Jumat, 01 Maret 2013

Manajemen Tumbuh Begitu Kehidupan Ini Ada


Ketika Allah SWT akan menciptakan Nabi Adam sebagai khalifah, Allah menyampaikan dulu ide ini kepada malaikat. Hal itu menunjukkan adanya manajemen. Allah MahaKuasa untuk menciptakan manusia secara langsung, tetapi malaikat diberitahu dahulu, diajak dialog dan berdiskusi terlebih dahulu mengenai ide tersebut.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah : 30)

Ayat diatas menegaskan urgensi dialog dalam kehidupan. Hanya setan yang tidak ambil bagian karena ia memiliki kesombongan. Dalam organisasi, jika terdapat kesombongan, akan menghancurkan organisasi itu. Hal itu menunjukkan bahwa Allah SWT telah memanaj lahirnya manusia sebagai khalifah dengan kejelasan arah dan dengan mendengarkan pendapat-pendapat terlebih dahulu.
Allah pun tidak menciptakan alam dengan sekaligus. Pada Allah MahaKuasa menciptakan alam sekaligus. Diciptakan-Nya alam ini dalam enam masa menunjukkan proses manajemen yang indah dan agung.

A.                Manajemen pada Zaman Nabi Adam
Peristiwa yang terjadi pada putra-putra Nabi Adam merupakan proses-prose manajemen. Hal ini disebabkan adanya aturan-aturan yang ditetapkan dalam memilih pasangan. Hal ini dapat dilihat pada peristiwa perselisihan sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil adalah karena ada pihak yang tidak taat kepada aturan. Aturannya adalah pasangan AB harus menikah dengan pasangan kedua CD. Namun ketetapan itu dilanggar. Jadi, peristiwa yang terjadi adalah adanya pihak yang tidak taat pada aturan, padahal aturan itu sudah ada. Hal ini juga merupakan hasil manajemen yang dapat dilihat dalam Al-Quran.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maidah : 27)

KISAH QABIL DAN HABIL
Kisah Qabil dan Habil dicatat dalam Al-Quran dalam surah Al-Maidah : 27-30. Ayat-ayat ini mengisahkan tentang pertentangan pertama sesama umat manusia yang kemudian berakhir dengan pembunuhan. Hal yang harus diyakini bahwa berita ini merupakan berita yang benar dan absolute, yaitu benar-benar disampaikan oleh Al-Quran.
Penyebab pembunuhan ini, seperti yang diungkapkan dalam beberapa kitab tafsir, bahwa Siti Hawa setiap mengandung melahirkan dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Kemudian syariat menetapkan untuk perkawinan secara silang, yakni anak laki-laki dari kelahiran pertama dinikahkan dengan anak perempuan dari kelahiran yang kedua. Begitu pula sebaliknya, anak laki-laki dari kelahiran yang kedua dinikahkan dengan anak perempuan dari kelahiran yang pertama.
Pada kelahiran pertama, Siti Hawa melahirkan Qabil dan saudara perempuannya. Dan pada kelahiran yang kedua Habil dan saudara perempuannya. Menurut ketentuan syariat ketika itu, maka Habil harus menikahi saudara perempuan Qabil dan Qabil menikahi saudara perempuan Habil. Akan tetapi Qabil menolak ketentuan itu karena saudara perempuan Habil (yang harus ia nikahi) itu lebih buruk rupanya daripada saudara perempuannya sendiri. Qabil tetap ingin menikahi saudara perempuannya sendiri. Kemudian Nabi Adam berkata kepada keduanya (Qabil dan Habil), silakan jika begitu yang kalian inginkan, tetapi masing-masing kalian harus melakukan pengorbanan.
Kemudian keduanya pun melakukan apa yang disarankan oleh Ayah mereka Nabi Adam AS. Singkat cerita mereka berdua (Qabil dan Habil) melakukan apa yang Nabi Adam AS perintahkan kepada mereka. Qabil yang seorang petani dan ia kemudian mengorbankan hasil tanamannya yang paling buruk. Sedangkan Habil yang seorang peternak kambing dan ia kemudian mengorbankan kambingnya yang terbaik. Ternyata kurban yang diterima Allah SWT adalah kurban dari Habil dengan cara api turun kepadanya dan membakar kambingnya.

B.                 Manajemen pada Zaman Nabi Nuh
Kisah Nabi Nuh diabadikan dengan jelas dalam Al-Quran bahkan hingga ada surah Nuh. Nabi Nuh melakukan manajemen yang baik dalam berdakwah. Ia berdakwah siang-malam dengan cara-cara yang menyejukkan. Contoh ini termasuk manajemen dakwah, meskipun sebagian besar umat Nabi Nuh menolak dakwahnya dan akhirnya Allah SWT memberikan punishment (hukuman) kepada mereka.
Jika kita berdakwah, maka hendaknya dilakukan dengan cara halus, hikmah, jelas, dan argumentatif. Jika berdiskusi, berdiskusilah dengan cara yang baik. Jika berargumentasi, maka berargumentasilah dengan cara yang baik. Sesungguhnya hal ini merupakan manajemen dengan perencanaan yang matang, meskipun menerima dan menolak dakwah bergantung pula pada hidayah Allah SWT.
Peristiwa ini sebenarnya merupakan pelajaran berharga bagi para manajer, bahwa memang kita harus merencanakan sesuatu dengan rapi, tetapi jangan semata-mata berorientasi kepada hasil. Jika begitu, maka kita akan menjadi orang yang frustasi jika tidak berhasil. Ketidakberhasilan justru harus menjadi pelajaran yang berharga. Walaupun telah dilakukan manajemen yang baik, kita harus tetap tawakal kepada Allah SWT, sehingga keberhasilan sebuah manajemen sangat erat kaitannya dengan rahmat Allah SWT.

C.                Manajemen pada Zaman Nabi Yusuf
Nabi Yusuf merupakan seorang manajer yang sangat handal, selain sebagai seorang Nabi. Ia memiliki dua sifat yang harus dicontoh oleh seorang manajer. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran.
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf : 55)
Makna kata hafidz (dalam ayat tersebut) adalah amanah, transparan, dan jujur. Seorang manajer yang berhasil adalah manajer yang memiliki karakter. Karakternya dapat dipertanggungjawabkan. Jika sekarang kita menyaksikan banyak orang yang meragukan para calon bankir, persoalan dasarnya terletak pada hafidz ini. Alimnya sudah terpenuhi, tetapi hafidz-nya masih dipertanyakan.
Selain hafidz, seorang manajer juga haruslah seseorang yang alim. Alim disini bermakna harus memiliki pengetahuan dibidangnya. Artinya, leader atau manajer tidak boleh bodoh. Jika seorang manajer bodoh, akan sangat berbahaya terhadap organisasinya. Keberhasilan yang dicapai oleh Nabi Yusuf saat itu memang sangat luar biasa hingga mampu melakukan tindakan preventif (pencegahan) yang luar biasa pula. Ia mengantisipasi adanya musim paceklik (kemarau). Pada musim subur, makanan yang ada tidak dihabiskan untuk mengantisipasi musim kemarau panjang. Ketika musim paceklik datang, maka tidak ada rakyat yang menderita kelaparan. Hal itu karena diterapkannya manajemen yang rapi.
Nabi Yusuf merupakan contoh manajer dan leader yang berhasil. Hal yang menarik dari Nabi Yusuf ini adalah beliau menawarkan jabatan dan meminta jabatan. Jabatan itu diminta setelah raja menawarkan kepadanya dengan mengatakan, “Engkau dalam pandangan kami harus mendapatkan kedudukan tinggi.”
Tawaran itu direspon Nabi Yusuf dengan mengucapkan, “Jadikan aku bendaharawan negara, karena aku hafidzun alim.” Jadi bukan meminta jabatan begitu saja. Hal yang menarik adalah ia meminta jabatan langsung yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pemimpin yang benar adalah pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat dan bukan semata-mata pada kekuasaan. Jika Nabi Yusuf ingin memperkaya diri, hal itu mudah sekali ia lakukan karena ia merupakan kepala logistik negara (kabulog sekarang). Jabatan kabulog itu memang seharusnya diemban oleh orang yang hafidz dan alim.
Hal yang menarik juga terdapat pada ayat berikutnya bahwa keberhasilan selalu dikaitkan dengan rahmat Allah, sehingga aspek-aspek kepemimpinan, bagaimanapun tidak akan dapat dilepaskan dari aspek tauhid karena hal itu merupakan anugerah dari Allah SWT.

D.                Manajemen pada Zaman Nabi Ibrahim dan Ismail
Ketika Nabi Ibrahim akan melaksanakan perintah Allah, maka disana ada proses-proses manajemen. Nabi Ibrahim dalam mimpinya mendapatkan wahyu agar menyembelih anaknya. Mimpi itu disampaikan terlebih dahulu kepada anaknya, Nabi Ismail. “Bagaimana pendapat Anda?”
Karena Nabi Ismail sangat yakin atas kebenaran ayahnya, maka ia langsung menyatakan “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatkan aku termasuk orang-orang yang sabar.” Kisah ini terdapat dalam Al-Quran surah Ash-Shaafat: 102. Walaupun merupakan perintah Allah yang bersifat mutlak, tetapi dalam implementasinya, perlu ada proses-proses dialogis, agar dijalankan dengan penuh kesadaran.

E.                 Manajemen pada Zaman Nabi Muhammad SAW
Sebenarnya sejak awal, Islam telah mendorong umatnya untuk mengorganisasi setiap pekerjaan dengan baik. Jadi, dalam ajaran Islam, manajemen telah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW, bahkan sejak masa Nabi-nabi terdahulu sebagaimana telah dikemukan diatas. Pembagian tugas-tugas telah mulai dibentuk. Walaupun Rasulullah SAW sendiri tidak menyatakan bahwa ini adalah sebuah proses manajemen, namun aspek-aspek manajemen secara nyata telah dilakukan, misalnya mengapa Umar ibnul Khaththab tidak pernah dijadikan panglima perang karena ternyata beliau diarahkan menjadi seorang negarawan. Demikian pula Abu Bakar ash-Siddiq. Ia tidak pernah menjabat sebagai pemimpin perang karena memang diarahkan untuk menjadi negarawan. Mengapa ketika seorang sahabat Nabi Abu Dzar al-Ghifari meminta jabatan kepada Rasulullah SAW sementara teman-temannya sudah diangkat menjadi gubernur dan lain-lain, maka Rasulullah SAW mengatakan,
“Ini adalah amanat berat dan engkau adalah orang yang lemah…”
Inilah manajer yang baik yaitu manajer yang mampu menempatkan orang pada posisi yang sesuai dengan keahlian dan bidangnya masing-masing. Penempatan the right man in the right place merupakan hal yang sangat penting. Keahlian ini sangat penting bahkan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila sebuah urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari)
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi manajemen adalah menempatkan orang diposisi yang tepat. Rasulullah SAW memberikan contoh dalam hal ini, bagaimana menempatkan orang ditempatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar