Senin, 25 November 2013

Strategi Mempercepat Kekayaan "Kewirausahaan"

A.      Pengertian Kewirausahaan[1]
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti : pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.
Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa:
1.      Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.
2.      Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Wirausaha (entrepreneur) diartikan sebagai  seorang inovator dan penggerak pembangunan.  Bahkan, seorang wirausaha merupakan katalis yang  agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.  Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alat-alat produksi dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan (McClelland, 1961). Wirausaha adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, dan pembagian kekayaan yang bergantung pada kerja keras dan pengambilan resiko (Bygrave, 2004).[2]
Jadi wirausaha itu mengarah kepada orang yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan kewirausahaan menunjuk kepada sikap mental yang dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan.

B.       Strategi Mempercepat Kekayaan dengan Berwirausaha
Trik mendapatkan kesuksesan dan kekayaan, yakni dengan membangun bisnis sendiri atau berwirausaha. Banyak orang yang telah berhasil mencapai yang namanya kebebasan finansial setelah mereka membuka bisnis sendiri.[3] Namun, kegiatan wirausaha yang dilakukan harus memenuhi karakteristik wirausaha yang baik agar mampu mencapai kesuksesan dalam menjalankan bidang usaha yang dimilikinya serta mendapatkan kesuksesan financial (kekayaan) dengan cepat dan benar.
Karakteristik yang umumnya dimiliki seorang wirausahawan[4] :
1.        Inovatif
Inovasi adalah kemampuan seorang wirausahawan menemukan solusi. Orientasi kewirausahaan erat kaitannya dengan karakteristik personal. 5 karekteristik personal menurut Lumpkin dan Dess:
a)    Motif berprestasi banyak ditemukan pada seorang wirausahawan dari pada pada seorang manajer. Motif berprestasi terkait dengan sifat proaktif dan kreatif inovatif.
b)   Ada lagi kebutuhan berafiliasi, yaitu keinginan untuk dekat dengan yang lain untuk memastikan dirinya diterima. Gaya kewirausahaan dapat dikaitkan dengan kebutuhan afiliasi. Kebalikan dari hubungan afiliasi adalah keproaktifan. Keproaktifan menghendaki orientasi ke masa depan, sedangkan hubungan afiliasi lebih memperhatikan status quo agar dapat menjaga hubungan dengan yang lain.
c)    Lalu ada yang namanya posisi control. Orang dengan posisi control internal percaya bahwa mereka dapat mengontrol segala hal yang terjadi dalam kehidupannya, sedangkan yang eksternal percaya bahwa segala peristiwa adalah keberuntungan. Posisi control internal terkait dengan keinginan menjadi wirausahawan dan mempengaruhi kinerjanya. Menurut McClelland (1961), orang yang mempunyai keinginan kuat untuk mencapai sesuatu sering menekukan jalannya menjadi seorang wirausahawan dan berhasil.
d)   Yang berikutnya adalah keberanian mengambil resiko, yaitu perspsi seseorang atas kemungkinan memperolah keuntungan bila rencananya sukses sebelum ia memikirkan konsekuensinya bila gagal. Keberanian mengambil resiko membedakan antara wirausahawan, bukan wirausahawan dan manajer.
e)    Lalu yang terakhir, toleran atas ketidakpastian atau ambiguitas. Toleran atas ketidakpastian berkaitan dengan kreatifitas personal dan kemampuan menghasilkan lebih banyak gagasan saat curah pendapat.
Para wirausaha menggunakan proses inovasi sebagai alat pemberdayaan sumber-sumber untuk menciptakan suatu nilai barang dan jasa. Proses inovasi dikendalikan oleh kreativitas. Kreativitas merupakan mata rantai antara pengetahuan pengenalan cara baru untuk mengombinasikan sumber-sumber dan proses pengembangan pengetahuan secara sistematis ke dalam suatu inovasi yang digunakan di pasar.[5]
2.        Berani mengambil resiko.
Karakteristik seorang wirausahawan lainnya adalah kemauan menanggung resiko. Seorang wirausahawan dengan perhitungan yang matang berani menanggung resiko jika perhitungan yang salah.
3.        Terobsesi oleh kesempatan
Seorang wirausahawan selalu mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada untuk menciptakan produk atau jasa yang baru atau lebih baik dari yang sudah ada. Ksempatan dapat muncul karena adanya produk baru seperti munculnya telephone seluler, computer, dll.
4.        Kreatif
Berbagai factor teori kreatifitas dalam pendekatan konvergensi (confluence approach) menurut Baron dan Share adalah:
a.    Keterampilan intelektual, kemampuan melihat masalah dengan cara baru.
b.    Pengetahuan dasar yang luas dan kaya.
c.    Cara berfikir yang tepat.
d.   Memiliki kepribadian seperti berani mengambil resiko dan toleran.
e.    Mempunyai motivasi intrinsic dan berorientasi pada tugas.
f.     Lingkungan yang menunjang kreatifitas.
5.        Memiliki motif berprestasi 
Orang yang mulai berbisnis adalah mereka yang merasakan dan mempunyai keyakinan diri yang kuat. Jika kita akan menempatkan uang kita pada ririko tertentu, kita harus mempunyai keyakinan kuat bahwa kita akan berhasil. Jika mau berwirausaha kita harus mempunyai kebutuhan berprestasi “Need for Achivement” yang kuat. Wirausahawan yang berhasil dicirikan oleh dorongan atau motivasi (drive), kemampuan berfikir, kompetensi hubungan manusia, keterampilan teknis dan komunikasi.
6.        Mampu mengerjakan tugas dengan lebih baik.
Wirausahawan harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melaksanakan sebuah tugas dengan lebih baik dari pada yang lainnya. Bakat merupakan modal untuk mencapai suatu keberhasilan, bakat juga merupakan penyelesaian. Jika kita dapat memenuhi pekerjaan secara penuh berarti kita berhasil menyelesaikannya.
7.        Kesabaran dan kesiapan
Memulai usaha apapun selalu beresiko gagal, kesulitan dana dan lainnya. Agar berhasil diperlukan waktu, kesabaran dan kesiapan dalam menghadapi kendala-kendala yang datang menghadang.
8.        Tidak menunggu semua ada
Memulai usaha tidak perlu menunggu semua ada. Yang harus kita lakukan adalah memanfaatkan yang ada dan melengkapi sambil berjalan. Yang paling esensial untuk memulai bisnis adalah ide dan gagasan dan bagaimana mewujudkannya.
9.        Memiliki hubungan social yang baik
Memulai usaha seringkali perlu bantuan orang lain seperti keluarga, teman, dan bank. Namun sebelum mencari dukungan dari orang lain kita harus mulai dari diri sendiri.
10.    Menyukai apa yang kita lakukan.
Modal utama menjalani usaha adalah menyenangi usaha yang kita lakukan. Tanpa minat kita akan mudah menyerang ditengah jalan bila mengalami berbagai persoalan.
11.    Menguasai ilmu dalam bidang usaha yang dilakukan.
Yang dimaksud dengan  ilmu adalah segala sesuatu yang menyangkut usaha yang akan kita lakukan dengan bermodalkan ilmu (skill) yang memadai paling tidak usaha yang kita hadapi tidak tersendat. Konsumen cemdrung membeli barang atau jasa ditempat yang baik pengelolaannya atau penyajiannya baik.
12.     Memiliki modal usaha
Wirausahawan yang akan membuka usaha juga memerlukan modal. Modal dapat berupa modal sendiri atau kerja sama dengan orang lain.selain itu, modal juga dapat berupa hubungan baik dan kepercayaan.
13.    Amanah dan jujur
Terakhir wirausahawan harus amanah, jujur, dan teliti. Seorang wirausahawan harus harus menepati janji, tidak menipu pelanggan, dan tetep memegang teguh pendirian.
14.    Mengenali kesempatan
Salah satu upaya agar kita mengenali kesempatan adalah mempunyai akses atas informasi dan mampu memanfaatkannya sebaik mungkin. Upaya kea rah itu dapat dilakukan melalui pekerjaan yang menyeruplai mereka dengan informasi.

C.      Penggunaan Faktor Kali dalam Bisnis
Studi mengenai wealth management (atau cara mengelola kekayaan) menyimpulkan bahwa ada satu rahasia besar namun sangat simpel yang membuat orang bisa menjadi kaya raya. Mereka menyebut cara simpel itu sebagai : leverage (daya ungkit). Atau : X Factor. Dalam bahasa kita disebut sebagai : faktor kali (multiplier effect).[6]
Yang dimaksud dengan faktor kali adalah kita harus selalu mencari orang / perusahaan / negara / yayasan / teknologi / media massa yang sama sekali sentuh berefek multiplier setiap kali melakukan usaha/bisnis. Bagaimanakah orang-orang kaya, dengan waktu yang sama mampu menghasilkan ribuan kali lebih banyak dibandingkan dengan orang biasa? Banyak orang selalu melakukan pekerjaannya dengan prinsip bekerja dengan keras. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa bekerja haruslah sekeras mungkin. Namun, kita harus ingat akan keterbatasan situasi, kondisi, serta waktu kita. Satu hari hanya terdiri atas 24 jam. Oleh karena itu, kita harus punya cara lain selain bekerja keras agar kita bisa menghasilkan ribuan kali lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Jika cara marketing kita tepat, kita pun akan bisa mendapatkan ribuan kali lebih banyak dibandingkan orang lain pada umumnya.[7]
Tiga contoh sederhana berikut akan menjelaskan apa itu faktor kali.[8] Seorang anak muda lulusan D-3 usia 35-an yang membuka lapak untuk berjualan es cendol di sudut pusat perbelanjaan. Ia bercerita keuntungan bersih dari jualan es cendol itu sebulan mencapai 3 juta. sebab ia punya 10 lapak. 10 lapak itu adalah faktor kali. Dan dengan itu, dalam sebulan ia bisa menggenggam 30 juta dengan mulus.
Contoh lain adalah seseorang yang punya usaha menyediakan jasa outsourcing tenaga office boy atau OB. Untuk setiap tenaga OB ia meminta fee 50 ribu/bulan dari kliennya – sebuah angka yang lazim diberlakukan oleh penyedia jasa outsourcing. Angka yang cukup kecil sebenarnya. Dia memasok 1000 tenaga OB setiap bulannya, di berbagai pabrik yang tersebar di Jabodetabek. 1000 orang OB itu adalah faktor kali. Dan dengan faktor kali ini, rekan saya itu mendapat 50 juta per bulan dengan mulus.
Contoh terakhir adalah anak muda yang kena PHK, dan kemudian mendirikan usaha berjualan obat herbal secara online. Melalui web yang melintas batas dunia maya, ia berhasil menjaring 100-an reseller yang menjadi partner usahanya. 100-an reseller itu adalah faktor kali. Dan inilah yang membuat anak muda penjual obat herbal itu bisa mendapat keuntungan bersih Rp 25 juta per bulan.
Dari tiga contoh diatas menjadi jelas apa itu FAKTOR KALI. Inilah sebuah faktor yang membuat rezeki kita bisa meningkat berkali-kali lipat; tanpa kita harus melipatgandakan tenaga/diri kita. Sebab dengan faktor kali, kita memanfaatkan orang lain untuk menggelembungkan kekayaan kita.
Nah sayangnya, bagi yang bekerja sebagai karyawan, tidak akan bisa menemukan faktor kali itu. Bahkan sebaliknya, mereka lah yang dimanfaatkan (atau di-eksploitasi) untuk menjadi faktor kali bagi juragan pemilik bisnis dimana mereka bekerja. Juragan pemilik bank misalnya, bisa santai namun bisnisnya tetap terus mekar. Sebab ribuan kantor cabang dan karyawan didalamnya, telah menjadi faktor kali yang melipatgandakan kekayaan sang juragan besar itu. Jadi, kita hanya akan bisa mendapatkan faktor kali, jika kita punya usaha atau bisnis sendiri. Menjadi entrepreneur atau berwirausaha.
Selain itu, Faktor Kali juga bisa didapatkan dengan cara :[9]
1.      Menggunakan Publikasi
2.      Menggunakan Iklan atau Promosi
3.      Menggunakan Tenaga Pemasaran/Sales
4.      Menggunakan Tokoh atau Model
5.      Membuka Cabang Sebanyak Mungkin
6.      Menjual Secara Grosir
7.      Menggunakan Internet
8.      Berada di Lokasi yang Strategis dan Ramai.

D.      Kiat – kiat Menjadi Kewirausahaan yang Sukses
1.             Kiat Sukses Berwirausaha Nabi Muhammad SAW[10]
Kesuksesan adalah impian setiap orang. Begitu juga dengan para pebisnis. Bicara tentang kesuksesan pebisnis. Rasulullah adalah teladan kita. Kesuksesan Beliau dapat kita pelajari. Karena menurut Rasulullah, perniagaan adalah salah satu pintu rizki yang menggiurkan.
Rasulullah pun telah membuktikannya, bagaimana perniagaan dapat memberikan keuntungan yang luar biasa. Apa rahasia kesuksesan yang diterapkan oleh Rasulullah saw sehingga beliau bisa mengembangkan bisnisnya diberbagai penjuru dunia. Menurut Prof. Laode, PH.D dalam buku Rasulullah Business’ School, ada 12 rahasia bisnis Rasulullah yang dapat kita pelajari dan kita terapkan dalam mengembangkan bisnis, diantaranya adalah:
a)   Menjadikan Bekerja sebagai ladang menjemput syurga: Rasulullah menganggap bekerja adalah termasuk ibadah manusia kepada Allah yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan berharap hasil terbaik dalam hidupnya. Sebagai diriwayatkan dalam hadist berikut ini: “Sesungguhnya Allah sangat senang jika salah satu di antara kalian mengerjakan suatu pekerjaan yang dengan tekun dan sungguh-sungguh”.
b)   Menerap Kejujuran dan Kepercayaan: Kejujuran dan kepercayaan adalah dua hal yang mutlak dalam melanggengkan bisnis yang kita bangun. Tidak adak tawar menawar dalam masalah ini.  Kejujuran yang kita miliki akan menumbuhkan kepercayaan dari orang lain. Karena orang yang amanah pasti dapat dipercaya.
c)    Tak hanya jago mimpi, tapi harus jago mewujudkan mimpi itu; mimpi tanpa diiringi dengan tindakan hanyalah tinggal mimpi belaka. Ketika kita punya mimpi wujudkan dalam tindakan, tentukan langkah-langkahnya sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
d)   Berfikir visioner, kreatif, dan siap menghadapi perubahan: Sebagai seorang pebisnis ulung harus memiliki pemikiran terdepan, mampu menganalisis perkembangan bisnisnya di masa yang akan datang, seperti apa perkembangan yang akan ia inginkan. Tentunya juga diperlukan sikap kreatif. Mampu menangkap peluang-peluang yang ada dan senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
e)    Rasulullah memiliki planning dan goal setting yang jelas; Dalam berbisnis juga perlu perencanaan yang matang, keberhasilan seperti apa yang kita impikan. Dengan demikian kita bekerja sesuai dengan konsep keteraturan yang sudah kita rancang sebaik mungkin. Jika ada kegagalan akan lebih mudah menganalisisnya.
f)    Pintar mempromosikan diri; Pebisnis ulung adalah pebisnis yang mampu mempromosikan dirinya dalam kesempatan apapun. Tidak hanya bisnis yang ia punya, namun pribadinya dapat menjadi asset yang dapat menggaet relasi sebanyak-banyaknya untuk memperkuat kerajaan bisnis yang ia bangun.
g)   Menggaji karyawan sebelum keringatnya mengering; dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Baihaqi mengatakan bahwa;” Berikanlah gaji atau upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya dan beritahukan ketentuan gaji/upahnya, terhadap apa yang dikerjakannya”. Gaji yang diberikan kepada karyawan hendaklah dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Dengan memberikan gaji tepat waktu dapat menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan
h)   Mengetahui Rumus, “Bekerja dengan Cerdas”; maksudnya adalah mampu memanfaatkan waktu yang terbatas dengan hasil kerja yang maksimal.
i)     Mengutamakan sinergi; mampu menggandeng orang lain untuk bersama-sama dalam memajukan bisnis. Pebisnis cerdas akan menyadari bahwa tidak semua hal dapat ia lakukan sendiri, maka disinilah letaknya kerjasama untuk melengkapi kekurangan-kekurangannya dalam berbisnis.
j)     Pandai bersyukur dan berucap terima kasih; Orang yang senantiasa bersyukur adalah orang merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah SWT. Senantiasa bersyukur dengan kondisi apapun yang ia terima. Rasa syukur inilah akan mengundang nikmat-nikmat Allah lainnya.
k)   Berbisnis dengan Cinta; Melakukan segala sesuatu dengan cinta akan terasa perbedaannya, jika dibandingkan dengan keterpaksaan. Berbisnis dengan cinta akan membuat kita menikmati apa yang kita kerjakan. Tiada tekanan karena kita melaksanakannya dengan sepenuh hati. Bekerja dengan cinta akan mendatangkan ketenangan dan semangat dalam diri kita.
l)     Be The best: Menjadi manusia paling bermanfaat;
Tangan di atas, itu lebih baik daripada tangan di bawah” (HR. Bukhari). Hadis ini menjelaskan ciri orang yang senantiasa selalu membantu orang lain. Dengan ilmu, harta, dan keahlian menjadi modal untuk menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. Hal inipun bisa diterapkan juga oleh  pebisnis ulung. Karena ia menyadari harta, ilmu, dan keahlian yang dia miliki hanyalah titipan yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Nabi Muhamad SAW dan para Sahabat tidak hanya mengajarkan konsep menjadi kaya tapi sudah memberi contoh yang sangat jelas dan detail agar kita cepat kaya dengan cara Islam yaitu dengan berdagang atau jadi pengusaha ,karena Nabi dan para Sahabatnya adalah pedagang ulung.
2.             Kiat Sukses Berwirausaha Bill Gates
Bos Microsoft ini adalah orang terkaya di muka bumi ini. Gates memiliki 398 juta lembar saham di Microsoft atau sebesar 4,8%. Sejak pembuat perangkat lunak itu go public pada 1986, Gates telah menjual lebih dari US$29 miliar saham dan meraup US$7,5 miliar dividen.[11]
Melalui usaha kerasnya, perusahaan yang ia dirikan yang bernama Microsoft Corporation menjadi sukses dan Bill Gates melambung menjadi seorang jutawan. Di tahun 1990 Bill Gates sukses merilis sistem operasi yang sangat sukses di pasaran dunia. [12]
Kiat-kiat sukses Bill Gates :
a)      Banyak Belajar
b)      Visi Jangka Panjang
c)      Bertindak Segera
d)     Menerima Kritikan
e)      Mempelajari Teknologi
3.             Kiat Sukses Chairul Tanjung
Chairul Tanjung (CT) adalah konglomerat Indonesia yang namanya berada di urutan 937 dari 1000 orang terkaya di dunia versi majalah Forbes dengan total kekayaan senilai USD 1 miliar. Ayah CT adalah A.G. Tanjung, wartawan Orde Lama yang dulu pernah menerbitkan lima surat kabar beroplah kecil.[13]
Pekerjaan yang dilakukan CT berbeda jauh dengan disiplin ilmu yang ditekuninya di bangku kuliah. Ketika menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi UI tahun 1981, CT mengalami kesulitan finansial untuk biaya kuliah. Saat itulah kemampuannya berbisnis diasah. Ia mulai berbisnis kecil-kecilan menjual buku kuliah stensilan, kaos, dan sebagainya. Kemudian ia memiliki toko peralatan laboratorium dan kedokteran di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, namun mengalami kebangkrutan. 
Semua kesuksesan yang Ia genggam saat ini tentunya tidak Ia raih secara instan. Lika-liku kegagalan dalam membangun sebuah usaha pastinya tak pernah luput dari perjalanannya. Namun baginya, kegagalan adalah sahabat terbaik bagi Chairul Tanjung. Karena dari sebuah kegagalan, Ia bisa belajar tentang banyak hal baru.
Ada tiga Kunci sukses Chairul Tanjung dalam membangun bisnis yaitu :[14]
a.      Kerja Keras, “Seorang calon pengusaha tidak boleh cengeng dan mudah menyerah,” tegas Chairul Tanjung.
b.      Kerja Cerdas, Selain kerja keras, seorang pengusaha juga dituntut untuk bisa kerja cerdas. Sebab, ketika Anda terjun menjadi seorang entrepreneur, maka secara tidak langsung Anda juga harus bisa membuat perencanaan yang baik, mengambil keputusan dengan tepat, dan mengatasi semua kendala usaha dengan cerdas.
c.       Kerja Ikhlas, Ketika Anda sudah bekerja keras dan bekerja cerdas, maka kunci sukses yang terakhir adalah kerja ikhlas. Setelah semuanya Anda kerjakan dengan optimal, maka selanjutnya serahkan segala keputusan kepada Yang Maha Kuasa.



Perbedaan Postulat/Prinsip dan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
Kewajiban melaksanakan pembukuan (akuntansi) yang tertuang dalam salah satu pernyataan Allah (QS, 2:282), menunjukkan betapa pentingnya akun-tansi bagi masyarakat Muslim. Fenomena akuntansi syari’ah diharapkan dapat mewakili kebutuhan akan laporan keuangan yang benar-benar jujur, adil, dan dapat dipercaya kerena laporan keuangan akuntansi syari’ah berbasiskan pada syari’ah, dan syari’ah sendiri memiliki tujuan mulia yakni “menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia”. Dengan demikian, tepat kiranya bila prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dapat dijadikan solusi alternatif dalam menjaga akuntabilitas laporan keuangan
Banyaknya lembaga keuangan Islam yang telah berkembang di dunia, menimbulkan berbagai wacana mengenai bagaimana seharusnya pencatatan dalam keuangan dan akuntansi dalam lembaga keuangan Islam itu dibuat dan apakah akuntansi yang ada sekarang telah mampu mewakili dari tujuan dalam operasional lembaga keuangan Islam. Dalam Accounting Postulate and Principles From an Islamic Perspective (Review of Islamic Economics) oleh Eltegani Abdulgader Ahmed mencoba untuk mencari kesesuaian antara postulat dan prinsip akuntansi yang berlaku saat dilihat dari perspektif Islam yang didalamnya membahas mengenai kesesuaian postulat dan prinsip dipandang dari perspektif Islam.[1]
Akuntansi secara sosiologis saat ini telah mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988; Triyuwono 2000a; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006).
Ketika akuntansi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter akuntansi pasti kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika akuntansi memiliki kepentingan ekonomi-politik MNC’s (Multi National Company’s) untuk program neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme ekonomi pula (Mulawarman 2007d).
Sayangnya, yang terjadi saat ini adalah praktek dari sistem akuntansi barat yang lebih mengarah kepada sistem bebas nilai guna meraih keuntungan sebesar – besarnya. Tapi apakah sistem akuntansi barat tersebut telah berhasil memakmurkan kehidupan seluruh umat manusia secara global ? Ternyata tidak. Karena sistem akuntansi tersebut hanyalah ciptaan dari manusia, maka sistem akuntansi barat tersebut tetap tidak akan sempurna. Terbukti dengan krisis global yang melanda seluruh dunia akibat dari gagalnya sistem akuntansi konvensional yang digadang – gadang oleh barat. Sekarang setelah sistem akuntansi konvensional yang ada telah gagal, adakah solusi yang masuk akal untuk mengatasi segala krisis yang ada. Sistem akuntansi syariah bisa menjadi solusinya.[2]

B.                 Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, dapat penulis rumuskan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1.                  Apa Perbedaan Postulat / Prinsip Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam ?
2.                  Apa Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam ?



C.                Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari rumusan masalah yang ada, tujuan dari penulisan ini ialah :
1.                  Mendeskripsikan Perbedaan Postulat / Prinsip Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam.
2.                  Mendeskripsikan Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam.

D.                Manfaat penulisan
1.                  Manfaat penulisan bagi pembaca yaitu sebagai informasi bagi pembaca untuk dapat mengetahui informasi mengenai Perbedaan Postulat/Prinsip dan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam.
2.                  Manfaat penulisan bagi penulis yaitu untuk menambah wawasan, serta mengembangkan cakrawala penulis tentang Perbedaan Postulat/Prinsip dan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam.

E.                 Metode penulisan
Metode penulisan ini adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku reference dan mars media melalui internet serta sumber-sumber terpercaya lainnya.

F.                 Sistematika Penulisan
Sistimatika penulisan ini adalah terdiri dari tiga bab. Bab pertama berisi Pendahuluan, meliputi Latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Sedangkan Bab kedua berisi Pembahasan. Bab tiga merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran.


BAB II
PEMBAHASAN[3]

A.                Perbedaan Postulat / Prinsip Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam
Postulat Akuntansi adalah pernyataan yang dapat membuktikan kebenarannya sendiri atau disebut juga aksioma yang sudah diterima karena kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, yang menggambarkan aspek ekonomi, politik, sosiologis, dan hokum dari suatu lingkungan dimana akuntansi itu beroperasi.[4]
Secara prinsip terjadi beberapa perbedaan yang mendasar, akuntansi konvensional lebih memberi kelonggaran penilaian laporan keuangan dengan menilai hanya terbatas pada kewajaran (kebenaran relatif) yang merujuk pada standar yang berlaku, sedangkan akuntansi syari’ah tuntutannya adalah kebenaran hakiki (al-haq) atau kebenaran moral yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, walaupun di satu sisi akuntansi syari’ah juga harus merujuk pada standar tetapi standar tidak dimaksudkan sebagai pembenaran, artinya laporan yang dibuat sesuai dengan standar tidak selalu benar menurut syari’ah, bila secara substansi laporan menyimpang dari prinsip-prinsip syari’ah (Hidayat, 2002a:88-89).
            Akuntansi konvensional lebih pada pemenuhan ketentuan standar-standar yang dibuat oleh manusia, sedangkan akuntansi syari’ah, mencoba menemukan apa yang seharusnya dibuat sesuai dengan anjuran Tuhan (wahyu), dalam tataran ini akuntansi syari’ah tidak hanya diikat agar berada pada koridor standar akun-tansi tetapi diikat pula dengan pertanggungjawaban dihadapan Tuhan (normatif religius).
            Dari segi tujuan, antara akuntansi konvensioanal dengan akuntansi syari’ah memiliki kemiripan yang hampir sepadan, karena beberapa poin tujuan memang sama, seperti dalam hal laporan keuangan sebagai pemasok informasi, hanya pada titik tekan tertentu akuntansi konvensional memberikan laporan kinerja historis yang memberikan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan sebagai alat dalam pengambilan keputusan bisnis, sedangkan akuntansi syari’ah bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan yakni pemenuhan kewajiban zakat secara benar, hal ini menjadikan akuntansi syari’ah memiliki titik tekan tujuan pada pertanggungjawaban (akuntabilitas) dihadapan Tuhan. Dengan kata lain laporan keuangan akuntansi konvensional titik tekan tujuan pada pemberian informasi, sedangkan laporan keuangan akuntansi syari’ah titik tekannya pada pertanggungjawaban (akuntabilitas).
            Laporan keuangan pokok akuntansi konvensional yang terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, dan laporan arus kas, sedangkan pada akuntansi syari’ah masih ditambah lagi laporan keuangan lainnya yang harus disampaikan yaitu laporan zakat. Bahkan ada beberapa laporan keuangan yang dibutuhkan oleh bank syari’ah antara lain laporan investasi tidak bebas penggunaan, laporan sumber dan penggunaan dana qardh (Media Akuntansi, 2000:21).

Menurut Haniffa dan Hudaib (2001); Muhammad (2002:16) Perbedaan Postulat antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syari’ah, yang meliputi:
1.      Entitas, akuntansi konvensional mengakui adanya pemisahan antara entitas bisnis dan pemilik, dalam akuntansi syari’ah entitas tidak memiliki kewajiban yang terpisah dari pemilik.
2.      Going concern, bisnis terus beroperasi sampai dengan tujuan tercapai (akuntansi konvensional), kelangsungan usaha tergantung pada kontrak dan kesepakatan yang didasari oleh saling ridha (akuntansi syari’ah).
3.      Periode akuntansi, meskipun ada kesamaan dalam menentukan periode akuntansi selama 12 bulan (satu tahun) namun akuntansi konvensional periode dimaksudkan mengukur kesuksesan kegiatan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi syari’ah periodisasi bertujuan untuk penghitungan kewajiban zakat.
4.      Unit pengukuran, akuntansi konvensional menggunakan unit moneter sebagai unit pengukuran, akuntansi syari’ah menggunakan harga pasar untuk barang persediaan, dan emas sebagai alat ukur dalam penghitungan zakat.
5.      Pengungkapan penuh (menyeluruh), pengungkapan ini ditujukan sebagai alat dalam pengambilan keputusan, dalam akuntansi syari’ah pengungkapan penuh ditujukan untuk memenuhi kewajiban kepada Allah swt., kewajiban sosial, dan kewajiban individu.
6.      Obyektivitas, bebas dari bias subyektif, dalam akuntansi syari’ah obyektivitas dimaknai dengan konsep ketakwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban,
7.      Meterialitas, ukuran materialitas dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi terhadap pengambilan keputusan, sedangkan akuntansi syari’ah mengakui materialitas berkaitan dengan pengu-kuran yang adil dan pemenuhan kewajiban kepada Allah, sosial, dan individu.
8.      Konsistensi, yang dimaksudkan adalah pencatatan dan pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima oleh umum, dalam akuntansi syari’ah konsistensi dimaknai dengan pencatatan dan pelaporan secara konsisten sesuai dengan prinsip syari’ah.
9.      Konservatisme, akuntansi konvensional memilih teknik akuntansi yang paling memberikan pengaruh kecil terhadap pemilik, sedangkan akuntansi syari’ah memilih teknik akuntansi yang paling mengun-tungkan (berdampak posistif) bagi masyarakat. Secara jelas perbandingan dapat diamati dalam tabel berikut.
Perbedaan Postulat
Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syari'ah






No.
Postulat
Akuntansi Konvensional
Akuntansi Syari'ah






1
Entitas
Pemisahan antara entitas bisnis dan pemilik
Entitas didasarkan pembagian laba




Entitas tidak memiliki kewajiban




terpisah dari pemilik.






2
Going Concern (Kesinambungan)
Bisnis terus beroperasi sampai ter capai tujuan dan semua asset ter jual.
Kelangsungan usaha tergantung pa da kontrak persetujuan anatar pihak yang terlibat dalam kegaiatan bagi hasil.






3
Periode Akuntansi
Akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan untuk mengukur sukses-tidaknya kegiatan perusahan
Tahun hijriyah untuk perhitungan zakat, kecuali untuk sektor pertanian berdasarkan musim panen






4
Unit Pengukuran
Pengukuran nilai moneter
Kuantitas atau harga pasar untuk




ternak, barang pertanian, dan emas untuk memenuhi kewajiban zakat.






5
Pengungkapan Penuh (Menyeluruh)
Untuk tujuan pengambilan keputusan.
Untuk menunjukkan pemenuhan kewajiban kepada Allah, kewajiban sosial, dan kewajiban individu.






6
Obyektivitas
Kepercayan terhadap pengukuran yaitu bebas dari bias subyektif
Berhubungan erat dengan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban.






7
Materialitas
Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi terhadap pengambilan keputusan
Berkaitan dengan pengukuran yang adil dan pemenuhan kewajiban kepada Allah, sosial, dan individu.






8
Konsistensi
Dicatat dan dilaporkan secara kon sisten sesuai GAAP
Dicatat dan dilaporkan secara kon sisten sesuai dengan prinsip syari'ah






9
Konservatisme
Memilih teknik akuntansi yang paling memberikan pengaruh kecil terhadap Pemilik
Memilih teknik akuntansi yang paling menguntungkan (dampak posistif) bagi masyarakat.













B.                 Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dan Akuntansi Islam
Menurut Baydoun dan Willet (1994:82) memetakan perbe-daan karakteristik akuntansi konvensional dengan akuntansi syari’ah sebagai berikut:
1.      Sistem akuntansi, akuntansi konvensioanal berdasarkan ekonomi yang rasional, sedangkan akuntansi syari’ah berdasarkan pada ketauhidan.
2.      Prinsip, prinsip akuntansi konvensional yang sekuler, individualis, memaksimalkan keuntungan, dan penekanan pada proses, akuntansi syari’ah berdasarkan pada prinsip syari’ah, kepentingan umat, keuntungan yang wajar, persamaan, dan rahmatan li al-‘alamin.
3.      Kriteria, akuntansi konvensional berdasarkan pada hukum perdagangan masyarakat kapitalis modern, penyajian informasi yang sangat terbatas, informasi yang diajukan atau pertanggungjawaban kepada pemilik, dalam akuntansi syari’ah kriteria berdasarkan pada etika yang bersumber pada hukum Al-Qur’an dan Sunnah, pengungkapan yang menyeluruh (full disclosure) untuk memenuhi kebutuhan informasi keuangan yang sesuai dengan syari’ah dan memenuhi kebutuhan Islamic Finance Report User, pertanggungjawaban kepada umat (masyarakat luas) [khususnya dalam memanfaatkan sumber daya] (lihat tabel berikut).








Perbedaan Karakteristik Akuntansi Konvensional dengan Akuntansi Syari'ah






No.
Karakteristik
Akuntansi Konvensional
Akuntansi Syari'ah






1
Sistem Akuntansi
Ekonomi yang rasional
Ketauhiddan (unity of God)






2
Prinsip Akuntansi
Sekuler
Syari'ah



Individualis
Kepentingan umat



Memaksimalkan keuntungan
Keuntungan yang wajar



Survival of the fittest
Penekanan pada proses
Persamaan Rahmatan li al-'alamin











3
Kriteria
Berdasarkan pada hukum perdagangan masyarakat kapitalis modern
Berdasarkan pada etika yang ber sumber pda hukum Al-Qur'an dan Sunnah













Penyajian informasi yang sangat Terbatas
Full disclosure untuk memenuhi




ketuhan informasi keuangan yang sesuai dengan syari'ah dan memenuhi kebutuhan Islamic Financial Report User








Informasi yang ditujukan pada per tanggungjawaban kepada pemilik modal
Pertanggungjawaban kepada umat/ masyarakat luas (khususnya dalam memanfaatkan sumberdaya).







BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Dalam menilai penggunaan postulat dan prinsip akuntansi harusnya kita bisa melihat dalam paparan mana akuntansi diterapkan, jika kita berbicara mengenai akuntansi maka kita harus melihat lembaga apa yang menggunakannya. Jika berbicara mengenai akuntansi syariah maka kita harus melihat tujuan, arah, dan bagaimana komponen syariah itu di dalam akuntansi. Menurut kelompok kami atas analisa jurnal dan berbagai sumber maka kami lebih menyepakati bahwa lembaga keuangan syariah harusnya menggunakan sistem akuntansi yang berbasis pada syariah dimana nilai-nilai ”langit” terdapat didalamnya dan nilai pertanggungjawaban atas laporan keuangan tidak hanya kepada manusia namun juga pertanggungjawaban kepada Allah SWT.

B.                 Saran
Solusi terbaik adalah sistem akuntansi syariah untuk lembaga keuangan syariah harus diterapkan secara konsisten. Semoga cita-cita ini mampu menjadi kenyataan pada suatu hari nanti. Amin.



[1] Citra Ayudiati dkk. Postulat dan Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Perspektif Islam serta perbandingannya dengan Akuntansi Syariah. http://share.pdfonline.com/400d8a1b6f3b415c9bbb07a7f728d1d9/Kel%202.htm
[2] Ennovialk. 2013. Perbandingan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional. http://ennovialk.blogspot.com/2013/04/perbandingan-akuntansi-syariah-dengan.html
[3] Nur Hidayat. 2012. PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI SYARI’AH: Suatu Alternatif Menjaga Akuntabilitas Laporan Keuangan. jurnals.files.wordpress.com/2012/06/naskah_09_029-kom-d-pmak9.doc
[4] Sofyan Syafri Harahap. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. (Pustaka Quantum : Jakarta)