Ketika Allah SWT akan menciptakan Nabi
Adam sebagai khalifah, Allah menyampaikan dulu ide ini kepada malaikat. Hal itu
menunjukkan adanya manajemen. Allah MahaKuasa untuk menciptakan manusia secara
langsung, tetapi malaikat diberitahu dahulu, diajak dialog dan berdiskusi
terlebih dahulu mengenai ide tersebut.
Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah : 30)
Ayat diatas menegaskan urgensi dialog dalam kehidupan.
Hanya setan yang tidak ambil bagian karena ia memiliki kesombongan. Dalam
organisasi, jika terdapat kesombongan, akan menghancurkan organisasi itu. Hal
itu menunjukkan bahwa Allah SWT telah memanaj lahirnya manusia sebagai khalifah
dengan kejelasan arah dan dengan mendengarkan pendapat-pendapat terlebih
dahulu.
Allah pun tidak menciptakan alam dengan sekaligus. Pada
Allah MahaKuasa menciptakan alam sekaligus. Diciptakan-Nya alam ini dalam enam
masa menunjukkan proses manajemen yang indah dan agung.
A.
Manajemen pada Zaman Nabi Adam
Peristiwa yang terjadi pada putra-putra
Nabi Adam merupakan proses-prose manajemen. Hal ini disebabkan adanya
aturan-aturan yang ditetapkan dalam memilih pasangan. Hal ini dapat dilihat
pada peristiwa perselisihan sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil
adalah karena ada pihak yang tidak taat kepada aturan. Aturannya adalah
pasangan AB harus menikah dengan pasangan kedua CD. Namun ketetapan itu
dilanggar. Jadi, peristiwa yang terjadi adalah adanya pihak yang tidak taat
pada aturan, padahal aturan itu sudah ada. Hal ini juga merupakan hasil
manajemen yang dapat dilihat dalam Al-Quran.
Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil):
"Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah
hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Maidah : 27)
KISAH QABIL DAN HABIL
Kisah Qabil dan Habil dicatat dalam
Al-Quran dalam surah Al-Maidah : 27-30. Ayat-ayat ini mengisahkan
tentang pertentangan pertama sesama umat manusia yang kemudian berakhir dengan
pembunuhan. Hal yang harus diyakini bahwa berita ini merupakan berita yang
benar dan absolute, yaitu benar-benar disampaikan oleh Al-Quran.
Penyebab pembunuhan ini, seperti yang diungkapkan dalam beberapa kitab tafsir,
bahwa Siti Hawa setiap mengandung melahirkan dua orang anak, satu laki-laki dan
satu perempuan. Kemudian syariat menetapkan untuk perkawinan secara silang,
yakni anak laki-laki dari kelahiran pertama dinikahkan dengan anak perempuan
dari kelahiran yang kedua. Begitu pula sebaliknya, anak laki-laki dari
kelahiran yang kedua dinikahkan dengan anak perempuan dari kelahiran yang
pertama.
Pada kelahiran pertama, Siti Hawa melahirkan Qabil dan saudara
perempuannya. Dan pada kelahiran yang kedua Habil dan saudara perempuannya.
Menurut ketentuan syariat ketika itu, maka Habil harus menikahi saudara
perempuan Qabil dan Qabil menikahi saudara perempuan Habil. Akan tetapi Qabil
menolak ketentuan itu karena saudara perempuan Habil (yang harus ia nikahi) itu
lebih buruk rupanya daripada saudara perempuannya sendiri. Qabil tetap ingin
menikahi saudara perempuannya sendiri. Kemudian Nabi Adam berkata kepada
keduanya (Qabil dan Habil), silakan jika begitu yang kalian inginkan, tetapi
masing-masing kalian harus melakukan pengorbanan.
Kemudian keduanya pun melakukan apa yang disarankan oleh Ayah mereka Nabi
Adam AS. Singkat cerita mereka berdua (Qabil dan Habil) melakukan apa yang Nabi
Adam AS perintahkan kepada mereka. Qabil yang seorang petani dan ia kemudian mengorbankan
hasil tanamannya yang paling buruk. Sedangkan Habil yang seorang peternak
kambing dan ia kemudian mengorbankan kambingnya yang terbaik. Ternyata kurban
yang diterima Allah SWT adalah kurban dari Habil dengan cara api turun
kepadanya dan membakar kambingnya.
B.
Manajemen pada Zaman Nabi Nuh
Kisah Nabi Nuh diabadikan dengan jelas
dalam Al-Quran bahkan hingga ada surah Nuh. Nabi Nuh melakukan manajemen yang
baik dalam berdakwah. Ia berdakwah siang-malam dengan cara-cara yang
menyejukkan. Contoh ini termasuk manajemen dakwah, meskipun sebagian besar umat
Nabi Nuh menolak dakwahnya dan akhirnya Allah SWT memberikan punishment (hukuman) kepada mereka.
Jika kita berdakwah, maka hendaknya
dilakukan dengan cara halus, hikmah, jelas, dan argumentatif. Jika berdiskusi,
berdiskusilah dengan cara yang baik. Jika berargumentasi, maka
berargumentasilah dengan cara yang baik. Sesungguhnya hal ini merupakan
manajemen dengan perencanaan yang matang, meskipun menerima dan menolak dakwah
bergantung pula pada hidayah Allah SWT.
Peristiwa ini sebenarnya merupakan
pelajaran berharga bagi para manajer, bahwa memang kita harus merencanakan
sesuatu dengan rapi, tetapi jangan semata-mata berorientasi kepada hasil. Jika
begitu, maka kita akan menjadi orang yang frustasi jika tidak berhasil.
Ketidakberhasilan justru harus menjadi pelajaran yang berharga. Walaupun telah
dilakukan manajemen yang baik, kita harus tetap tawakal kepada Allah SWT,
sehingga keberhasilan sebuah manajemen sangat erat kaitannya dengan rahmat
Allah SWT.
C.
Manajemen pada Zaman Nabi Yusuf
Nabi Yusuf merupakan seorang manajer yang
sangat handal, selain sebagai seorang Nabi. Ia memiliki dua sifat yang harus
dicontoh oleh seorang manajer. Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran.
Berkata Yusuf:
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf : 55)
Makna kata hafidz (dalam ayat tersebut) adalah amanah, transparan, dan jujur.
Seorang manajer yang berhasil adalah manajer yang memiliki karakter.
Karakternya dapat dipertanggungjawabkan. Jika sekarang kita menyaksikan banyak
orang yang meragukan para calon bankir, persoalan dasarnya terletak pada hafidz ini. Alimnya sudah terpenuhi,
tetapi hafidz-nya masih
dipertanyakan.
Selain hafidz,
seorang manajer juga haruslah seseorang yang alim. Alim disini bermakna harus
memiliki pengetahuan dibidangnya. Artinya, leader
atau manajer tidak boleh bodoh. Jika seorang manajer bodoh, akan sangat
berbahaya terhadap organisasinya. Keberhasilan yang dicapai oleh Nabi Yusuf
saat itu memang sangat luar biasa hingga mampu melakukan tindakan preventif
(pencegahan) yang luar biasa pula. Ia mengantisipasi adanya musim paceklik
(kemarau). Pada musim subur, makanan yang ada tidak dihabiskan untuk
mengantisipasi musim kemarau panjang. Ketika musim paceklik datang, maka tidak
ada rakyat yang menderita kelaparan. Hal itu karena diterapkannya manajemen
yang rapi.
Nabi Yusuf merupakan contoh manajer dan leader yang berhasil. Hal yang menarik
dari Nabi Yusuf ini adalah beliau menawarkan jabatan dan meminta jabatan.
Jabatan itu diminta setelah raja menawarkan kepadanya dengan mengatakan,
“Engkau dalam pandangan kami harus mendapatkan kedudukan tinggi.”
Tawaran itu direspon Nabi Yusuf dengan
mengucapkan, “Jadikan aku bendaharawan negara, karena aku hafidzun alim.” Jadi bukan meminta jabatan begitu saja. Hal yang
menarik adalah ia meminta jabatan langsung yang terkait dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Pemimpin yang benar adalah pemimpin yang berorientasi
kepada kepentingan masyarakat dan bukan semata-mata pada kekuasaan. Jika Nabi
Yusuf ingin memperkaya diri, hal itu mudah sekali ia lakukan karena ia
merupakan kepala logistik negara (kabulog sekarang). Jabatan kabulog itu memang
seharusnya diemban oleh orang yang hafidz
dan alim.
Hal yang menarik juga terdapat pada ayat
berikutnya bahwa keberhasilan selalu dikaitkan dengan rahmat Allah, sehingga
aspek-aspek kepemimpinan, bagaimanapun tidak akan dapat dilepaskan dari aspek
tauhid karena hal itu merupakan anugerah dari Allah SWT.
D.
Manajemen pada Zaman Nabi Ibrahim dan Ismail
Ketika Nabi Ibrahim akan melaksanakan
perintah Allah, maka disana ada proses-proses manajemen. Nabi Ibrahim dalam
mimpinya mendapatkan wahyu agar menyembelih anaknya. Mimpi itu disampaikan
terlebih dahulu kepada anaknya, Nabi Ismail. “Bagaimana pendapat Anda?”
Karena Nabi Ismail sangat yakin atas
kebenaran ayahnya, maka ia langsung menyatakan “Wahai ayahku, lakukanlah apa
yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatkan aku termasuk
orang-orang yang sabar.” Kisah ini terdapat dalam Al-Quran surah Ash-Shaafat:
102. Walaupun merupakan perintah Allah yang bersifat mutlak, tetapi dalam
implementasinya, perlu ada proses-proses dialogis, agar dijalankan dengan penuh
kesadaran.
E.
Manajemen pada Zaman Nabi Muhammad SAW
Sebenarnya sejak awal, Islam telah
mendorong umatnya untuk mengorganisasi setiap pekerjaan dengan baik. Jadi,
dalam ajaran Islam, manajemen telah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW,
bahkan sejak masa Nabi-nabi terdahulu sebagaimana telah dikemukan diatas.
Pembagian tugas-tugas telah mulai dibentuk. Walaupun Rasulullah SAW sendiri
tidak menyatakan bahwa ini adalah sebuah proses manajemen, namun aspek-aspek
manajemen secara nyata telah dilakukan, misalnya mengapa Umar ibnul Khaththab
tidak pernah dijadikan panglima perang karena ternyata beliau diarahkan menjadi
seorang negarawan. Demikian pula Abu Bakar ash-Siddiq. Ia tidak pernah menjabat
sebagai pemimpin perang karena memang diarahkan untuk menjadi negarawan.
Mengapa ketika seorang sahabat Nabi Abu Dzar al-Ghifari meminta jabatan kepada
Rasulullah SAW sementara teman-temannya sudah diangkat menjadi gubernur dan
lain-lain, maka Rasulullah SAW mengatakan,
“Ini
adalah amanat berat dan engkau adalah orang yang lemah…”
Inilah manajer yang baik yaitu manajer
yang mampu menempatkan orang pada posisi yang sesuai dengan keahlian dan
bidangnya masing-masing. Penempatan the
right man in the right place merupakan hal yang sangat penting. Keahlian
ini sangat penting bahkan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila
sebuah urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.”
(HR. Bukhari)
Hal ini menunjukkan bahwa salah satu
fungsi manajemen adalah menempatkan orang diposisi yang tepat. Rasulullah SAW
memberikan contoh dalam hal ini, bagaimana menempatkan orang ditempatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar