyadah adalah Mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sektor usaha.
c.         Mudharabah Musytarakah adalah Mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Dalam Mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Sehingga untuk pembahasan selanjutnya, akan digunakan istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal kerugian tidak dibagi di antara pemilik dana dan pengelola dana, tetapi harus ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan pengakuan penghasilan usaha Mudharabah, dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
Untuk menghindari perselisihan dalam hal biaya yang dikeluarkan oleh pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya apa saja yang dapat dikurangkan dari pendapatan.
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha:
Data:
Penjualan                                                                                                    Rp 1.000.000
HPP                                                                                                       (Rp 650.000)
Laba kotor                                                                                              Rp 350.000
Biaya-biaya                                                                                           (Rp 250.000)
Laba (rugi) bersih                                                                                   Rp 100.000
a.       Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing), maka nisbah pemilik dana : pengelola dana = 30:70
Pemilik dana                    : 30% x Rp100.000 = Rp 30.000
Pengelola dana                 : 70% x Rp100.000 = Rp 70.000
dasar pembagian hasil usaha adalah laba neto/laba bersih yatu laba kotor dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal Mudharabah.
b.      Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha dengan nisbah pemilik dana : pengelola dana = 10:90
Bank syariah                    : 10% x Rp350.000 = Rp 35.000
Pengelola                          : 90% x Rp350.000 = Rp315.000
Jika akad Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati (PSAK 105 par 20).
Ketentuan bagi hasil untuk akad Mudharabah Musyarakah (PSAK 105 Par 34) dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu:
a.       hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing­masing; atau
b.      hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Contoh: jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.
Perlakuan akuntansi mudharabah menurut PSAK 105adalah :
a.       Akuntansi untuk Pemilik Dana
1)      Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana
2)      Pengukuran investasi Mudharabah
a)   investasi Mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
b)   investasi Mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset non-kas pada saat penyerahan.
3)      Penurunan nilai jika investasi Mudharabah dalam bentuk aset nonkas:
a)   Penurunan nilai sebelum usaha dimulai. Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah.
b)   Penurunan nilai setelah usaha dimulai. Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi Mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
4)      Kerugian, Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir. Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
5)      Hasil Usaha, Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
6)      Akad Mudharabah berakhir, Pada saat akad Mudharabah berakhir, selisih antara investasi Mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan pengembalian investasi Mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
7)      Penyajian, Pemilik dana menyajikan investasi Mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, yaitu nilai investasi Mudharabah dikurangi penyisihan kerugian (jika ada).
8)      Pengungkapan, Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi Mudharabah, tetapi tidak terbatas pada:
a)   isi kesepakatan utama usaha Mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha Mudharabah, dan lain-lain;
b)   rincian jumlah investasi Mudharabah berdasarkan jenisnya;
c)   penyisihan kerugian investasi Mudharabah selama periode berjalan;
d)   pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.      Akuntansi untuk Pengelola Dana
1)      Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
2)      Pengukuran Dana Syirkah Temporer, Dana Syirkah Temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
3)      Penyaluran kembali Dana Syirkah Temporer
a)   Jika pengelola dana menyalurkan kembali dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset (investasi Mudharabah). Sama seperti akuntansi untuk pemilik dana. Dan akan mengakui pendapatan secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
b)   Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
4)      Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana Mudharabah berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akuntansi pada umumnya.
5)      Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
6)      Di akhir akad
7)      Penyajian, Pengelola dana menyajikan transaksi Mudharabah dalam laporan keuangan:
a)   dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis Mudharabah; yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada).
b)   bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan sebagai kewajiban.
8)      Pengungkapan, Pengelola dana mengungkapkan transaksi Mudharabah dalam laporan keuangan:
a)   isi kesepakatan utama usaha Mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha Mudharabah, dan lain-lain;
b)   rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
c)   penyaluran dana yang berasal dari Mudharabah muqayadah. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di atas menggunakan akad Mudharabah muthlaqah, apabila akadnya Mudharabah Muqayyadah, di mana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada pengelola dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain (kedua); maka dana untuk jenis seperti ini akan dilaporkan Off Balance Sheet. Atas kegiatan tersebut pengelola dana pertama akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pengelola dana lain (kedua) berlaku nisbah bagi hasil.

f.     Akuntansi Musyarakah (PSAK 106)
PSAK No. 106 mendefinisikan Musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru, selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi Musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas.
Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam Musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan menjadi wakil mitra lain juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal.
Dengan bergabungnya dua orang atau lebih, hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih baik dibandingkan jika dilakukan sendiri, karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, wawasan yang lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.
Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik persentase maupun periodenya harus secara tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian), sedangkan bila rugi akan didistribusikan kepada para mitra sesuai dengan porsi modal dari setiap mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung (berbagi) risiko.
Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Namun demikian, untuk mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini baru dapat dicairkan apabila terbukti is melakukan penyimpangan. PSAK No. 106 par 7 memberikan beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu:
a.       pelanggaran terhadap akad; antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau
b.      pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.Apabila terjadi sengketa dan tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang, misalnya badan arbitrase syariah.
Jenis akad musyarakah ada 2, yaitu :
a.    Musyarakah Permanen
Musyarakah Permanen adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par. 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang melakukan akad Musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing-masing Rp20.000.000, maka sampai akhir masa akad syirkah modal mereka masing­masing tetap Rp20.000.000.
b.      Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Menurun adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha Musyarakah tersebut. (PSAK No. 106 par 04) contohnya, antara Mitra A dan Mitra P melakukan akad Musyarakah, Mitra P menanamkan Rp10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp20.000.000. Seiring berjalannya kerja sama akad Musyarakah tersebut, modal mitra P Rp10.000.000 tersebut akan beralih kepada mitra A melalui pengalihan secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
Perlakuan akuntansi untuk transaksi Musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha Musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau jika dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
Pada hakikatnya pencatatan atas semua transaksi usaha Musyarakah harus dipisahkan dengan pencatatan lainnya. Untuk memudahkan ilustrasi, kami akan mencatat transaksi usaha Musyarakah seolah-olah ditunjuk pihak lain untuk melakukan pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih di bawah tanggung jawab mitra aktif.
a.    Akuntansi untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif
Akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif dianggap sama, karena dalam ilustrasi ini pencatatan akuntansi untuk usaha Musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh karena pada hakikatnya jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif adalah sama. Perbedaannya jika pencatatan dilakukan oleh mitra aktif (pembukuannya tidak dipisahkan), maka ia harus membuat akun buku besar pembantu untuk memisahkan pencatatan dari transaksi Musyarakah dengan transaksi lainnya.Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif menurut PSAK, penulis akan menjelaskan lebih lanjut.
1)      Pengakuan investasi Musyarakah, Investasi Musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha Musyarakah.
2)      Biaya pra-akad
a)   Biaya pra-akad yang terjadi akibat akad Musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi Musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra Musyarakah.
b)   Apabila mitra lain sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian investasi Musyarakah maka dicatat sebagai penambah nilai investasi Musyarakah.
c)    Apabila nitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai bagian investasi Musyarakah maka akan dicatat sebagai beban.
3)      Pengukuran Investasi Musyarakah, Penyerahan kas atau aset nonkas sebagai modal untuk investasi Musyarakah.
a)   Apabila investasi dalam bentuk kas akan dinilai sebesar jumlah yang diserahkan
b)   Apabila investasi dalam bentuk aset nonkas, maka dinilai sebesar nilai wajar dan jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih besar dari nilai buku, maka oleh mitra aktif selisihnya akan dicatat dalam akun selisih penilaian aset Musyarakah (dilaporkan dalam bagian ekuitas).
                                                          i.     Selisih penilaian aset Musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad Musyarakah menjadi keuntungan.
                                                        ii.     Jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih kecil dari nilai buku, maka selisihnya dicatat sebagai kerugian dan diakui pada saat penyerahan aset nonkas.
                                                      iii.     Apabila investasi dalam bentuk aset nonkas dan di akhir akad akan diterima kembali maka atas aset nonkas Musyarakah disusutkan berdasarkan nilai wajar, dengan masa manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis aset.
Untuk mitra pasif, apabila investasi dalam bentuk aset nonkas dan nilai wajar lebih besar d nilai buku maka selisihnya akan dicatat dalam akun keuntungan tangguhan yang akan dilapork sebagai akun kontra dari akun investasi Musyarakah.
Apabila aset nonkas dikembalikan di akhir akad maka akun investasi Musyarakah nonkas akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
4)      Apabila dari investasi Musyarakah diperoleh keuntungan maka diakui sebagai Pendapatan bagi hasil. Apabila dari investasi yang dilakukan rugi, maka diakui sebagai kerugian.
5)      Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar aset nonkas yang disepakati ketika aset tersebut diserahkan. Maka ketika akad Musyarakah berakhir, aset nonkas akan dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra,sesuai nisbah penyertaan atau rasio modal (Ascarya, 2007).
a)   Ketika pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan,
b)   Ketika pelunasan dengan asumsi ada penyisihan kerugian dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan,
6)      Pencatatan di akhir akad:
a)   Modal investasi yang diserahkan berupa kas
b)   Modal investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk aset nonkas yang sama pada akhir akad.
7)      Bagian mitra aktif untuk jenis akad Musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) nilai investasi Musyarakahnya sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diserahkan pada awal akad ditambah jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan pada mitra pasif dan dikurangi kerugian jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif nilai investasi Musyarakahnya sebesar kas atau nilai wajar aset yang diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).
8)      Penyajian, Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha Musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a)   Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi Musyarakah. (Penyajian ini dibuat apabila pencatatan dilakukan sendiri oleh mitra aktif menjadi satu dengan transaksi lainnya tidak dipisahkan untuk usaha Musyarakah sehingga representasi untuk akun-akun terkait usaha Musyarakah terletak di akun investasi Musyarakah yang dimilikinya sebagai subledgerlbuku besar pembantu).
b)   Aset Musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer.
c)    Selisih penilaian aset Musyarakah (jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.
Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha Musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a)   Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai investasi Musyarakah.
b)   Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi Musyarakah.
9)      Pengungkapan, Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi Musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
a)   isi kesepakatan utama usaha Musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha Musyarakah, dan lain-lain;
b)   pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c)    pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.    Akuntansi untuk Pengelola Dana
Akuntansi untuk pengelola Musyarakah dilakukan oleh mitra aktif atau pihak yang mewakilinya. Dalam ilustrasi ini pencatatan akuntansi untuk usaha Musyarakah dilakukan oleh pihak ketiga terpisah dari pencatatan akuntansi mitra aktif.
1)      Penerimaan dana Musyarakah dari mitra pasif atau mitra aktif diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar:
a)   jumlah yang diterima untuk penerimaan dalam bentuk kas. Selanjutnya untuk dana syirkah temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub ledger) antara dana yang berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b)   nilai wajar untuk penerimaan dalam bentuk aset nonkas, maka akan dicatat sebesar nilai wajarnya
2)      Pencatatan untuk pembagian laba untuk mitra aktif dan pasif.
a)   Mencatat pendapatan yang diterima;
b)   Mencatat beban yang dikeluarkan;
c)    Jurnal penutup yang dibuat di akhir periode (apabila diperoleh keuntungan);
d)   Mencatat ketika dibagihasilkan kepada pemilik dana;
e)    Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian;
f)     Jika ternyata kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktifatau pengelola usaha Musyarakah.
3)      Pencatatan yang dilakukan pada akhir akad.
a)      Apabila dana investasi yang diserahkan berupa kas
b)      Apabila dana investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan
c)      Jika aset harus dikembalikan, dan terjadi kerugian maka mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyerahkan kas untuk menutup kerugian
d)      Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas, dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas, maka aset nonkas harus dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada setiap mitra sesuai nisbah penyertaan.
                                                          i.     Jika penjualan tersebut menghasilkan keuntungan maka akan menambah dana mitra.
                                                        ii.     Keuntungan ditutup ke dana syirkah temporer
                                                      iii.     Jika penjualan tersebut menghasilkan kerugian, akan ditagih kepada mitra
                                                      iv.     Ketika pelunasan, asumsi tidak ada penyisihan kerugian dan dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan
                                                        v.     Ketika pelunasan, asumsi ada penyisihan kerugian dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan.

Secara umum akad Musyarakah akan lebih mudah dan lebih jelas apabila modal yang diserahkan dalam bentuk kas. Karena kalau dalam bentuk aset nonkas akan muncul masalah, antara lain: (1) penentuan nilai wajar dari aset nonkas yang diserahkan, (2) jika aset nonkas yang diserahkan dan di akhir akad dikembalikan pada mitra yang menyerahkan maka agar adil keuntungan atau kerugian dari selisih nilai wajar ketika diserahkan dan nilai wajar di akhir akad harus didistribusikan pada para mitra, (3) jika aset nonkas yang diserahkan dan di akhir akad tidak dikembalikan pada mitra yang menyerahkan, biaya depresiasi yang mencatat usaha Musyarakah, sementara perhitungan bagi hasil mengacupada dasar kas.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan (SAK): Per Efektif 01 Januari 2015. Jakarta: Ikatan Akuntan Keuangan.
Nurhayati, Sri. 2015. Akuntansi Syariah Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.