A. Pengertian
Inflasi
Pengertian inflasi Islam tidak berbeda dengan inflasi konvensional. Inflasi
mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat
umum dan terus-menerus. Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa
inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang
terjadi secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu
tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga
ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga
barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan –
penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut.
Dengan kata lain inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari
harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Dalam wikipedia, inflasi
didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu.[1]
B. Teori Inflasi Islam
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian
karena empat hal sebagai berikut:
1. inflasi mengganggu fungsi dari: uang, tabungan (nilai
simpan), pembayaran di muka, dan unit penghitungan. Akibat inflasi, orang harus
melepaskan diri dari uang dan aset keuangan. Inflasi bisa menyebabkan inflasi
lagi (self feeding inflation).
2. Inflasi melemahkan semangat menabung dan sikap
terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save).
3. Inflasi meningkatkan kecenderungan berbelanja terutama
untuk non-primer dan barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Consume).
4. Inflasi mengarahkan investasi non-produktif yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam mulia,
mata uang asing.nflasi mengorbankan investasi ke arah produktif seperti: pertanian,
industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.
Selain itu, inflasi menimbulkan sejumlah masalah yang
berhubungan dengan akuntansi, misalnya:
1. Inflasi menyebabkan dilemma penilaian terhadap aset
tetap dan aset lancar dilakukan dengan metode biaya historis atau metode biaya
aktual.
2. Inflasi menyebabkan permasalahan akuntani dalam hal
pemeliharaan modal riil dengan melakukan isolasi keuntungan inflasioner.
3. Inflasi
menyebabkan dibutuhkannya koreksi dan rekonsiliasi operasi (index) untuk
mendapatkan kebutuhan perbandingan waktu dan tempat.
Islam tidak
mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata
uang dinar dan dirham. Penurunan nilai masih mungkin terjadi, yaitu
ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan,
diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini
kecil sekali kemungkinannya.
Ekonom
muslim, Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah
satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu inflasi
akibat berkurangnya persediaan barang ( Natural inflation) dan inflasi akibat
kesalahan manusia(Human Error Inflation).[2]
Inflasi
jenis pertama inilah yang terjadi pada zaman Rasulullah dan khulafaur
Rasyidin,yaitu karena kekeringan atau peperangan. Sementara itu, Inflasi jenis
kedua menurut Al-Maqrizi disebabkan oleh tiga hal. Pertama, korupsi dan
administrasi yang buruk. Kedua, pajak berlebihan yang memberatkan petani.
Ketiga, jumlah uang yang berlebihan.
1.
Natural Inflation
Natural
Inflasi adalah inflasi yang terjadi karena sebab alamiah yang tidak dapat
dicegah oleh manusia. Menurut Al-Maqrizi, Inflasi disebabkan oleh turunnya
penawaran Agregatif(AS) atau naiknya Permintaan Agregatif(AD).[3]
Untuk
menganalisisnya, dapat digunakan perangkat analisis konvensional yaitu
persamaan identitas berikut:
MV = PT =Y
|
Dimana:
M : Jumlah uang beredar
V : Kecepatan peredaran uang
P : Tingkat harga
T : Jumlah barang dan jasa
Y : Tingkat pendapatan nasioanl (GDP)
Natural inflation dapat diartikan
sebagai berikut:
1)
Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu perekonomian (T). Misalnya
sedangkan M dan V tetap, maka
konsekuensinya
.
2)
Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai
ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor
uang yang mengakibatkan
sehingga jika V dan T tetap maka
.
Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya menjadi dua yaitu:
1.
Uang yang masuk dari luar negeri
terlalu banyak karena ekxpor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun (M↓)
sehingga net export nilainya sangat besar yang mengakibatkan naiknya permintaan
agregatif (AD↑).
Keadaan ini
pernah terjadi pada masa Umar ibn Khatab, pada masa itu ekportir yang menjual
barangnya ke luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri (impor) lebih
sedikit jumlahnya dari barang yang mereka jual (positive net export). Adanya
positive net export akan menjadikan keuntungan yang berupa kelebihan uang yang
akan dibawa ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat
(AD↑). Naiknya permintaan agregat (AD↑) akan mengakibatkan naiknya tingkat
harga (P↑) secara keseluruhan. Untuk mengatasi keadaan ini Umar melarang
penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari
berturut-turut, akibatnya terjadi penurunan permintaan agregatif (AD↓), dan
tingkat harga kembali normal.
2.
Turunnya tingkat produksi (AS↓) karena
terjadinya paceklik, perang ataupun embargo ekonomi. Masa paceklik ini pernah
terjadi pada masa Umar ibn Kahatab yang mengakibatkan kelangkaan gandum yang
berdampak pada naiknya tingkat harga-harga (P↑).
2. Human Eror Inflation
Human error inflation adalah inflasi
yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri (QS
Ar-Rum ayat 41). Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).[4]
Adapun beberapa penyebabnya di
antaranya :
a)
Korupsi dan administrasi yang buruk
(corruption and bad administration).
Pengangkatan para pejabat yang berdasarkan suap,
nepotisme, dan bukan karena kapabilitas akan menempatkan orang-orang pada
berbagai jabatan penting dan terhormat yang tidak mempunyai kredibilitas.
Mereka yang mempunyai mental seperti ini, rela menggadaikan seluruh harta milik
untuk meraih jabatan, kondisi ini juga akan berpengaruh ketika mereka berkuasa,
para pejabat tersebut akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk meraih
kepentingan pribadi, baik untuk menutupi kebutuhan finansial pribadi atau
keluarga atau demi kemewahan hidup. Akibatnya akan terjadi penurunan drastis
terhadap penerimaan dan pendapatan Negara.[5]
Korupsi akan mengganggu tingkat harga, karena para
produsen akan menaikkan harga jual barangnya untuk menutupi biaya-biaya siluman
yang telah mereka keluarkan. Dimasukkannya biaya siluman dalam biaya produksi
(cost of goods sold) akan menaikkan total biaya produksi. ATC dan MC menjadi
ATC2 dan MC2. Sehingga harga jual menjadi naik dari P menjadi P2. Hal ini
menjadi tidak mereflleksikan nilai sumber daya sebenarnya yang digunakan dalam
proses produksi.
Harga terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada. Hal ini
menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dan pada akhirnya terjadi inefisiensi alokasi
sumber daya yang merugikan masyarakat.
Selain menyebabkan inefisiensi dan ekonomi
biaya tinggi, korupsi dan kelemahan administrasi sangat membahayakan
perekonomian yakni terjerat pada spiralling
inflation atau hyper inflation.
b)
Pajak yang berlebihan (excessive
tax)
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian
hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang
buruk yaitu kontraksi pada kurva penawaran agregatif
. Namun, jika
dilihat lebih jauh, excessive tax
mengakibatkan apa yang dinamakan para ekonom dengan efficiency loss atau dead
weight loss.
c)
Pencetakan uang untuk menarik
keuntungan (Escessive Seignorage).
Ketika
terjadi defisit anggaran baik sebagai akibat dari kemacetan ekonomi, maupun
perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara, pemerintah melakukan
percetakan uang fulus secara besar-besaran. Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa
percetakan uang yang berlebihan akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑),
menurunnya nilai mata uang secara drastis, akibatnya uang tidak lagi bernilai.
Menurut
al-Maqrizi kenaikan harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang (fulus),
sedangkan jika diukur dengan emas (dinar ), harga-harga komoditas itu jarang
sekali mengalami kenaikan. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal
yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai
nominal yang kecil.
[1]Dikutip dari http://clotehkangtop.blogspot.com/2011/03/inflasi-dalam-islam.html , diakses
pada hari Rabu tanggal 07 maret 2012
[2] Karim, Adiwarman A, Ekonomi Islami: Suatu Kajian Kontemporer , Jakarta
: Gema Insani Pers, 2001. hal.67
[3] Karim, Adiwarman A. Ekonomi Islam:
Suatu Kajian Ekonomi Makro. IIIT Indonesia. 2002. Hal 67
[4] Dikutip dari www.junedzone.co.cc/2010/03/inflasi-dalam-perspektif-islam.html , diakses hari Rabu 07
Maret 2012
[5] Dikutip dari http://rozalinda.wordpress.com/2010/05/04/inflasi-dalam-perspektif-ekonomi-islam/,
diakses hari Rabu, Tanggal 07 Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar