- Pengertian Riba
Riba
menurut pengertian bahasa berarti tambahan (az-ziyadah),
berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (an-‘uluw). Dengan kata lain, riba adalah
penambahan, perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman pokok yang
diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karna menangguhkan atau
berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.
Dalam hal
ini, Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-maliki dalam kitab Aukam al-qur’an
mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang diambil tanpa
ada suatu ‘iwad (penyimpang/pengganti) yang dibenarkan syari’ah. Demikian juga,
Imam sarakhi dalam kitab Al-Mabsut menyebutkan bahwa tambahan yang termasuk
riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwad
yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut. Sementara Badr ad-Dien al-
Ayni dalam kitab Umdatul Qari mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba
adalah tambahan yang harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
Menurut
sayyid sabia dalam kitab fikih sunah, yang dimaksud riba adalah tambahan atas
modal baik penambahan itu sedikit atau banyak. Demikian juga, manurut Ibnu
Hajar ‘Askalani, riba adalah kelebihan,
baik dalam bentuk barang maupun uang. Sedangkan menurut ulama Mahmud Al-Hasan
Taunki, riba adalah kelebihan atau pertambahan; dan jika dalam suatu kontrak
penukaran barang lebih dari satu barang yang diminta sebagai penukaran satu
barang yang sama.
Ada
beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih
dipengarhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba didalam
konteks hidupnya. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisian
nya, tetapi substansi dari definisi tersebut sama. Secara umum ekonomi muslim tersebut
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik
dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan
prinsip syari’ah.
Dari
definisi –definisi diatas dapat kami simpulkan bahwa “ Riba adalah tambahan atas suatu pinjaman baik yang terjadi dalam
transaksi utang-piutang maupun
perdagangan”.
- Jenis-jenis Riba
1) Riba Fadli
yaitu riba dengan sebab tukar
menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya.
Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang berbeda
besarnya. Sabda Rasul SAW
عَنْ آبِى سَعِيْدٍ ن الْجُدْرِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ تَبِيْعُوْاالذَّهَبِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُواالْوَرِقَ بِالْوَرِقِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِقُوْابَعْضَهَاعَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُوْامِنْهَاغَائِبًابِنَاجِزٍ (متفقعليه)
Artinya:
“ Dari Abi Said Al Khudry, sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “Janganlah kamu jual emas dengan emas kecuali dalam timbangan yang sama dan janganlah kamu tambah sebagian atas sebagiannya dan janganlah kamu jual uang kertas dengan uang kertas kecuali dalam nilai yang sama, dan jangan kamu tambah sebagian atas sebagiannya, dan janganlah kamu jual barang yang nyata (riil) dengan yang abstrak (ghaib).” (riwayat Bukhari dan muslim)
“ Dari Abi Said Al Khudry, sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “Janganlah kamu jual emas dengan emas kecuali dalam timbangan yang sama dan janganlah kamu tambah sebagian atas sebagiannya dan janganlah kamu jual uang kertas dengan uang kertas kecuali dalam nilai yang sama, dan jangan kamu tambah sebagian atas sebagiannya, dan janganlah kamu jual barang yang nyata (riil) dengan yang abstrak (ghaib).” (riwayat Bukhari dan muslim)
2) Riba Qardhi
yaitu riba yang
terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat
keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya,
seseorang meminjam uang sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu
juta Tiga ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah SAW
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah SAW
Artinya
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)
3) Riba Nasi’ah
ialah tambahan
yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai
imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A
meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu
mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan
utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau
menunda jangka waktunya. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:
عَنْ
سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى
عَنْ بَيْعِ الَحَيَ وَانِبِالْحَيَوَاننَسِيْئَةً(رواهالخمسةوصححهالترمدىوابنالجاروه)
Artinya:
Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)
Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)
4) Riba Yad
yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli
sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli
satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan
berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini
belum jelas yang sebenarnya. Sabda Rasulullah SAW.
الذَّ هَبُ بِالذَّهَبٍ وَاْْلفِضَّةُ بِالْفِضَّةِوَالْبُرُّ
بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُبِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُبِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً
بِمِثْلٍ سَوَاءًبِسَوَاءٍ يَدًابِيَدٍفَاِذَااَجْتَلَفَتْ Artinya:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya serupa dan sama banyaknya, tunai dengan tunai, apabila berlainan jenisnya boleh kamu menjual sekehendamu asal tunai”. (Riwayat Muslim)
“Emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya serupa dan sama banyaknya, tunai dengan tunai, apabila berlainan jenisnya boleh kamu menjual sekehendamu asal tunai”. (Riwayat Muslim)
C.
Ayat dan
Hadist tentang Pengharaman Riba
firman Allah
SWT dalam QS. Al-Baqarah 275 :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ …الشَّيْطَانُ مِنَ
Artinya: Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. (Qs al-Baqarah 275)
Pada ayat ini juga disebutkaan:
….يَآيُّهَاالَّذِيْنَ
آمَنُوْ الاَتَأْ كُلُوالرِّ بوااضْعَافًا مُّضَعَفَةًوَّاتَّقُوْ اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (العمران:13)
Artinya : “Hai
orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda
dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Ali
imran/3 : 130)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari
hadits Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُووَأَكْلُ الرِّبَا
وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ
الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِلَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ …الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ
"Hindarilah tujuh
hal yang membinasakan." Ada
yang bertanya: "Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab: "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang
haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci
yang sudah menikah karena kelengahan mereka. "
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ
قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلَاتِ (متفق عليه)
Dari Abu
Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang
membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa
saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan
Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang
benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan
menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan
jahat. (Muttafaqun Alaih).
Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah
radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
"Rasulullah
melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis
transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja."
- Dampak Riba terhadap Ekonomi dan
Sosial masyrakat
Dampak Riba Terhadap Ekonomi
Di antara dampak ekonomi riba
adalah dampak yang diakibatkan oleh
bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan
penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi
juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara penghutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.
Dampak Riba terhadap Sosial Masyarakat
Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara penghutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.
Dampak Riba terhadap Sosial Masyarakat
Riba merupakan pendapatan yang
didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk
memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi
dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa
usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari
dua puluh lima
persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa
memastikan apa yang terjadi besok atau lusa.
Dan siapapun tahu bahwa
berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba,
berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang yang dikelola pasti untung. Dan beberapa alasan tentang pengharaman
Riba adalah :
1.
karena Riba berarti
mengambil harta si peminjam secara tidak adil.
2.
Dengan Riba seseorang
akan malas bekerja dan berbisnis karna dapat duduk-duduk tenang sambil menunggu
uangnya berbunga.
3.
Riba akan merendahkan
martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak
segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walau akhirnya dikejar-kejar penagih
utang.
4.
Riba akan membuat yang
kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin.
Riba jelas-jelas telah dilarang oleh Al-Qur’an
dan Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar