A.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Secara
etimologi (bahasa), muhkam berarti suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya
tidak mungkin diganti atau diubah (maahkam Al-murad bib’an al-tabdil wa
at-taghyir).
Muhkam diambil dari kata ihkâm, artinya
kekokohan, kesempurnaan. Bisa bermakna, menolak dari kerusakan. Muhkam adalah
ayat-ayat yang (dalâlah) maksud petunjuknya jelas dan tegas, sehingga tidak
menimbulkan kerancuan dan kekeliruan pemahaman. Al-hukm berarti memutuskan
perkara antara dua hal. Maka,hakim adalah orang yang mencegah dan memisahkan
antara dua pihak yang bersengketa. Ihkam al-kalam berarti memperkuat perkataan
dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah. Jadi, kalam muhkam adala
perkataan yang seperti itu sifatnya. Ayat-ayat seperti ini wajib diimani dan
diamalkan isinya.
Adapun mutasyabih adalah ungkapan yang
maksud makna lahirnya samar. Mutasyabih diambil dari kata
tasyabaha-yatasyabahu, yang artinya keserupaan dan kesamaan, terkadang
menimbulkan kesamaran antara dua hal.Tashabaha ar-rajulani, dua orang saling
menyerupai. Dalam istilah fiqih, seseorang menemukan kata subhat, artinya
sesuatu barang atau perkara yag belum jelas kehalalannya dan keharamannya. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang makna lahirnya bukanlah yang
dimaksudkannya. Oleh karena itu makna
hakikinya dicoba dijelaskan dengan penakwilan. Bagi seorang muslim yang keimanannya
kokoh,wajib mengimani dan tidak wajib mengamalkannya,dan tidak ada yang
mengetahui takwil ayat-ayat iman mutasyabihat melainkan Allah swt.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa :
1) Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui
maksudnya, sedangkan mutasyabih hanya Allah-lah yang mengetahui akan maksudnya.
2) Muhkam adalah ayat yang dapat diketahui
secara langsung, sedangkan mutashabih baru dapat diketahui dengan memerlukan
penjelasan ayat-ayat lain.
B. Pandangan Para Ulama
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda
dalam memberikan pengertian muhkam dan mutasyabih, yakni sebagai berikut:
a) Ulama
golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang
diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena
dengan ditakwilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan
artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bias mengetahuinya.
Contohnya, terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf Muqaththa’ah.
b) Ulama
golongan Hanafiyah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas petunjuknya,
dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafal mutasyabih
adalah lafal yang samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal
pikiran manusia atau pun tidak tercantum dalam dalil-dalil nash (teks
dalil-dalil). Sebab, lafal mutasyabih termasuk hal-hal yang diketahui Allah
saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
c) Mayoritas
ulama golongan ahlul fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali satu
arah atau segi saja. Sedangkan lafal mutasyabih adalah artinya dapat
ditakwilkan dalam beberapah arah atau segi, karena masih sama. Misalnya, seperti
masalah surga, neraka, dan sebagainya.
d) Imam
Ibnu Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan, lafal muhkam adalah
lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa
membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafal yang tidak bisa berdiri sendiri
adalah lafal mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya, karena
adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal tersebut. Contohnya seperti lafal
yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal yang asing (gharib), lafal yang
berarti lain (lafal majaz), dan sebagainya.
e) Imamul
Haramain, bahwa lafal muhkam ialah lafal yang tepat susunan, dan tertibnya
secara biasa, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya sedangkan lafal
mutasyabih adalah lafal yang makna maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa
manusia, kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda atau isyaratyang
menjelaskannya. Contohnya seperti lafal yang musytarak, mutlak, khafi (samara),
dan sebagainya.
f) Imam
Ath-Thibi mengatakan, lafal muhlam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga
tidak mengakibatkan kemusykilan atau kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu
diambil dari lafal ihkam (Ma’khuudzul Ihkami) yang berarti baik atau bagus.
Contohnya seperti yang dhahir, lafal yang tegas, dan sebagainya. Sedangkan lafal
yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami, sehingga
mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Contohnya seperti lafal musytarak,
mutlak, dan sebagainya.
g) Imam
Fakhruddin Ar-Razi berpendapat lafal muhkam ialah lafal yang petunjuknya kepada
sesuatu makna itu kuat, seperti lafal yang nash, atau yang jelas, dan
sebagainya. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat,
seperti lafal yang global, yang musykil, yang ditakwili, dan sebagainya.
h) Ikrimah
dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang isi maknanya dapat
diamalkan, karena sudah jelas dan tegas, seperti umumnya lafal Al-Quran.
Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang isi maknanya tidak perlu diamalkan,
melainkan cukup diimani eksistensinya saja.
i) Muhkam
adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung
banyak wajah.
Jadi, jika semua definisi muhkam tersebut
dirangkum, maka pengertian muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui
dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan
tertibnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga
dapat diamalkan karena tidak dinasakh.
Sedangkan pengertian mutasyabih ialah
lafal-Al-Quran yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal
manusia karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri
sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan
cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu amalkan, karena merupakan ilmu yang
hanya dimonopoli Allah SWT.
Selain itu para ulama juga berlainan paham
mengenai kemuhkaman Al-Qur’an dan kemutasyabihatannya. Sebab dalam Al-Quran ada
ayat-ayat yang menerangkan bahwa semua Al-Quran itu muhkam, seperti surah Hud
ayat 1, dan ada pula ayat-ayat yang menjelaskan bahwa semuanya mutasyabih,
seperti ayat 23 surah Az-Zumar. Sebagaimana ada juga ayat-ayat yang menjelaskan
ada sebagian Al-Quran yang muhkam dan sebagian lain mutasyabih, seperti ayat 7
surah Ali Imran.
Ada tiga pendapat para ulama mengenai masalah
tersebut, sebagi berikut:
1. Pendapat pertama berpendirian, bahwa semua
Al-Qur’an itu muhkam, berdasarkan ayat 1 surah Hud: “كِتبٌ
أُحْكِمَتْ آيتُهُ” (suatu Kitab yang ayat-ayatnya tersusun
rapih).
2. Pendapat kedua mengatakan, bahwa Al-Qur’an
itu seluruhnya mutasyabihat, dalam arti yang saling bersesuaian yang sebagian
dengan bagian yang lain. Hal ini berdasarkan ayat 23 surah Az-Zumar:
اَللهُ
نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتَابًامُتَشَابِهًامَثَانِيَ تَقْشَعِرًّ مِنْهُ
جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ
Artinya: “Allah telah menurunkan
perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya)
lagi berulang ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya.”
3. Pendapat ketiga mengatakan, bahwa
Al-Qur’an itu terdiri dari dua bagian, yakni muhkam dan mutasyabih. Pendapat
ini berdasarkan ayat 7 surah Ali Imran.
Jika dilihat sepintas, seolah-olah hanya
pendapat ketiga yang benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam
Al-Qur’an. Tetapi jika diamati secara seksama, sebenarnya semua pendapat itu
benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam Al-Qur’an itu. Sebab ketiga
itu ada dalilnya dalam Al-Qur’an, dan semuanya juga benar cara istidhal
masing-masing. Yang berbeda hanya orientasi pendapat masing-masing.
Sikap para ulama terhadap ayat-ayat
mutasyabih terbagi dalam dua kelompok, yaitu:
1. Madzhab Salaf, yaitu para ulama
yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya
kepada Allah sendiri (tafwidh ilallah). Mereka menyucikan Allah dari
pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya
sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an. Di antara ulama yang masuk ke dalam
kelompok ini adalah Imam Malik yang berasal dari ulama mutaqaddimin.
2. Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang
berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat
Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka
umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin.
C.
Sebab-Sebab Turunnya Ayat Muhkam dan
Mutasyabih
Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab
adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat ialah karena Allah SWT menjadikannya
demikian itu. Allah SWT memisahkan atau membedakan antara ayat-ayat yang muhkam
dari yang mutasyabih, dan menjadikan ayat muhkam sebagai bandingan ayat yang
mutasyabihat.
Allah SWT telah berfirman:
هُوَالَّذِيْ
أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مْنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتَابِ
وَاُخَرُ مُتَشبِهتٌ
Artinya: “Dia-lah yang telah
menurunkan Al-K-itab (Al-Quran) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat
yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran, dan yang lain ayat-ayat
mutasyabihat.” (Q.S. Ali Imran: 7)
Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya
ayat-ayat muhkamat itu sudah jelas, yakni sebagaimana sudah ditegaskan dalam
ayat 7 surah Ali Imran di atas. Sedang sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat
dalam Al-Qur’an ialah karena ada kesamaran maksud syarak dalam ayat-ayat-Nya sehingga
sulit dipahami umat, tanpa dikatakan dengan arti yang lain, disebabkan karena
bisa ditakwilkan dengan bermacam-macam dan petunjuk pun tidak tegas,
karena sebagian besar merupakan hal-hal yang pengetahuannya hanya dimonopoli
oleh Allah SWT saja.
D.
Contoh Ayat –ayat Muhkam dan Mutasyabihat
Para ulama
memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam al-Qur'an dengan ayat-ayat yang
berkaitan dengan hukum. Seperti halal dan haram, kewajiban dan larangan, janji
dan ancaman. Adapun contoh ayat muhkam seperti berikut:
@ (Q.s al-maidah;3)
(المائدة : 3)…حُرّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتةُ وَالدّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَااُهِلّ لِغيْرِ اللهِ
بِه
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disenbelih atas nama selain Allah. (Al-Maidah : 3)
@ (Q.s albaqarah: 275)
(البقرة : 275)…حَلّ اللهُ
الْبَيْعَ وَحَرّمَ الرِّبوا
Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(Al-Baqarah : 275)
Sementara
ayat-ayat mutasyabih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifat-Nya,
seperti:
! (Q.S al-baqarah:255)
(البقرة: 255)وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْض
"Kursi-Nya meliputi langit dan bumi".
(البقرة: 255)وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْض
"Kursi-Nya meliputi langit dan bumi".
! (Q.S thahaa:5)
(طه: 5)لرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى اَ
"Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam di atas 'Arsy".
(طه: 5)لرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى اَ
"Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam di atas 'Arsy".
! (Q.S al Qamar:14)
(القمر: 14)جَزَاءًا لِمَنْ كَانَ
كُفِرَ تَجْرِى بِأَعْيُنِنَا
"(bahteranya nabi Nuh as) berlayar dengan pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar".
"(bahteranya nabi Nuh as) berlayar dengan pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar".
! (Q.S al fath:10)
(الفتح: 10)يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيْهِمْ
إِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إِنَّمَايُبَايِعُوْنَ اللهَ
"Sesungguhnya orang-orang yang membai'at-mu ya Rasul, mereka-lah yang berikrar menerima (bahwa Tuhan mereka) adalah Allah. Tangan Allah diatas tangan-tangan mereka".
"Sesungguhnya orang-orang yang membai'at-mu ya Rasul, mereka-lah yang berikrar menerima (bahwa Tuhan mereka) adalah Allah. Tangan Allah diatas tangan-tangan mereka".
! (Q.S.al qashash:88)
(قصص: 88)وَلاَتَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ
"dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah".
(قصص: 88)وَلاَتَدْعُ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لاَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ
"dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah".
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka macam-macam ayat mutasyabihat itu ada tiga macam, sebagi berikut:
1) Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat
diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. contohnya, seperti Dzat
Allah SWT, hakikat sifat-sifat-Nya, waktu datangnya hari kiamat, dan
sebagainya.
2) Ayat-ayat yang mutasyabihat yang dapat
diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang
mendalam. Contohnya, seperti merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak,
mengkayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya.
3) Ayat-ayat yang
mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan
oleh semua orang, apalagi orang awam. Hal-hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui oleh Allah SWT
dan orang-orang yang rasikh (mendalam) ilmu pengetahuannya.
E.
Hikmah Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
1) Hikmah Ayat-Ayat Muhkam
Adanya ayat-ayat Muhkamat dalam Al-Quran,
jelas akan memberikan hikmah bagi manusia, hikmah tersebut diantaranya ialah:
a) Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya
orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah
jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b) Memudahkan bagi manusia mengetahui arti
dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya
agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c) Mendorong umat untuk giat memahami,
menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya
telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
d) Menghilangkan kesulitan dan kebingungan
umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya
sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau
penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.
2)
Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabih
Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat
mutasyabihat di dalam Al-Quran dan ketidakmampuan akal untuk mengetahuinya
adalah sebagai berikut:
a) Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana
Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan
anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan
tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri
kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal
terhadap Allah karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk
mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
b) Teguran bagi orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma
yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang
yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya
untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la
tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu
ladunni.
c) Membuktikan kelemahan dan kebodohan
manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan
kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan
kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
d) Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran,
ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa
kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
Agen Casino Terbaik
BalasHapusAgen Situs Terbaik
https://bit.ly/2ENk1VF
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:
*Bonus New Member 120%
*Bonus New Member 50%
* Bonus New Member 30%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn
-www.jeruk88.com