A. Pengertian
Akuntansi Syariah
Akuntansi dalam bentuk sederhana dipahami sebagai bentuk
laporan terhadap publik yang mempunyai keterkaitan dengan informasi yang
disampaikan. Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang
mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan
pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam
account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil,
biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282).
Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah
yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”,
disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang
Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica
Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry
Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata “Akuntansi Syariah” atau
“Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa
hal itu sangat mengada-ada.[1]
Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah
munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan
terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para
Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk
perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri
pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk
menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas
keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini
sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah
Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,
dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh
kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada
awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya………”
Sebenarnya konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari
konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian
kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang
ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
(QS.An-Nahl/ 16:89).
Akuntansi konvensional yang sekarang
berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk
lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan
kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai
kapitalis. Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna
informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi
akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik
juga. Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara
kapitalisme.dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat
terdapat perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem
nilai yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal.
Hal ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam
budaya dan sistem nilai ini menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola
hubungan yang berbeda pula.
Tujuan akuntansi syariah adalah
terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris,
transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah, realitas sosial yang
dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Allah swt.
Akuntansi syariah yang pertama kali
diterapkan di Indonesia adalah akuntansi perbankan syariah. Standar akuntansi
perbankan syariah dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam dua buku, yaitu Buku
Pertama, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah
(IAI, 2001). Buku Kedua, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi
Perbankan Syariah atau PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah (IAI,
2001a). Standar ini diharapkan menjadi acuan dan ditaati oleh bank syariah
dalam menyelenggarakan praktik akuntansi.
Seiring dengan semakin banyaknya entitas ekonomi yang menerapkan praktik akuntansi syariah, akuntansi syariah perlu dikaji secara mendalam untuk diajarkan di perguruan tinggi. Pengajaran akuntansi syariah akan mengingkatkan akuntabilitas perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Seiring dengan semakin banyaknya entitas ekonomi yang menerapkan praktik akuntansi syariah, akuntansi syariah perlu dikaji secara mendalam untuk diajarkan di perguruan tinggi. Pengajaran akuntansi syariah akan mengingkatkan akuntabilitas perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Standar akuntansi perbankan syariah diberlakukan secara
efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan lembaga keuangan bank
syariah periode yang dimulai atau setelah tanggal 1 Januari 2003. Sebelum
dikeluarkan regulasi standar akuntansi perbankan syariah ini, pencatatan
transaksi dan penyusunan laporan keuangan bank syariah menggunakan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Perbankan (PSAK No. 38) dengan berbagai penyesuaian
yang menurut Harahap (2002) dan Triyuwono (2002) sering kali tidak sejalan
dengan tujuan akuntansi keuangan bank syariah. Regulasi akuntansi perbankan
syariah sesungguhnya merupakan fenomena praktik akuntansi yang berkembang dalam
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Islam sebagai instrument menerapkan prinsip
syariah dalam dunia perbankan. Seiring dengan semakin banyaknya lembaga
perbankan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, praktik
akuntansi perbankan syariah semakin luas dan berkembang. Seiring dengan
berkembangnya akuntansi, tentunya ada kendala dan permasalahn yang di hadapi.
B. Masalah
yang di Hadapi dalam Penerapan Akuntansi Syariah
Pada tiga dekade terakhir, konsep akuntansi syariah terus
berkembang. Hal ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal. Pertama,
perkembangan pemikiran ahli ekonomi syariah kontemporer yang mampu menganalisa
lebih dalam tentang konsep ekonomi syariah secara luas. Maka muncullah
nama-nama seperti Umar Chapra, Timur Khan, Mannan, dll yang mendefinisikan
kembali ekonomi syariah sebagai bagian dari ilmu pengetahuan modern, termasuk
tentang pemikiran akuntansi syariah di dalamnya. Kedua, perkembangan tersebut
juga didorong oleh bermunculannya lembaga-lembaga keuangan syariah di dunia.
Mulai dari Amerika Serikat (Abrar Investment, Inc dan Albaraka Bank Corp, Inc),
Inggris (Gulf International Bank, London dan Islamic Finance House Public)
sampai ke Timur Tengah (Kuwait Finance House). Kemunculan lembaga ini, secara
langsung mampu mendorong permintaan terhadap standar pelaporan keuangan yang
sesuai dengan syariah. Maka, pusat-pusat studi ekonomi Islam di kampus atau
institut yang tersebar di seluruh dunia menyediakannya untuk mendukung proses
bisnis tersebut tetap berjalan sesuai syariah. Output dari studi yang mereka
hasilkan itulah yang menjadi faktor ketiga yang mendorong pengembangan konsep
akuntansi syariah.
Dengan tiga faktor pendorong tersebut, maka kemudian
banyak muncul buku, karya tulis maupun regulasi yang mengatur tentang
aplikasi-praktis ekonomi syariah. Di Indonesia sendiri, beberapa buku dan karya
tulis akuntansi syariah sudah banyak dihasilkan oleh akademisi dan praktisi.
Dalam tataran produk regulasi, terdapat PSAK No.59 yang dikeluarkan IAI untuk
menetapkan standar khusus mengenai akuntansi perbankan syariah.
Namun, dalam penerapannya akuntansi syariah mengalami
beberapa permasalahan, di antaranya;
1.
Standarisasi
sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan transparansi
keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan kepada masyarakat.[2]
Kita mengetahui
bahwa diantara kunci kesuksesan suatu bank syariah sangat ditentukan oleh
tingkat kepercayaan publik terhadap kekuatan finansial bank yang bersangkutan,
dan kepercayaan terhadap kesesuaian operasional bank dengan sistem syariah
Islam. Kepercayaan ini terutama kepercayaan yang diberikan oleh para depositor
dan investor, dimana keduanya termasuk stakeholder utama sistem perbankan di
dunia ini. Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah
tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada publik, dimana bank syariah
harus mampu meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di
dalam mencapai tujuan-tujuan finansial maupun tujuan-tujuan yang sesuai dengan
syariat Islam.
Karena itu,
membangun sebuah sistem akuntansi dan audit yang bersifat standar merupakan
sebuah keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Tanpa
itu, mustahil bank syariah dapat meningkatkan daya saingnya dengan kalangan
perbankan konvensional.
Bahkan jika kita melihat pada Al-Quran, maka kebutuhan
pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi yang tertata merupakan suatu
hal yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Baqarah :
282, dimana Allah SWT berfirman : ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…”
Tentu saja, kalau kita kaitkan ayat tersebut dengan
konteks perbankan kontemporer, maka memiliki sistem akuntansi yang sistematis,
transparan, dan bertanggungjawab, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
ajaran Islam. Namun yang perlu kita perhatikan, terutama pada tataran
operasional, sistem akuntansi pada perbankan syariah memiliki karakter
tersendiri yang berbeda dengan sistem akuntansi perbankan konvensional, meski
pada aspek-aspek tertentu, keduanya memiliki persamaan-persamaan. Diantara
perbedaan yang sangat prinsipil adalah larangan riba / bunga dalam praktek
perbankan syariah dan differensiasi produk perbankan syariah yang lebih
variatif dan beragam bila dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional.
Sehingga konsep dan struktur dasar investasi dan keuangan pada sistem perbankan
syariah haruslah menjadi konsideran utama didalam membangun sistem akuntansi
yang kredibel.
2.
Proses
penerimaan dan akselerasi. Penerimaan akan akuntansi syariah pada kalangan
akademisi, terutama mahasiswa misalnya, berarti keinginan untuk mengetahui
lebih banyak tentang akuntansi syariah sebagai bentuk dari scientific
coriousity-nya. Paduannya, tinggal mengkombinasikan dengan proses akselerasi
melalui kajian dan diskusi intens serta output tulisan ilmiah. Maka, proses
mengalirnya akuntansi syariah dari konsep ke aplikasi –terutama di level
lingkungan kita– akan lebih mudah dijalani.
3.
Penerapan Akuntansi Syariah secara
praktik khususnya di Indonesia baru dimulai awal tahun 2003 yang ditandai
dengan berlakunya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK. No 59) tentang
Akuntansi Perbankan Syariah. Penerapan akuntansi syariah pada lembaga perbankan
syariah saat ini masih menghadapi kendala-kendala antara lain 1). minimnya
sumber daya manusia yang ahli akuntansi syariah, 2). prinsip bagi-hasil
memerlukan kejujuran dari nasabah maupun pengelola bank, 3). Sistem pengawasan
dari Dewan Pengawas Syariah yang belum optimal, dan 4). pemanfaatan teknologi
informasi yang belum optimal.[3]
Untuk menyelesaikan
permasalah tersebut di atas, salah satu cara nya adalah,
1.
Dengan mencari sumber untuk meraih kepercayaan
public. Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah tingkat
kualitas informasi yang diberikan kepada publik, dimana bank syariah harus
mampu meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di dalam
mencapai tujuan-tujuan finansial maupun tujuan-tujuan yang sesuai dengan
syariat Islam. Karena itu, membangun sebuah sistem akuntansi dan audit yang
bersifat standar merupakan sebuah keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan utama
yang harus dipenuhi. Tanpa itu, mustahil bank syariah dapat meningkatkan daya
saingnya dengan kalangan perbankan konvensional. Bahkan jika kita melihat pada
Al-Quran, maka kebutuhan pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi
yang tertata merupakan suatu hal yang sangat penting.
2.
Kalau
kita cermati surah Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan
penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama
melakukan muamalah. Dari hasil penulisan tersebut dapat digunakan sebgai
informasi untuk menentukan apa yang diperbuat oleh seeorang. jikalau kita
kaitkan ayat tersebut dengan konteks perbankan kontemporer, maka memiliki
sistem akuntansi yang sistematis, transparan, dan bertanggungjawab, merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
Namun yang perlu kita perhatikan, terutama
pada tataran operasional, sistem akuntansi pada perbankan syariah memiliki
karakter tersendiri yang berbeda dengan sistem akuntansi perbankan
konvensional, meski pada aspek-aspek tertentu, keduanya memiliki
persamaan-persamaan. Diantara perbedaan yang sangat prinsipil adalah larangan
riba / bunga dalam praktek perbankan syariah dan differensiasi produk perbankan
syariah yang lebih variatif dan beragam bila dibandingkan dengan sistem
perbankan konvensional. Sehingga konsep dan struktur dasar investasi dan
keuangan pada sistem perbankan syariah haruslah menjadi konsideran utama
didalam membangun sistem akuntansi yang kredibel.Dengan demikian, lahirnya
sistem ekonomi islam secara langsung akan mempengaruhi bentuk sistem akuntansi
yang akan diterapkan dalam suatu masyarakat.
Untuk menjaga konsistensi, baik yang
bersifat internal maupun eksternal bank, maupun untuk menjamin kesesuaiannya
dengan syariat Islam, maka kita perlu mendefinisikan tujuan standarisasi
akuntansi keuangan pada bank syariah. Hal ini juga sebagai upaya untuk
memberikan panduan umum didalam menentukan sejumlah pilihan berdasarkan
alternatif-alternatif yang ada. Adapun tujuan sistem akuntansi keuangan ini adalah
pertama, untuk menentukan hak dan kewajiban semua pihak yang berkepentingan,
seperti para depositor dan pemilik bank. Kemudian yang kedua adalah untuk
menjamin keamanan dan keselamatan aset bank syariah, termasuk menjamin hak bank
yang bersangkutan dan hak stakeholder lainnya. Yang ketiga, menjamin perbaikan
manajemen dan kapabilitas produktif bank syariah agar senantiasa selaras dengan
tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan yang keempat adalah untuk
menyediakan laporan keuangan yang berguna bagi para pemakainya ¡ªseperti
pemegang saham, pemilik rekening, otoritas fiskal, dll¡ª sehingga memungkinkan
mereka untuk membuat keputusan yang legitimate didalam melakukan negosiasi dan
transaksi dengan pihak bank syariah.
Agar sebuah laporan keuangan tersebut
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka kualitas informasi yang diberikan
harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (i) asas manfaat, terutama bagi
pihak pemakainya; (ii) relevansi antara laporan keuangan tersebut dengan tujuan
pelaporannya; (iii) tingkat kepercayaan; (iv) komparabilitas, artinya dapat
diperbandingkan berdasarkan periode waktu tertentu; (v) konsistensi, artinya
metode yang digunakan konsisten dan tidak mudah berubah; dan (vi) mudah
dipahami, serta tidak multi interpretasi.
Selain keenam hal tersebut, informasi yang
diberikan juga harus mencakup beberapa aspek. Pertama, informasi yang tersedia
harus mampu menggambarkan pencapain tujuan yang ada dan konsistensinya dengan
syariat. Jika bank melakukan deal pada transaksi yang diharamkan, misalnya
terkait dengan sistem riba, maka harus dijelaskan secara detil mengenai
pemisahan pencatatan transaksi tersebut. Dan yang kedua, informasi tersebut
harus mampu membantu pihak luar bank untuk mengevaluasi rasio kecukupan modal,
resiko investasi, likuiditas, dan berbagai aspek finansial perbankan lainnya.
Ini sangat penting dilakukan, sehingga kredibilitas bank dapat
dipertanggungjawabkan.
kak minta ijin ngopy ya, penjelasan akuntansi syariahnya,,makasih
BalasHapusSilakan... :)
HapusSama2 :):)
Makasihh atas infox ...
BalasHapusini sngat membantu..
terima kasih kembali :)
HapusMantaps
BalasHapus