Kamis, 20 Desember 2012

Reformasi Perpajakan


1.                  Pengertian Reformasi Perpajakan dan Langkah-langkah Melakukan Reformasi Perpajakan[1]
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Tentu saja dengan memperhatikan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness), sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
Menurut Chaizi Nasucha[2], reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat.
Adapun langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi :
1.                  Langkah-langkah pembaruan kebijakan (tax policy reform); melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPnBM, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
2.                  Langkah-langkah pembaruan administrasi perpajakan (tax administrative reform); meliputi :
a.             Penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan;
b.            Pembentukan dan perluasan kantor pelayanan pajak (kpp) khusus wajib pajak (wp) besar (large taxpayer office, lto), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip good corporate governance;
c.             Pembangunan kpp khusus wp menengah, dan kpp khusus wp kecil di kanwil vi direktorat jenderal pajak;
d.            Pengembangan basis data, pembayaran pajak dan penyampaian spt secara online;
e.             Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta
f.             Peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran direktorat jenderal pajak dan komisi ombudsman nasional.

2.      Alasan Negara Melakukan Reformasi Perpajakan[3]
a.                   Untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian internasional maupun nasional.
b.                  Upaya mengalihkan sektor penerimaan apbn dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan tidak seperti migas.
c.                   Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan struktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya.
d.                  Meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak

3.                  Tujuan Reformasi Perpajakan[4]
a.                   Meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (taxpayer’s quality services) sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas negara.
b.                  Menekan terjadinya penyelundupan pajak (Tax Evasion) oleh Wajib Pajak
c.                   Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak dalam penyelenggaraan kewajiban perpajakannya.
d.                  Menerapkan konsep good governance, adanya transparansi, responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak.
e.                   Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan adminisrtrasi pajak baik kepada fiskus maupun kepada Wajib Pajak.
4.      Perjalanan Reformasi Pajak di Indonesia[5]
1.                  Reformasi Pajak 1983
Sebelum reformasi pajak tahun 1983, besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak (WP) ditetapkan oleh negara melalui Kantor Inspeksi Pajak. Dengan semakin banyaknya jumlah WP serta semangat sebagai bangsa yang telah merdeka, sistem penetapan besarnya pajak yang terutang oleh Kantor Inspeksi Pajak diubah ke sistem self assessment (WP menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak penghasilan yang terutang). Sejalan dengan itu, Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Sedangkan untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia pada khususnya dan menunjang ekspor pada umumnya, serta untuk meningkatkan efektivitas kontrol masyarakat dalam pemungutan pajak tidak langsung, PPn (Pajak Penjualan) diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain 2 (dua) perubahan yang amat signifikan ini (self assessment dan PPN), tarif PPh juga diturunkan dari 45% ke 35% dan struktur tarif pajak penghasilan disederhanakan untuk WP orang pribadi ataupun WP perusahaan. Reformasi pajak 1983 ini dinilai berhasil khususnya dalam meningkatkan penerimaan pajak dan menaikkan perannya dalam APBN. Sayangnya reformasi 1983 ini ditangani konsultan-konsultan asing, meski sebenarnya tenaga-tenaga dalam negeri mampu menanganinya, jika saja diberi kesempatan dan kepercayaan.
2.                  Reformasi Pajak 1994
Tanpa mengurangi substansi reformasi pajak 1983, reformasi perpajakan 1994 dan 1997 merupakan konsekuensi logis atau lanjutan sebagai hasil dari evaluasi pelaksanaan reformasi sebelumnya, khususnya pelaksanaan prinsip self assessment. Sudah menjadi sifat WP di negara manapun untuk berupaya menghindari atau mengecilkan kewajiban pajaknya. Bedanya, di negara-negara maju umumnya, upaya-upaya tersebut dijalankan WP dengan memanfaatkan peluang-peluang legal yang tersedia serta perencanaan pembayaran kewajiban pajak yang baik (healthy tax planning). Sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, upaya penghindaran dan pengecilan pajak ditempuh dengan upaya yang legal maupun ilegal. Sementara sifat atau perilaku petugas pemungut pajak di negara maju umumnya lebih disiplin dan bersih dibandingkan dengan pegawai pajak di negara berkembang yang umumnya justru aktif mencari peluang memperkaya diri dengan menyalahgunakan kewenangannya. Dengan menyadari perilaku WP dan aparatur pajak yang umumnya belum terpuji (kurang jujur) itu, efektivitas pelaksanaan prinsip self assasesment, yakni WP menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang, sedikit banyak agak terganggu. Reformasi 1994 antara lain dimaksudkan untuk menjaga efektivitas pelaksanaan prinsip self assessment, yaitu dengan meminimalkan interaksi aparatur pajak dengan WP. Selain itu, reformasi 1994 dimaksudkan untuk menerapkan seluas mungkin PPh Final sepanjang syarat-syaratnya bisa terpenuhi, mampu meningkatkan penerimaan pajak, dan bisa menutup kebocoran (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang terjadi. Penerapan PPh Final telah terbukti efektif dan diminati WP karena selain sederhana dan mekanismenya mudah, juga memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi WP dengan penghasilan yang sejenis. Sedangkan bagi Direktorat Jenderal Pajak, penerapan PPh Final selain memudahkan dalam perencanaan besarnya penerimaan pajak, juga karena biaya pemungutannya yang sangat murah, tetapi memberikan peningkatan penerimaan pajak yang signifikan. PPh Final itu ibarat mengambil uang rakyat (pajak) tanpa keringat dan mereka yang diambil uangnya tidak mengeluh. PPh Final antara lain diterapkan dalam pemungutan PPh atas penghasilan bunga bank yang diterima masyarakat dari deposito, tabungan atau simpanannya di bank dengan tarif 20%. Sistem ini juga diterapkan pada penghasilan dari penjualan tanah dan rumah dengan tarif 5% dari harga jual atau nilai jual objek pajaknya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). PPh Final juga diterapkan terhadap transaksi penjualan saham di Bursa Efek Indonesia dengan tarif 1/1000 (satu permil) dari harga jual saham.
Dengan memahami latar belakang perilaku WP ataupun aparatur pajak itu, reformasi 1994 dimaksudkan untuk menjaga tegaknya prinsip-prinsip dalam reformasi pajak 1983, yaitu :
a.                   Sederhana, artinya kedua belah pihak (WP dan aparatur pajak) dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan mudah dan murah;
b.                  Asas pemerataan dan keadilan dalam beban pajak yang harus dipikul;
c.                   Kepastian hukum bagi kedua belah pihak (WP dan aparatur pajak);
d.                  Menutup atau mengurangi peluang-peluang penyelundupan pajak dan penyalahgunaan wewenang;
e.                   Netralitas dalam pengenaan pajak untuk menjaga perilaku alami WP;
f.                   Dapat digunakan sebagai instrumen tambahan untuk mendorong pembangunan ekonomi di sektor atau daerah tertentu.
Reformasi pajak 1994 juga memperhatikan faktor globalisasi dan semangat persaingan tarif pajak dengan negara-negara ASEAN dalam memperebutkan investasi.
Reformasi pajak 1994 ini meliputi perubahan pada 4 (empat) undang-undang yaitu;
a.                   Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b.                  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.
c.                   Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
d.                  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Untuk lebih mewujudkan prinsip-prinsip pemungutan pajak seperti disebutkan di atas, reformasi perpajakan tahun 1994 ini memberikan landasan hukum yang lebih tegas untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan tarif PPh yang lebih progresif. Sebagai penajaman dari prinsip kesederhanaan dan prinsip kepastian hukum, definisi atau cakupan dari subjek pajak dan obyek pajak, beserta pengecualian-pengecualiannya diberikan penegasan yang lugas agar terhindar dari multitafsir dalam pelaksanaannya. Penajaman ini juga meliputi perluasan objek-objek pajak baru atas penghasilan yang selama ini (1984-1994) belum termasuk ataupun yang timbul karena perkembangan dari globalisasi. Misalnya, premi asuransi yang dibayarkan ke luar negeri, penghasilan dan penjualan harta di Indonesia yang dinikmati WP luar negeri, pengakuan pengeluaran atau beban atau ongkos untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan sumber daya manusia, serta pengeluaran atau biaya untuk pelestarian lingkungan dan ekosistem.
Prinsip kesetaraan antara WP dengan aparatur pajak mulai ditekankan. Prinsip keseimbangan atau kesetaraan antara WP dan aparatur pajak antara lain dengan diberikannya bunga sebesar 2% perbulan atas keterlambatan dalam pengembalian lebih bayar pajak oleh negara (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994) ataupun sanksi yang mengatur bahwa pejabat pajak dapat dihukum pidana kurungan dan denda jika melanggar ketentuan rahasia jabatan.
Selain itu, reformasi pajak 1994 ini lebih menegaskan pelaksanaan prinsip bahwa peraturan perpajakan harus berlaku sama bagi setiap WP dengan situasi atau kasus yang sama, seperti PPh Final sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tarif PPh tertinggi juga kembali diturunkan dari 35% menjadi 30% dan kembali terbukti bahwa penurunan tarif tidak menurunkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Begitu pula dengan tax ratio (rasio penerimaan pajak terhadap PDB atau Pendapatan Domestik Bruto) yang tidak menunjukkan angka penurunan. Selain itu, masa kadaluarsa pajak diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun.
Faktor utama keberhasilan reformasi 1994 ini terletak pada 4 hal, yaitu;
a.                   Dukungan luas masyarakat sebagaimana yang terjadi pada reformasi perpajakan 1983;
b.                  Penyederhanaan metode pengenaan pajak dan pemberian kepastian hukum sehingga dirasakan lebih mudah dan adil;
c.                   Semakin sempitnya ruang penyelundupan pajak;
d.                  Tidak ada unsur politisasi pajak atau semangat mencari popularitas politik atau propaganda dari kebijakan atau reformasi pajak sehingga praktis tidak menimbulkan hal yang kontroversial atau kontraproduktif dalam pelaksanaannya.
Di bidang PPN, setelah 9 tahun diberlakukan (1985 s/d 1993) dirasa perlu untuk menyempurnakan dan menata kembali berbagai isu pokok seperti :
a.                   Cakupan obyek pajak, saat dan tempat PPN terutang;
b.                  PPN yang tidak dipungut atau dibebaskan oleh negara;
c.                   PPN atas kegiatan membangun sendiri;
d.                  PPN atas penyerahan barang yang menurut tujuan semula buka untuk diperjualbelikan;
e.                   Restitusi PPN.
Sedangkan reformasi pajak 1994 dalam PBB hanya meliputi 2 aspek, yaitu:
a.                   Diperkenalkannya besarnya NJOP tidak kena pajak untuk setiap WP-PBB, yaitu sebagai perwujudan keadilan bagi WP dengan harta tertentu (sedikit), tidak dikenakan PBB.
b.                  Memperjelas ketentuan mengenai upaya banding PBB ke badan peradilan pajak sebagaimana jenis-jenis pajak lainnya.
3.                  Reformasi Pajak 1997
Reformasi pajak 1997 merupakan bagian dari reformasi pajak 1994 sehingga prinsip, dasar, dan tujuannya sama dengan reformasi pajak 1994. Rentang waktu 3 tahun ini semata-mata karena faktor antri menunggu giliran pembahasan di pemerintahan ataupun di DPR. Sebenarnya reformasi pajak 1983 dan 1994 telah mampu meningkatkan peran penerimaan pajak dalam APBN menjadi di atas 70%, dengan tulang punggung utamanya dari PPh dan PPN. Sedangkan reformasi pajak 1997 sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari paket reformasi pajak 1994, telah mengesahkan 5 buah undang-undang yaitu:
a.                   Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).
b.                  Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c.                   Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
d.                  Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
e.                   Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Kelima undang-undang tersebut di atas dimaksudkan sebagai penyempurna reformasi pajak 1983 dan 1994 khususnya untuk menertibkan penerimaan negara di tingkat pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
4.                  Reformasi Pajak Pasca 1997
Setelah reformasi pajak tahun 1997, perubahan-perubahan masih terus berlangsung baik dalam peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, reorganisasi Ditjen Pajak, maupun modernisasi informasi teknologi. Pada pengamatan penulis, perubahan-perubahan pasca tahun 1997 ini telah kehilangan arah atau sasaran yang ingin dicapai karena bersifat asal-asalan dan sekedar trend politik dalam era reformasi. Banyak yang berpendapat perubahan-perubahan pasca tahun 1997 lebih dilatarbelakangi motif politik atau ingin meninggalkan “kenangan” atau sekadar cara untuk memperpanjang jabatan. Sebagian lagi berpendapat sekadar untuk menciptakan proyek politik dengan biaya yang amat mahal seperti proyek yang sedang berlangsung sekarang ini di Ditjen Pajak dengan nama PINTAR, yaitu proyek reformasi administrasi pajak (Tax Administration Reform) dengan dana pinjaman Bank Dunia sebesar USD 145 juta dan ditangani konsultan-konsultan asing. Selain ditengarai berbiaya amat mahal dan politis, perubahan-perubahan yang berlangsung sejak era reformasi hingga kini, baik dalam peraturan perundangundangan, reorganisasi, modernisasi IT, maupun reformasi birokrasi dengan remunerasi barunya dinilai tidak atau belum menunjukkan hasil yang berarti. Salah satu contoh mencolok dari politisasi pajak dalam reformasi pasca 1997 dapat dilihat dari ambisi menambah jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari dibawah 1 juta menjadi minimal 10 juta NPWP. Padahal penambahan jumlah NPWP belum tentu berarti penambahan jumlah WP, apalagi penambahan besarnya pajak yang diterima negara. Oleh karena itu, peningkatan jumlah NPWP yang mencapai lebih dari 10 kali lipat tersebut tidak diikuti dengan penambahan riil jumlah WP ataupun peningkatan penerimaan pajak yang signifikan. Peningkatan penerimaan pajak yang terjadi adalah peningkatan normal atau rutin. Hal ini bisa dijelaskan karena sebagian besar NPWP baru tersebut berasal dari PNS/militer/polisi/pejabat negara yang pajaknya ditanggung negara. Penambahan NPWP juga berasal dari karyawan yang selama ini pajaknya telah dibayar melalui pemotongan gaji/upah oleh majikan /tempatnya bekerja. Sebagian lagi berasal dari mereka yang terpaksa diberi NPWP atau mengambil NPWP karena keperluan sesaat padahal mereka bukan atau tidak akan menjadi subjek pajak yang efektif. Di lain pihak, kini Ditjen Pajak direpotkan dengan beban administrasi yang luar biasa volumenya atau yang biasa dikenal dengan nama WP-WP non-efektif atau WP nihil. Selain biaya administrasinya mahal, pengelolaan WP nonefektif atau WP nihil ini bisa mengakibatkan pengalihan perhatian petugas pajak dari tugas-tugas memburu pajak dari WP besar atau tugastugas strategis lainnya.
Selain perubahan BPHTB seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pokok-pokok perubahan yang terakhir adalah :
a.                   Perubahan Undang-Undang KUP yang mulai berlaku tahun 2008, meliputi antara lain, perubahan sistem keberatan dan banding, syarat-syarat bukti permulaan yang diperingan, dan ancaman sanksi bagi pegawai pajak yang diperberat.
b.                  Perubahan pada Undang-Undang PPh yang mulai berlaku tahun 2010 di mana tarif PPh diturunkan dan tidak lagi progresif, bahkan cenderung regresif karena WP emiten dikenakan tarif khusus yang lebih rendah dari tarif pajak WP lainnya. Sebenarnya untuk menurunkan tarif PPh sampai dengan serendah-rendahnya 25% tidak diperlukan lagi perubahan Undang-Undang PPh karena dalam Undang-Undang PPh telah ditetapkan bahwa pemerintah berwenang menurunkan tarif PPh dari 30% menjadi serendah-rendahnya 25%.
c.                   Perubahan Undang-Undang PPN yang mulai berlaku April 2010 yang antara lain mengatur Restitusi PPN dan Barang Kena Pajak (BKP).
Pada hemat penulis target atau sasaran dari perubahan 3 (tiga) Undang-undang tersebut di atas pada hakikatnya dapat dicapai melalui perangkat peraturan dibawah undang-undang. Di samping perubahan inti pada undang-undang dibidang perpajakan, reformasi pajak pasca 1997 ini juga meliputi perubahan-perubahan suplemen, yakni reorganisasi, IT, dan remunerasi khusus bagi pegawai Ditjen Pajak yang menimbulkan kecemburuan dari PNS pada umumnya. Semua perubahan-perubahan ini sempat dijadikan barang propaganda oleh unit tertentu pemerintah sebagai proyek percontohan reformasi birokrasi. Meski belum dilakukan evaluasi atau penelitian sukses tidaknya reformasi pasca 1997, tetapi terdapat indikasi kuat bahwa reformasi ini tidak mengenai sasaran. Indikasi tersebut dapat dilihat dari hal-hal di bawah ini:
a.                   Ide-ide perubahan pasca 1997 datang dari pihak asing (Bank Dunia dan IMF) dan dikerjakan oleh konsultan-konsultan asing. Idealnya ide perubahan datang dari pihak Indonesia dan dikerjakan oleh tenaga-tenaga Indonesia.
b.                  Biaya perubahan yang amat mahal yang umumnya bersumber dari dana pinjaman Bank Dunia.
c.                   Target penerimaan pajak pada umumnya tidak tercapai, kecuali tahun 2008 yang tertolong karena pemasukan dari sunset policy yang pada hakekatnya adalah semi pengampunan pajak.
d.                  Tax ratio yang justru cenderung turun (11%-12%).
e.                   Pembayaran-pembayaran pajak fiktif yang terus terjadi yang tidak tertangkap oleh sistem baru yang mahal itu. Pembayaran pajak fiktif diketahui dari laporan WP atau masyarakat.
f.                   Dalam pemeriksaan pajak, aparatur pajak masih tetap menggantungkan pada data yang diserahkan WP.
g.                  Distribusi beban pekerjaan di lingkungan Ditjen Pajak yang semakin timpang akibat reorganisasi yang salah arah atau asal berubah. Contohnya, dalam perkara PT. SAT, Gayus Tambunan yang sebenarnya adalah pegawai di Seksi Banding telah mengerjakan tugas Humala Napitupulu seorang pegawai pada Seksi Keberatan yang kewalahan karena banyaknya keberatan pajak yang harus ditanganinya. Humala Napitupulu menyerahkan tugasnya kepada Gayus Tambunan dan hanya menandatangani saja hasil kerja yang disodorkan oleh Gayus Tambunan.
h.                  Semakin banyaknya skandal atau kasus-kasus korupsi pajak.
i.                    Software data WP yang kabarnya kini dikuasai pihak konsultan pajak swasta yang berpotensi melanggar prinsip kerahasiaan data WP ataupun untuk tujuan penyalahgunaan lainnya.
j.                    Adanya kontroversi di masyarakat dan keluhan-keluhan pegawai (yang tidak mencuat) di lingkungan Ditjen Pajak bahwa mereka telah dijadikan objek politisasi dan komersialisasi. Berbeda dengan reformasi pajak 1983 dan 1994 yang menekankan pada penurunan dan penyederhanaan tarif PPh dan struktur lapisan yang kena pajak, namun reformasi pajak pasca 1997 justru bekerja sebaliknya. Bahkan reformasi pajak pasca 1997, karena bermuatan politis, membedakan lagi tarif PPh antara WP orang pribadi dengan WP badan hukum, yang berarti mengganggu prinsip netralitas dalam pemungutan pajak ataupun perilaku pilihan WP.

5.                  Bukti Yang Terkait Tentang Reformasi Perpajakan Di Indonesia
1.                  Rekening Gendut PNS Muda Bukti Reformasi Birokrasi Tak Berjalan[6]
Temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening gendut para pegawai negeri sipil (PNS) yang masih berusia muda menjadi bukti reformasi birokrasi belum berjalan. Niat pemerintah memberantas KKN dan memperbaiki kinerja para PNS dinilai hanya menjadi retorika. Masyarakat menyayangkan sistem yang membuat para PNS yang masih muda pun sudah melakukan korupsi. Mereka menilai seharusnya justru mata rantai korupsi diputus pada para PNS muda ini, namun indikasinya mereka diduga malah ikut terlibat. Mereka pun meminta pemerintah serius membenahi birokrat dan memutus mata rantai korupsi. Selain itu mereka menilai pelayanan publik pun belum berjalan.
2.                  Kasus Gayus Bukti Reformasi Birokrasi Belum Berhasil[7]
Kasus dugaan mafia pajak yang melibatkan pegawai golongan IIIA Direktorat Jenderal Pajak merupakan bukti belum berhasilnya reformasi birokrasi di tubuh institusi negara. Indikasi penyelewengan di sejumlah institusi dinilainya tidak semakin menyusut, tetapi justru semakin meningkat.
Kasus tersebut, menjadi pertanda bahwa KKN, manipulasi, dan berbagai bentuk korupsi sudah "membudaya". Pemberian remunerasi dengan menaikkan upah pegawai juga dinilai tidak berhasil untuk menghindari perilaku koruptif.


[1] Cwiexz. 2009. Reformasi Perpajakan di Indonesia. http://cwiexz.blogspot.com/2009/11/reformasi-perpajakan-di-indonesia.html
[5] Bawazier. Fuad. 2011. Reformasi Pajak di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 8 No. 1
[6] Fadillah, Ramadhian. 2011. Rekening Gendut PNS Muda Bukti Reformasi Birokrasi Tak Berjalan. Detiknews: Jakarta
[7] Wedhaswary, Inggried Dwi . 2010. Kasus Gayus Bukti Reformasi Birokrasi Belum Berhasil. Kompas Nasional: Jakarta

9 komentar:

  1. Mba Nia Artikelnya bagus banget saya ijin copas buat tugas Makalah dan Presentasi ya. . . Semoga tuhan membalas kebaikan anda. amin. .

    Terima Kasih

    BalasHapus
  2. Yaa.. Silahkan..
    Amin ya Allah..
    Terima kasih kembali.. :D

    BalasHapus
  3. Mbak makasih artikelnya sangat membantu saya dalam belajar pengantar perpajakan...

    BalasHapus
  4. mba izin copas ya buat tugas makalah, artikelnya bagus mba...

    BalasHapus

  5. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  6. TAWARAN PINJAMAN URGENT APLIKAT SEKARANG.


    Peminjam Pinjaman yang dihormati,


    Salam dari REBACCA ALMAL LOAN SYARIKAT.


    Kami disahkan Peminjam pinjaman yang menawarkan pinjaman kepada orang-orang yang memerlukan pinjaman. Kami memberi pinjaman untuk projek, perniagaan, cukai, hutang, bil, dan banyak sebab lain. Kami beroperasi pada kadar faedah 2%. Ada lebih banyak untuk mendapatkan pinjaman daripada syarikat ini, jadi Adakah anda memerlukan pinjaman? Adakah anda dalam hutang? Adakah anda ingin memulakan perniagaan dan memerlukan modal? Adakah anda memerlukan pinjaman atau pembiayaan untuk apa-apa sebab? Bantuan anda akhirnya di sini, kerana kami memberi pinjaman kepada semua orang dengan kadar faedah yang murah dan berpatutan hanya 2%, jika berminat hubungi kami hari ini di: (rebaccaalmaloancompany@gmail.com) dan dapatkan pinjaman anda hari ini.


    kami memberikan yang berikut;

    *Pembaikan rumah

    * Pinjaman Pencipta

    * Pinjaman Kereta

    * Pinjaman Penyatuan Hutang

    * Talian Kredit

    * Pinjaman Kedua

    * Pinjaman Perniagaan

    * Pinjaman Peribadi

    * Pinjaman Antarabangsa.


    Kami bersertifikat, boleh dipercayai, boleh dipercayai, cekap, pantas dan dinamik. Jika anda berminat sila hubungi kami melalui WhatsApp Number +14052595662


    Semoga berjaya,

    SYARIKAT PINJAMAN REBACCA ALMAL.

    BalasHapus
  7. KESAKSIAN!! KESAKSIAN!! JANGAN LUPA


    Halo teman-teman terkasih, Nama saya Karen Knowles dari Alabama, AS. Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana saya mendapatkan pinjaman dari perusahaan pinjaman hukum. Saya rusak karena saya masuk ke bisnis yang salah yang membuat saya kehilangan semua uang saya tetapi ketika saya mencari melalui internet saya melihat-lihat REBACCA ALMA LOAN COMPANY yang memberikan pinjaman bahkan tanpa jaminan atau cek kredit dan tanpa biaya tersembunyi. Saya melihat komentar semua orang di blog yang mengonfirmasi bahwa REBACCA ALMA LOAN COMPANY adalah perusahaan pinjaman asli. Jadi saya percaya bahwa saya telah bertemu dengan perusahaan pinjaman yang tepat meskipun pada awalnya saya agak takut karena saya telah melakukan kontak dengan pemberi pinjaman dan telah benar-benar palsu di masa lalu yang mengaku memberikan pinjaman tetapi pada kenyataannya mereka tidak. Jadi saya mengajukan pinjaman ke perusahaan ini dan saya sangat terkejut $ 150.000 (Seratus lima puluh ribu dolar) menyetujui pinjaman yang saya gunakan untuk kembali ke bisnis. Saya berkata pada diri sendiri bahwa saya harus membagikan kabar baik ini kepada dunia sehingga seseorang di luar sana yang mungkin mencari tempat untuk mendapatkan pinjaman asli di internet dapat menemukan tempat untuk mendapatkan pinjaman yang sah. Teman-teman yang terkasih, saya akan sangat menyarankan siapa pun yang membutuhkan pinjaman asli dari perusahaan ini untuk menghubungi mereka melalui email: (rebaccaalmaloancompany@gmail.com) Jangan takut pada mereka. Mereka adalah perusahaan pinjaman asli. Yang perlu Anda lakukan adalah mengikuti prosedur sederhana dan menyelesaikan transaksi dengan mereka dan Anda akan terkejut menerima pinjaman dari mereka seperti saya terkejut ketika saya memiliki saya. Anda juga dapat menghubungi ibu yang baik di Whatsapp +14052595662.


    Anda juga dapat menghubungi saya Untuk informasi dan konfirmasi lebih lanjut melalui alamat email saya karenknowles699@gmail.com.

    Silakan bagikan informasi ini sehingga orang lain dapat memperoleh manfaat dari layanan pinjaman awal ini.

    BalasHapus