Kamis, 20 Desember 2012

Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia


A.         Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Sebagai negara dengan kuantitas penduduk muslim yang terbesar di dunia, institusi perbankan di Indonesia ditantang untuk dapat mengoperasional sistem perbankan yang berbasiskan kepada syariah Islam. Meskipun agak terlambat, setelah beberapa decade “diambangkan” oleh kaum ulama dan pemerintah tentang persoalan halal dan haramnya bunga dalam perbankan, tahun 1992 dikeluarkan UU no. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menjadi tonggak legalitas diadopsinya perbankan syariah dalam sistem perbankan di Indonesia. Peraturan ini kemudian diperbaiki dengan UU no. 10 tahun 1998, lalu UU no. 23 tahun 1999, dan terakhir dengan UU. N0.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Sampai saat ini, perkembangan perbankan syariah sangat pesat baik dari jumlah usaha, kantor, penghimpunan dan pembiayaan, maupun ragam produknya. Namun, jangkauannya baru sebatas kota-kota besar, sehingga potensi dan peluangnya masih sangat besar.[1]

1.      Sejarah dan Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat Indonesia, yang disingkat dengan BMI merupakan bank dengan sistem tanpa bunga atau bagi hasil pertama di Indonesia. Pada saat pertama didirikan terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Milliar dan pada tanggal 3 Nopember 1991 dalam acara silaturrahmi presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 01 Mei 1992, BMI mulai beroperasi, namun masih menggunakan UU No. 7 tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu. BMI sampai September 1999, telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Balikpapan dan Makasar.[2] Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah diIndonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat,  saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

2.      Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia[3]

a.             Faktor Pendukung
Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang yang mengembirakan dan perlu dioptimalkan guna membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain restrukturisasi perbankan. Hal itu dikarenakan adanya beberapa pertimbangan, antara lain ;
(1)   Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Rakyat Indonesia 85 % beragama Islam, meskipun pada hakikatnya agama non Muslim pun (Yahudi dan Nasrani) juga menolak konsep bunga ini, yang telah nyata gagal dalam usahanya mensejahterakan masyarakat dan bangsa ini, bahkan telah membuat terpuruk perekonomian Indonesia. Apabila penduduk Indonesia saat ini 220 juta maka 187 juta adalah beragama Islam, meskipun tidak semua orang Muslim memahami konsep bunga ini maka disinilah tugas kita, terutama ulama dan cendekiawan yang secara khusus memiliki pengikut, seperti ulama dan cendekiawan yang ada di organisasi sosial kemasyarakat (NU, Muhamadiyah, Al-Irsyad, dll.) maupun organisasi partai politik (PK, PBB, PNU, dll.) untuk memberikan pemahaman dan sosialisasi tentang keberadaan perbankan syariah di Indonesia secara terus-menerus. Berdasarkan data BMI bahwa jumlah nasabah BMI dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun keuangan mikro lainnya yang berprinsip syariah masih 0,2 % dari nasabah bank nasional sehingga perbankan syariah masih dapat memobilisasi dana masyarakat  dengan bersaing dengan perbankan konvensional, terutama dari segmen masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.
Bank Islam
Bank Konvensional
·         Melakukan investasi yang halal saja;
·         Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa;
·         Profit dan kemakmuran dunia akhirat oriented (falah);
·         Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan;
·         Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pertimbangan Syariah (DPS).
·         Halal dan haram;
·         Memakai bunga;

·         Profit oriented;

·         Debitur – kreditur;

·         Tidak ada dewan sejenis DSN.

(2)   Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang debitur harus dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, apakah debitur mendapatkan untung atau rugi. Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini berbeda dengan sistem perbankan syariah. Konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship), sehingga adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah menerapkan nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan nilai keadilan, persaudaraan, kepedulian sosial yang bersifat horisontal. Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional  disajikan dalam tabel berikut ini :

(3)   Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan . Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal). Produk perbankan seperti berupa tabungan, giro dan deposito yang menerapkan prinsip-prinsip simpanan (depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee based services).
(4)   Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah. Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk membuka kantor bank umum syariah ataupun kantor unit syariah dapat terlihat dari perkembangan yang pesat jumlah perbankan syariah di Indonesia. Apabila saat-saat krisis tahun 1998 baru ada satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan 9 kantor cabang dan itu hanya tersebar di Pulau Jawa dan 77 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maka per tanggal 23 Juli 2002, sudah ada 2 Bank Umum Syariah, yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri (BSM) serta 6 Bank Umum Konvensional yang membuka unit syariah, yaitu BNI 1946, Bukopin, BRI, Danamon, IFI dan Bank Jabar dengan 36 kantor cabang, 52 kantor cabang pembantu serta 81 BPRS yang sudah tersebar di seluruh Indonesia.  Kinerja bank syariah juga sangat memuaskan. Hal ini dapat terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) atau perbandingan jumlah kredit dengan simpanan pihak ke-3, yang rata-rata 100 %, terkecuali BMI yang hanya 81 %. Ini masih lebih bagus dibandingkan LDR perbankan nasional yang hanya 39 %.  Namun, asset bank syariah yang pada Mei 2002, totalnya Rp 3.02 Trilyun masih kalah apabila dibandingkan perbankan yang menempati rangking menengah, seperti Bank Niaga yang pada tahun 1995 sudah mencapai Rp 4.74 Trilyun, apalagi jika dibandingkan dengan BCA yang total assetnya sebesar Rp 99 Trilyun.
(5)   Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan dengan cara sesuai Islam. Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan Quality Assurance Service Australia, predikat ISO 9001 tahun 2000 untuk pelayanan bank khususnya customer service dan taller banking  diberikan pada BMI, serta Market Research Indonesia tahun 2000, yang memasukkan BMI masuk deretan unggulan terbaik dari 5 bank dalam pelayanan.

b.            Faktor Penghambat
Faktor penghambat perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan tantangan, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip-prinsip dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Faktor-faktor penghambat itu adalah sbb. :
(1)    Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal pengembangan dapat dimaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, Sistem Ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi, secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih perlu disosialisasikan secara luas. Adanya perbedaan karakteristik produk bank konvensional dengan bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah juga dapat memberikan keuntungan finansiil yang kompetitif. Disamping itu, salah satu karakteristik khusus dari hubungan bank dengan nasabah dalam sistem perbankan syariah adalah adanya moral force dan tutunan terhadap etika usaha yang tinggi dari semua pihak. Hal ini selanjutnya akan mendukung prinsip kehati-hatian dalam usaha bank maupun nasabah.
(2)    Peraturan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah. Hal ini disebabkan adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional antara bank syariah dan bank konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah sehingga bank syariah dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain hal yang menyatakan :
(a)    Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas;
(b)   Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral;
(c)    Standar akuntansi, audit dan pelaporan;
(d)   Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dsb.
(3)    Jaringan kantor bank syariah yang belum luas. Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah. Kerjasama yang sangat diperlukan antara lain, berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai suatu badan usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis. Karenanya, jumlah jaringan kantor bank yang luas  juga akan meningkatkan efisiensi usaha. Berkembangnya jaringan bank syariah  juga diharapkan dapat meningkatkan komposisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa bank syariah. Sebagai bahan pertimbangan, di bawah ini dapat dilihat perbandingan bank syariah di Indonesia dan Malaysia.

Perkembangan
Indonesia (2001)
Malaysia (2000)
Pengembanan Sistem
1990-an
1982-an
Jumlah
·      2 bank syariah
·      3 unit usaha syariah
·      81 BPRS
·         2 bank Islam
·         47 window bank konvensional
Pangsa Pasar
0.25 %
6,9 %
Proyeksi
Garis besar pelayanan
Rinci berserta tahap pencapaian
Sumber : Republika, April 2002.

(4)    Kecilnya market share. Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan utama menggerakan perekonomian secara produktif. Di samping sungguh-sungguh menjalankan fungsi intermediasi karena secara syariah tugas bank selaku mudharib (pengelola dana) harus menginvestasikan pada sektor ekonomi secara riil untuk kemudian berbagi hasil dengan sahibul maal (pemilik dana) sesuai dengan nisbah yang disepakati. Hal ini terbukti, meskipun market share bank syariah masih sangat kecil, yaitu kurang dari 1 %, namun rasio pembiayaan dengan dana pihak ketiga lebih dari 100 %, yang berarti bank telah menjalankan fungsi intermediasinya tersebut. Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain karena bank syariah mempunyai keterbatasan dana baik dari  segi permodalan maupun jumlah danamasyarakat yang berhasil dihimpun karena alasan-alasan seperti yang diungkapkan di atas.
(5)    Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit. Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang non perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit. Pengembangan sumber daya manusia dibidang perbankan syariah sangat perlu karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan, serta ketrampilan pengelola bank. Sumber daya manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang khas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan, serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten.  Dalam hal pengembangan bank syariah dengan cara mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah atau membuka kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional. Permasalahan ini menjadi lebih penting karena diperlukan suatu perubahan pola pikir dari sistem usaha bank yang beroperasi secara konvensional ke bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Menurut M. Luthfi Hamidi, kelemahan yang dimiliki oleh bank syariah dalam operasionalnya, yaitu antara lain :
(a)    Mutu pelayanan manajemen keuangan yang masih belum baik, yang mungkin dikarenakan masih terlalu menerapkan  prinsip kehati-hatian, kekhawatiran adanya kredit macet atau juga yang lain;
(b)   Kekurangan modal yang dimiliki oleh bank syariah, sedangkan pemeintah seakan-akan masih enggan membantunya. Pemerintah lebih memperhatikan bank komersiil konvensional dengan kebijakan meratifikasinya, seperti BNI 46 berjumlah Rp 600 M, Bank Mandiri berjumlah Rp 1.4 T, dan Bank Lippo berjumlah Rp 2 T. Sedangkan sampai saat ini bank syariah modalnya masih didominasi oleh IDB dengan memberikan tambahan modal US $ 10 juta, yang sebelumnya telah memberikan modalnya US $ 6 juta atau Rp 40 M.

1 komentar:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus