Jumat, 08 Maret 2013

Salam


A.          Pengertian As – Salam
Dalam pengertian yang sederhana, salam berarti pemberian barang yang di serahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.
Secara terminologi (ta’rif) muamalah salam adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang tersebut masih dalam tanggungan penjualan, yang syarat tersebut diantaranya adalah mendahulukan pembayaran pada waktu diakad majlis (akad disepakati).
As-salam / disebut juga as-salaf, merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna penyerahan. Para ahli fiqh berbeda pendapat dalam mendefenisikan transaksi as-salam, perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan oleh masing-masing mereka.
1.      Al-Bahuti mendefenisikan as-salam sebagai transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga ditempat kontrak, secara lebih ringkas disebutkan jual beli yang ditangguhkan dengan harga diserahkan.
2.      An-Nawawi mengemukakan bahwa as-salam merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera, dalam defenisi tadi tidak disebutkan bahwa sesuatu yang berada dalam tanggungan tersebut diserahkan kemudian, karena menurutnya transaksi as-salam juga boleh dengan penyerahan barang segera.
3.      Menurut Al-Qurthubi, as-salam merupakan transaksi jual-beli atas sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai. Dalam hal ini mereka membolehkan pembayaran harga ditangguhkan dua atau 3 hari, karena hal itu dihukumkan sama dengan segera/tunai.
Dari berbagai perbedaan defenisi yang disebutkan nampak ada beberapa poin yang disepakati :
·               Pertama, disebutkan bahwa as-salam merupakan suatu transaksi dan sebagian menyebutkan sebagai transaksi jual beli.
·               Kedua, adanya keharusan menyebutkan kriteria-kriteria untuk sesuatu yang dijadikan obyek transaksi/al-muslam fih.
·               Ketiga, obyek transaksi/al-muslam fih harus berada dalam tanggungan.

B.           Ayat dan Hadist Tentang As-Salam
1.            Ayat tentang as-salam


Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya …” (Al-Baqarah : 282 )
2.            Hadist tentang as-salam
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata,



Artinya :
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk janka waktu yang diketahui.”
Menurut pendapat kebanyakan ahli fiqh, transaksi as-salam boleh namun bertentangan dengan qiyas. Hal ini merupakan suatu dispensasi untuk kemaslahatan dan kemudahan bagi manusia dari kaidah larangan memperjualbelikan sesuatu yang tidak ada yang diambil dari hadist.
Adapun yang dilarang pada hadist tersebut adalah jual beli sesuatu yang bukan dalam tanggungan dan tidak bisa dihadirkan kriteria-kriterianya.
Transaksi as-salam boleh sesuai dengan al-qur’an dan hadist dan berlandaskan atas dasar, bahwa :
·               Di dalam transaksi as-salam terdapat unsur yang sejalan dengan upaya merealisasikan kemashalatan perekonomian (mushlahah al-iqtishadiyyah).
·               Transaksi as-salam merupakan rukhsyah (suatu dispensi / sesuatu yang meringankan bagi manusia.
·               Transaksi as-salam memberikan kemudahan kepada manusia.

C.          Rukun dan Syarat As-Salam
1.            Rukun As-Salam
Pelaksanaan as-salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini :
Ø   Muslam (pembeli)
Ø   Muslam Ilaih (penjual)
Ø   Modal / uang
Ø   Muslam Fiihi (barang)
Ø   Sighat
Akan tetapi, dalam pembahasan diuraikan mengenai ketentuan-ketentuan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi as-salam, dalam transaksi as-salam memiliki 3 unsur rukun, yaitu pertama tentang sighat transaksi, kedua tentang perilaku transaksi, dan ketiga tentang obyek transaksi.
Ketiga unsur rukun tersebut harus ada untuk terjadinya transaksi as-salam.
a.             Sighat transaksi
Sighat adalah pertanyaan ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan yang keluar lebih dahulu dari salah seorang yang melakukan transaksi yang menunjukkan atas keinginan melakukan transaksi. Adapun qabul adalah pernyataan yang terakhir dari pihak kedua yang menunjukkan atas kerelaannya menerima pernyataan pertama.
Unsure utama dari transaksi as-salam adalah kerelaan kedua belah pihak, sama halnya dalam transaksi jual beli. Hal ini menunjukkan bahwa ijab dan qabul merupakan unsur penting dalam melakukan transaksi as-salam selain dua unsur lainnya, yaitu subyek dan obyek transaksi.
Pernyataan ijab dan qabul dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan/surat menyurat atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan qabul.
Dengan memperhatikan hal diatas, maka transaksi as-salam dapat dilakukan dengan segala macam pernyataan yang dapat dipahami maksudnya oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, isyarat maupun dalam bentuk tulisan.
b.            Pelaku transaksi
Pelaku transaksi / pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi as-salam sama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli biasa, yaitu pembeli / pemesan atau disebut juga dengan istilah rab as-salam atau al-muslim dan penjual / disebut dengan istilah al-muslam ilaih.
Utama fiqh sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan transaksi jual beli harus orang yang memiliki kecakapan melakukan tindakan-tindakan hukum. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila hukumnya tidak sah.
Ahli Fiqh mazhab syafi’i mengisyaratkan pelaku transaksi harus sudah baliq.
Menurut ahli fiqh dan Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, anak kecil yang sudah dapat membedakan / memilih sah transaksi jual belinya apabila mendapatkan izin dari walinya.
c.             Obyek transaksi
Obyek dalam transaksi as-salam sama halnya seperti dalam transaksi jual beli yaitu sesuatu yang diperjualbelikan yang dalam transaksi as-salam disebut ra’s al-mal dan al-muslam fih.
Ra’s as-mal adalah harga yang harus dibayar oleh rab as-salam, sedang al muslam fih adalah produk / komoditi yang harus diserahkan oleh al-muslam ilaih kepada rab as-salam.
Para ahli fiqh menentukan bahwa obyek transaksi harus merupakan harta yang memiliki nilai dan manfaat menurut syara’ bagi pihak-pihak yang mengadakan transaksi. Ahli fiqh dan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa manfaat / jasa tidak boleh dijadikan sebagai obyek transaksi as-salam, karena menurut mereka manfaat / jasa bukan termasuk kategori harta.
Menurut  Ibn Rusyd sesuatu yang najis seperti minuman keras dan babi tidak boleh dijadikan subyek transaksi. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW, yang artinya yaitu :
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan berhala.”
Hadist itu menurut Sayyid Sabiq mempunyai ‘illat pengharaman jual beli adalah karena najis Mazhab Hanafi mengecualikan bagi barang yang dipandang kotor dan najis selama dapat dimanfaatkan, maka dinilai boleh untuk diperjualbelikan, seperti menjual kotoran binatang yang dipergunakan sebagai pupuk tanam-tanaman.
2.            Syarat As-Salam
Disamping segenap rukun harus terpenuhi, as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Dibawah ini akan diuraikan dua diantaranya rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang.
a.             Modal transaksi as-salam
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal as-salam adalah sebagai berikut:
1.            Modal harus diketahui
Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya.
Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai.
2.            Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan ditempat kontrak. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari muslam ilaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
b.            Al-Muslam Fiihi (barang)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam al-muslam fiihi / barang yang ditransaksikan dalam as-salam adalah sebagai berikut :
1.            Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
2.            Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut (misalnya beras atau kain), tentang klasifikasi kualitas (misalnya kualitas utama, kelas dua, atau ekspor), serta mengenai jumlahnya.
3.            Penyerahan barang dilakukan kemudian hari.
4.            Kebanyakan ulama mensyaratkan penyerahan barang harus ditunda pada suatu waktu kemudian, tetapi Mashab Syafi’i membolehkan penyerahan segera.
5.            Bolehnya menentukan tanggal waktu dimasa yang akan datang untuk penyerahan barang.
6.            Tempat penyerahan, pihak-pihak yang berkontrak harus menunjukkan tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan. Jika kedua pihak yang berkontrak tidak menentukan tempat pengiriman, barang harus dikirim ketempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang si penjual / bagian pembelian si pembeli.
7.            penggantian musiman fi’ihi dengan barang lain, para ulama melarang penggantian muslam fi’ihi dengan barang lainnya.
Penukaran atau penggantian barang as-salam ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik si muslam alaih, tetapi sudah menjadi milik muslam (fidz-dzimah) . bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.
Hal demikian tidak dianggap sebagai jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang lain.

D.          Manfaat As-Salam
Manfaat as-salam adalah selisih harga yang didapat dari nasabah dengan harga jual kepada pembeli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar