A.
Pengertian Akuntansi (Al-Muhasabah) dalam Islam
Ahli fiqih menganggap bahwa istilah ”muhasabah” sama artinya
dengan catatan keuangan. Al-Qalqasyandi mengatakan dalam bukunya, Shubhu
al-A’sya bahwa lafal kitabah dalam bahasa Arab terbagi
pada dua bagian utama, yaitu:[1]
1) Kitabatul insya (menulis
karangan), ialah menyusun kalimat-kalimat dan urutan-urutan makna
2) Kitabatul amwal (menulis/mencatat
keuangan), ialah penulisan pemasukan uang dan pengeluaran serta semua proses
lain yang sama dengan itu, contohnya : pengeluaran upah dan ongkos, catatan
Baitulmal dari kas-kas negara terhadap jenis-jenis uang yang harus diambil dan
yang harus didistribusikan.
Imam Al-Ghazali memberikan
pengertian yang lebih luas dimana arti Muhasabah juga adalah ”pendataan”,
”penghitungan” serta ”perdebatan”, Al-Ghazali mengatakan :
”Bermuhasabah dengan seorang kawan adalah, kita harus
mengetahui modal pokok diluar keuntungan dan kerugian, supaya dia dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangan. Jika terdapat kelebihan hasil, ia akan
mengambilnya dan berterima kasih kepada kita. Akan tetapi, jika yang ada hanya
kerugian, ia akan memintanya dengan suatu jaminan untuk menjamin mendapatkan
kekurangan itu kembali di waktu yang akan datang”
Dengan demikian maka Muhasabah berarti pendataan, pembukuan,
dan juga semakna dengan musa-alah (perhitungan), perdebatan,
serta penentuan imbalan/balasan seperti yang diterapkan dalam lembaga-lembaga
negara, lembaga baitulmal, undang-undang wakaf, mudharabah, syirkah, dsbnya.
Dari penjelasan diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan
bahwa pengertian muhasabah dalam Islam meliputi dua sisi yaitu :
1) Pembukuan keuangan (menghitung
dan mendata semua transaksi keuangan)
2) Perhitungan, perdebatan, dan
pengimbalan
Kedua arti diatas saling
berhubungan dan sukar untuk dipisahkan oleh karena sukar untuk membuat
perhitungan (musa-alah) tanpa adanya data-data, dan juga tidak
ada gunanya data-data tanpa dilanjutkan dengan perhitungan-perhitungan dan
perdebatan.
Dalam literatur lain, (Akuntansi Sosial Ekonomi dan
Akuntansi Islam, Sofyan S. Harahap,hal 65) dinyatakan bahwa Akuntansi Islam
adalah :
”Postulat, standar, penjelasan dan prinsip akuntansi yang
menggambarkan semua hal... sehingga akuntansi Islam secara teoritis memiliki
konspe, prinsip, dan tujuan Islam juga. Semua ini secara serentak berjalan
bersama dibidang ekonomi, sosial, politik, idiologi, etika, kehidupan, keadilan
dan hukum Islam. Akuntansi dan bidang lain itu merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisahkn.”
B.
Ayat Qur’an tentang Akuntansi Islam
Dasar hukum Akuntansi Islam bersumber dari Al Quran,
Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa
tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah
Islam. Dasar hukum Akuntansi Islam di dalam Al-Qur’an, adalah Surat
Al-Baqarah, ayat 282 menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya,
dan manfaat-manfaatnya, berikut kutipan nya :
”Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
[179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang,
atau sewa menyewa dan sebagainya.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi
yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara
melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan
dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil,
biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara
adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut
keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita
menguranginya.
Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat,
antara lain dalam surah Asy-Syu’ara : 181-184 yang berbunyi:
”Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan
dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut,
menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal
pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur
kekayaan secara benar dan adil.
Dalam
Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan
dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”[2]
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”[2]
Kebenaran
dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr. Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya,
dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu
adanya fungsi auditing
dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu
adanya fungsi auditing
Dalam
Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam
Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca,
sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca,
sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari
paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam
konsep Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku
dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi
pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar
hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma
(kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf
(adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah
Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari
kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
C.
Tujuan Akuntansi
Islam
Dalam buku berjudul Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi
Syariah karya Prof. Sofyan Syafri Harahap, dinyatakan bahwa tujuan dari
Akuntansi Syariah adalah :[3]
“Membantu semua pihak yang berkepentingan agar
tanggungjawab (amanah) yang dibebankan kepadanya dalam menjalankan suatu
organisasi/perusahaan dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah dan
pemberi amanah atau syariah dengan tujuan agar seluruh kegiatan perusahaan
diridoi Allah SWTserta pada akhirnya semua pihak yang terlibat dapat mencapai
tujuan utama Al-Falah dan Akhirnya Sorga Jannatun Na’im ”
Bila dicermati mendalam, dapat diambil benang merah bahwa
akuntansi dalam Islam ber-fungsi dan ber-tujuan sebagai : (1) Media Penyedia
Informasi bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas usaha (2)
Media Akuntabilitas (laporan pertangungjawaban dari manajemen kepada
stakeholders (3) Tujuan akhir dari Akuntansi Syariah adalah suatu usaha manusia
di bidang ekonomi yang dilakukan dalam rangka mencapai falah(kemenangan dunia-akhirat) yang
diridoi oleh Allah SWT. Kalimat penting yang harus menjadi dipahami
adalah Falah atau kebahagiaan
dunia dan akhirat. Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia
akhirat dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan
patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan, khususnya
dalam aturan yang terkait dengan Akuntansi Syariah.
Tujuan dari Akuntansi Syariah dapat diterjemahkan ke dalam
seluruh aspek dari akuntansi mulai dari postulat, konsep, prinsip, standard
dan out putyang merupakan bagian integral dari akuntansi syariah.
Dalam literatur lain, dikemukakan beberapa tujuan terpenting
dari Akuntansi menurut Islam yaitu sbb :
1) Untuk memelihara uang (Hifzul
Amwal)
2) Eksistensi al-Kitabah
”Pencatatan” ketika ada perselisihan
3) Dapat membantu dalam
mengambil keputusan
4) Menentukan hasil-hasil usaha
yang akan di zakatkan
5) Menentukan dan menghitung
hak-hak kawan yang berserikat
6) Menentukan
imbalan, balasan, atau sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar