Jumat, 08 Maret 2013

Akuntansi (Al-Muhasabah) dalam Islam


A.                Pengertian Akuntansi (Al-Muhasabah) dalam Islam     
Ahli fiqih menganggap bahwa istilah ”muhasabah” sama artinya dengan catatan keuangan. Al-Qalqasyandi mengatakan dalam bukunya, Shubhu al-A’sya bahwa lafal kitabah dalam bahasa Arab terbagi pada dua bagian utama, yaitu:[1]
1)  Kitabatul insya (menulis karangan), ialah menyusun kalimat-kalimat dan urutan-urutan makna
2)  Kitabatul amwal (menulis/mencatat keuangan), ialah penulisan pemasukan uang dan pengeluaran serta semua proses lain yang sama dengan itu, contohnya : pengeluaran upah dan ongkos, catatan Baitulmal dari kas-kas negara terhadap jenis-jenis uang yang harus diambil dan yang harus didistribusikan.
      Imam Al-Ghazali memberikan pengertian yang lebih luas dimana arti Muhasabah juga adalah ”pendataan”, ”penghitungan” serta ”perdebatan”, Al-Ghazali mengatakan :
Bermuhasabah dengan seorang kawan adalah, kita harus mengetahui modal pokok diluar keuntungan dan kerugian, supaya dia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan. Jika terdapat kelebihan hasil, ia akan mengambilnya dan berterima kasih kepada kita. Akan tetapi, jika yang ada hanya kerugian, ia akan memintanya dengan suatu jaminan untuk menjamin mendapatkan kekurangan itu kembali di waktu yang akan datang”
Dengan demikian maka Muhasabah berarti pendataan, pembukuan, dan juga semakna dengan musa-alah (perhitungan), perdebatan, serta penentuan imbalan/balasan seperti yang diterapkan dalam lembaga-lembaga negara, lembaga baitulmal, undang-undang wakaf, mudharabah, syirkah, dsbnya.
Dari penjelasan diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pengertian muhasabah dalam Islam meliputi dua sisi yaitu :
1)     Pembukuan keuangan (menghitung dan mendata semua transaksi keuangan)
2)     Perhitungan, perdebatan, dan pengimbalan
      Kedua arti diatas saling berhubungan dan sukar untuk dipisahkan oleh karena sukar untuk membuat perhitungan (musa-alah) tanpa adanya data-data, dan juga tidak ada gunanya data-data tanpa dilanjutkan dengan perhitungan-perhitungan dan perdebatan.
Dalam literatur lain, (Akuntansi Sosial Ekonomi dan Akuntansi Islam, Sofyan S. Harahap,hal 65) dinyatakan bahwa Akuntansi Islam adalah :
Postulat, standar, penjelasan dan prinsip akuntansi yang menggambarkan semua hal... sehingga akuntansi Islam secara teoritis memiliki konspe, prinsip, dan tujuan Islam juga. Semua ini secara serentak berjalan bersama dibidang ekonomi, sosial, politik, idiologi, etika, kehidupan, keadilan dan hukum Islam. Akuntansi dan bidang lain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkn.”

B.                 Ayat Qur’an tentang Akuntansi Islam
Dasar hukum Akuntansi Islam bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Dasar hukum Akuntansi Islam di dalam Al-Qur’an, adalah Surat Al-Baqarah, ayat 282 menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, berikut kutipan nya :
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
[179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.
Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara : 181-184 yang berbunyi:
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil.
Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”[2]
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Dr. Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya,
dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Agar pengukuran tersebut dilakukan dengan benar, maka perlu
adanya fungsi auditing
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca,
sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi dalam Islam, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.

C.                Tujuan  Akuntansi Islam
Dalam buku berjudul Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah karya Prof. Sofyan Syafri Harahap, dinyatakan bahwa tujuan dari Akuntansi Syariah adalah :[3]
 “Membantu semua pihak yang berkepentingan agar tanggungjawab (amanah) yang dibebankan kepadanya dalam menjalankan suatu organisasi/perusahaan dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan Allah dan pemberi amanah atau syariah dengan tujuan agar seluruh kegiatan perusahaan diridoi Allah SWTserta pada akhirnya semua pihak yang terlibat dapat mencapai tujuan utama Al-Falah dan Akhirnya Sorga Jannatun Na’im ”
Bila dicermati mendalam, dapat diambil benang merah bahwa akuntansi dalam Islam ber-fungsi dan ber-tujuan sebagai : (1) Media Penyedia Informasi bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu aktivitas usaha (2) Media Akuntabilitas (laporan pertangungjawaban dari manajemen kepada stakeholders (3) Tujuan akhir dari Akuntansi Syariah adalah suatu usaha manusia di bidang ekonomi yang dilakukan dalam rangka mencapai falah(kemenangan dunia-akhirat) yang diridoi oleh Allah SWT. Kalimat penting yang harus menjadi dipahami adalah Falah atau kebahagiaan dunia dan akhirat. Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagian dunia akhirat dituntut harus mampu berjalan pada ‘jalan Ilahi’. Artinya, tunduk dan patuh pada peraturan dan ketentuan yang telah Allah SWT ciptakan, khususnya dalam aturan yang terkait dengan Akuntansi Syariah.
Tujuan dari Akuntansi Syariah dapat diterjemahkan ke dalam seluruh aspek dari akuntansi mulai dari postulat, konsep, prinsip, standard dan out putyang merupakan bagian integral dari akuntansi syariah.
Dalam literatur lain, dikemukakan beberapa tujuan terpenting dari Akuntansi menurut Islam yaitu sbb :
1)     Untuk memelihara uang (Hifzul Amwal)
2)     Eksistensi al-Kitabah ”Pencatatan” ketika ada perselisihan
3)     Dapat membantu dalam mengambil keputusan
4)     Menentukan hasil-hasil usaha yang akan di zakatkan
5)     Menentukan dan menghitung hak-hak kawan yang berserikat
6)     Menentukan imbalan, balasan, atau sanksi.


[2] Http://go.microsoft.com/2008/24/01/akuntansi-dalam-islam.html

[3] Harahap, Sofyan Safri. Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah. Pustaka Quantum;Jakarta.2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar