Jumat, 08 Maret 2013

Muhkam dan Mutasyabih


A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Secara etimologi (bahasa), muhkam berarti suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (maahkam Al-murad bib’an al-tabdil wa at-taghyir).
Muhkam diambil dari kata ihkâm, artinya kekokohan, kesempurnaan. Bisa bermakna, menolak dari kerusakan. Muhkam adalah ayat-ayat yang (dalâlah) maksud petunjuknya jelas dan tegas, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dan kekeliruan pemahaman. Al-hukm berarti memutuskan perkara antara dua hal. Maka,hakim adalah orang yang mencegah dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa. Ihkam al-kalam berarti memperkuat perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah. Jadi, kalam muhkam adala perkataan yang seperti itu sifatnya. Ayat-ayat seperti ini wajib diimani dan diamalkan isinya.
Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud makna lahirnya samar. Mutasyabih diambil dari kata tasyabaha-yatasyabahu, yang artinya keserupaan dan kesamaan, terkadang menimbulkan  kesamaran antara dua hal.Tashabaha ar-rajulani, dua orang saling menyerupai. Dalam istilah fiqih, seseorang menemukan kata subhat, artinya sesuatu barang atau perkara yag belum jelas kehalalannya dan keharamannya. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang makna lahirnya bukanlah yang dimaksudkannya. Oleh  karena itu makna hakikinya dicoba dijelaskan dengan penakwilan. Bagi seorang muslim yang keimanannya kokoh,wajib mengimani dan tidak wajib mengamalkannya,dan tidak ada yang mengetahui takwil ayat-ayat iman mutasyabihat melainkan Allah swt.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa :
1)      Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanya Allah-lah yang mengetahui akan maksudnya.
2)      Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui secara langsung, sedangkan mutashabih baru dapat diketahui dengan memerlukan penjelasan ayat-ayat lain.

B.     Pandangan Para Ulama
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam memberikan pengertian muhkam dan mutasyabih, yakni sebagai berikut:
a)   Ulama golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan ditakwilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bias mengetahuinya. Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf Muqaththa’ah.
b)   Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal mutasyabih adalah lafal yang samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia atau pun tidak tercantum dalam dalil-dalil nash (teks dalil-dalil). Sebab, lafal mutasyabih termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
c)   Mayoritas ulama golongan ahlul fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali satu arah atau segi saja. Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat ditakwilkan dalam beberapah arah atau segi, karena masih sama. Misalnya, seperti masalah surga, neraka, dan sebagainya.
d)   Imam Ibnu Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan,  lafal muhkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafal yang tidak bisa berdiri sendiri adalah lafal mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya, karena adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal tersebut. Contohnya seperti lafal yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal yang asing (gharib), lafal yang berarti lain (lafal majaz), dan sebagainya.
e)   Imamul Haramain, bahwa lafal muhkam ialah lafal yang tepat susunan, dan tertibnya secara biasa, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang makna maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda atau isyaratyang menjelaskannya. Contohnya seperti lafal yang musytarak, mutlak, khafi (samara), dan sebagainya.
f)   Imam Ath-Thibi mengatakan, lafal muhlam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak mengakibatkan kemusykilan atau kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu diambil dari lafal ihkam (Ma’khuudzul Ihkami) yang berarti baik atau bagus. Contohnya seperti yang dhahir, lafal yang tegas, dan sebagainya. Sedangkan lafal yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami, sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Contohnya seperti lafal musytarak, mutlak, dan sebagainya.
g)   Imam Fakhruddin Ar-Razi berpendapat lafal muhkam ialah lafal yang petunjuknya kepada sesuatu makna itu kuat, seperti lafal yang nash, atau yang jelas, dan sebagainya. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat, seperti lafal yang global, yang musykil, yang ditakwili, dan sebagainya.
h)   Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat diamalkan, karena sudah jelas dan tegas, seperti umumnya lafal Al-Quran. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan, melainkan cukup diimani eksistensinya saja.
i)    Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung banyak wajah.
Jadi, jika semua definisi muhkam tersebut dirangkum, maka pengertian muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh.
Sedangkan pengertian mutasyabih ialah lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu amalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
Selain itu para ulama juga berlainan paham mengenai kemuhkaman Al-Qur’an dan kemutasyabihatannya. Sebab dalam Al-Quran ada ayat-ayat yang menerangkan bahwa semua Al-Quran itu muhkam, seperti surah Hud ayat 1, dan ada pula ayat-ayat yang menjelaskan bahwa semuanya mutasyabih, seperti ayat 23 surah Az-Zumar. Sebagaimana ada juga ayat-ayat yang menjelaskan ada sebagian Al-Quran yang muhkam dan sebagian lain mutasyabih, seperti ayat 7 surah Ali Imran.
Ada tiga pendapat para ulama mengenai masalah tersebut, sebagi berikut:
1.      Pendapat pertama berpendirian, bahwa semua Al-Qur’an itu muhkam, berdasarkan ayat 1 surah Hud: “كِتبٌ أُحْكِمَتْ آيتُهُ”  (suatu Kitab yang ayat-ayatnya tersusun rapih).
2.      Pendapat kedua mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabihat, dalam arti yang saling bersesuaian yang sebagian dengan bagian yang lain. Hal ini berdasarkan ayat 23 surah Az-Zumar:
اَللهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتَابًامُتَشَابِهًامَثَانِيَ تَقْشَعِرًّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya.”
3.      Pendapat ketiga mengatakan, bahwa Al-Qur’an itu terdiri dari dua bagian, yakni muhkam dan mutasyabih. Pendapat ini berdasarkan ayat 7 surah Ali Imran.
Jika dilihat sepintas, seolah-olah hanya pendapat ketiga yang benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam Al-Qur’an. Tetapi jika diamati secara seksama, sebenarnya semua pendapat itu benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam Al-Qur’an itu. Sebab ketiga itu ada dalilnya dalam Al-Qur’an, dan semuanya juga benar cara istidhal masing-masing. Yang berbeda hanya orientasi pendapat masing-masing.
Sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
1.      Madzhab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Imam Malik yang berasal dari ulama mutaqaddimin.
2.      Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin.
C.    Sebab-Sebab Turunnya Ayat Muhkam dan Mutasyabih
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah karena Allah SWT menjadikannya demikian itu. Allah SWT memisahkan atau membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat.
Allah SWT telah berfirman:
هُوَالَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مْنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتَابِ وَاُخَرُ مُتَشبِهتٌ
Artinya: “Dia-lah yang telah menurunkan Al-K-itab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran, dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat.” (Q.S. Ali Imran: 7)
Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni sebagaimana sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Sedang sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an ialah karena ada kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti yang lain, disebabkan karena bisa ditakwilkan  dengan bermacam-macam dan petunjuk pun tidak tegas, karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli oleh Allah SWT saja.
D.    Contoh Ayat –ayat Muhkam dan Mutasyabihat
Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam al-Qur'an dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum. Seperti halal dan haram, kewajiban dan larangan, janji dan ancaman. Adapun contoh ayat muhkam seperti berikut:

@ (Q.s al-maidah;3)
(المائدة : 3)حُرّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتةُ وَالدّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَااُهِلّ لِغيْرِ اللهِ بِه
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disenbelih atas nama selain Allah. (Al-Maidah : 3)
@ (Q.s albaqarah: 275)
(البقرة : 275)حَلّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرّمَ الرِّبوا
Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah : 275)
Sementara ayat-ayat mutasyabih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifat-Nya, seperti:
! (Q.S al-baqarah:255)
(البقرة: 255)وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْض
"Kursi-Nya meliputi langit dan bumi".
! (Q.S thahaa:5)
(طه: 5)لرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى اَ
"Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam di atas 'Arsy".
! (Q.S al Qamar:14)
(القمر: 14)جَزَاءًا لِمَنْ كَانَ كُفِرَ تَجْرِى بِأَعْيُنِنَا
"(bahteranya nabi Nuh as) berlayar dengan pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar".
! (Q.S al fath:10)
(الفتح: 10)يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَّمَايُبَايِعُوْنَ اللهَ
"Sesungguhnya orang-orang yang membai'at-mu ya Rasul, mereka-lah yang berikrar menerima (bahwa Tuhan mereka) adalah Allah. Tangan Allah diatas tangan-tangan mereka".
! (Q.S.al qashash:88)
(قصص: 88)وَلاَتَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ
"dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah".

Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka macam-macam ayat mutasyabihat itu ada tiga macam, sebagi berikut:
1)      Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. contohnya, seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat, dan sebagainya.
2)      Ayat-ayat yang mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Contohnya, seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, mengkayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
3)       Ayat-ayat yang mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan orang-orang yang rasikh (mendalam) ilmu pengetahuannya.

E.     Hikmah Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
1)      Hikmah Ayat-Ayat Muhkam
Adanya ayat-ayat Muhkamat dalam Al-Quran, jelas akan memberikan hikmah bagi manusia, hikmah tersebut diantaranya ialah:
    
a)      Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b)      Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c)      Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d)     Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
2)      Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabih
Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabihat di dalam Al-Quran dan ketidakmampuan akal untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:
a)      Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b)      Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
c)      Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
d)     Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.

1 komentar:

  1. Agen Casino Terbaik
    Agen Situs Terbaik
    https://bit.ly/2ENk1VF

    Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:

    *Bonus New Member 120%
    *Bonus New Member 50%
    * Bonus New Member 30%
    * Bonus New Member 20% Khusus Poker
    * Bonus Referral
    *Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
    *Bonus 5% setiap hari
    Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
    WA : 081358840484
    BBM : 88CSNMANTAP
    Facebook : 88Csn
    -www.jeruk88.com

    BalasHapus