Jumat, 08 Maret 2013

Riba


  1. Pengertian Riba
Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan (az-ziyadah), berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (an-‘uluw). Dengan kata lain, riba adalah penambahan, perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karna menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.
Dalam hal ini, Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-maliki dalam kitab Aukam al-qur’an mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang diambil tanpa ada suatu ‘iwad (penyimpang/pengganti) yang dibenarkan syari’ah. Demikian juga, Imam sarakhi dalam kitab Al-Mabsut menyebutkan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut. Sementara Badr ad-Dien al- Ayni dalam kitab Umdatul Qari mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
Menurut sayyid sabia dalam kitab fikih sunah, yang dimaksud riba adalah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit atau banyak. Demikian juga, manurut Ibnu Hajar  ‘Askalani, riba adalah kelebihan, baik dalam bentuk barang maupun uang. Sedangkan menurut ulama Mahmud Al-Hasan Taunki, riba adalah kelebihan atau pertambahan; dan jika dalam suatu kontrak penukaran barang lebih dari satu barang yang diminta sebagai penukaran satu barang yang sama.





Ada beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini lebih dipengarhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba didalam konteks hidupnya. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam pendefinisian nya, tetapi substansi dari definisi tersebut sama.  Secara umum ekonomi muslim tersebut menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syari’ah.
Dari definisi –definisi diatas dapat kami simpulkan bahwa “ Riba adalah tambahan atas suatu pinjaman baik yang terjadi dalam transaksi utang-piutang  maupun perdagangan”.


  1. Jenis-jenis Riba
1)      Riba Fadli
 yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis (sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya. Sabda Rasul SAW

عَنْ آبِى سَعِيْدٍ ن الْجُدْرِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ تَبِيْعُوْاالذَّهَبِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُواالْوَرِقَ بِالْوَرِقِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَلاَ تُشِقُوْابَعْضَهَاعَلَى بَعْضٍ وَلاَتَبِعُوْامِنْهَاغَائِبًابِنَاجِزٍ  (متفقعليه)




Artinya:
“ Dari Abi Said Al Khudry, sesungguhnya Rasulullah SAW. Telah bersabda, “Janganlah kamu jual emas dengan emas kecuali dalam timbangan yang sama dan janganlah kamu tambah sebagian atas sebagiannya dan janganlah kamu jual uang kertas dengan uang kertas kecuali dalam nilai yang sama, dan jangan kamu tambah sebagian atas sebagiannya, dan janganlah kamu jual barang yang nyata (riil) dengan yang abstrak (ghaib).” (riwayat Bukhari dan muslim)

2)      Riba Qardhi
 yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang  sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta Tiga ratus ribu rupiah).
Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan menjadi riba, seperti sabda Rasulullah SAW
Artinya  
“Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba.” (Riwayat Baihaqi)








3)      Riba Nasi’ah
 ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Mengenai hal ini Rasulullah SAW. Menegaskan bahwa:

عَنْ سَمَرَةِ بْنِ جُنْدُبٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ بَيْعِ الَحَيَ                      وَانِبِالْحَيَوَاننَسِيْئَةً(رواهالخمسةوصححهالترمدىوابنالجاروه)

Artinya:
Dari Samrah bin Jundub, sesungguhnya Nabi Muhammad saw. Telah melarang jual beli hewan dengan hewan dengan bertenggang waktu.” (Riwayat Imam Lima dan dishahihkan oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)

4)      Riba Yad
yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya. Sabda Rasulullah SAW.




الذَّ هَبُ بِالذَّهَبٍ وَاْْلفِضَّةُ بِالْفِضَّةِوَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُبِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُبِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءًبِسَوَاءٍ يَدًابِيَدٍفَاِذَااَجْتَلَفَتْ Artinya:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya serupa dan sama banyaknya, tunai dengan tunai, apabila berlainan jenisnya boleh kamu menjual sekehendamu asal tunai”. (Riwayat Muslim)
C.    Ayat dan Hadist tentang Pengharaman Riba
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah 275 :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ …الشَّيْطَانُ مِنَ
Artinya: Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (Qs al-Baqarah 275)







Pada ayat ini juga disebutkaan:
….يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْ الاَتَأْ كُلُوالرِّ بوااضْعَافًا مُّضَعَفَةًوَّاتَّقُوْ اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (العمران:13)

Artinya :  “Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan” (Ali imran/3 : 130)

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُووَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِلَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ …الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
 "Hindarilah tujuh hal yang membinasakan." Ada yang bertanya: "Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. "





عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun Alaih).
            Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

"Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja."

           




  1. Dampak Riba terhadap Ekonomi dan Sosial masyrakat

Dampak Riba Terhadap Ekonomi

Di antara dampak ekonomi riba adalah dampak  yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dan penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa hutang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas hutang tersebut dibungakan. Contoh paling nyata adalah hutang negara-negara berkembang kepada negara-negara maju. Meskipun disebut pinjaman lunak, artinya dengan suku bunga rendah, pada akhirnya negara-negara penghutang harus berhutang lagi untuk membayar bunga dan pokoknya. Sehingga, terjadilah hutang yang terus-menerus. Ini yang menjelaskan proses terjadinya kemiskinan struktural yang menimpa lebih dari separuh masyarakat dunia.

Dampak Riba terhadap Sosial Masyarakat
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan misalnya, dua puluh lima persen lebih tinggi dari jumlah yang dipinjam-kannya. Persoalannya, siapa yang bisa menjamin bahwa usaha yang dijalankan oleh orang itu nantinya mendapatkan keuntungan lebih dari dua puluh lima persen? Semua orang, apalagi yang beragama, tahu bahwa siapapun tidak bisa memastikan apa yang terjadi besok atau lusa.




Dan siapapun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, berarti orang sudah memastikan bahwa usaha yang yang dikelola pasti untung. Dan beberapa alasan tentang pengharaman Riba adalah :
1.      karena Riba berarti mengambil harta si peminjam secara tidak adil.
2.      Dengan Riba seseorang akan malas bekerja dan berbisnis karna dapat duduk-duduk tenang sambil menunggu uangnya berbunga.
3.      Riba akan merendahkan martabat manusia karena untuk memenuhi hasrat dunianya seseorang tidak segan-segan meminjam dengan bunga tinggi walau akhirnya dikejar-kejar penagih utang.
4.      Riba akan membuat yang kaya bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin.
Riba jelas-jelas telah dilarang oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar