BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam bab-bab sebelumnya telah
di bahas berbagai perbedaan perspektif/visi yang terdapat di dalam ilmu,
penelitian, paradigma, dan pembuatan standart akuntansi. Mereka semua
menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman pendekatan yang digunakan di dalam
studi dan penelitian mengenai topik-topik akuntansi. Kekayaan dan
keanekaragaman ini mengharuskan adanya perspektif yang berbeda di dalam
metodologi yang di gunakan dan visi yang berbeda dari jenis peneliti yang
tertarik untuk melakukan penelitian akuntansi.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, dapat
penulis rumuskan masalahnya yaitu sebagai berikut: Bagaimana perspektif-perspektif
penelitian dalam akuntansi?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
dari rumusan masalah yang ada, tujuan dari penulisan ini ialah untuk
mendeskripsikan perspektif-perspektif penelitian
dalam akuntansi.
D.
Manfaat penulisan
1.
Manfaat penulisan bagi
pembaca yaitu sebagai informasi bagi pembaca untuk dapat mengetahui informasi
mengenai perspektif-perspektif penelitian dalam
akuntansi.
2.
Manfaat penulisan bagi
penulis yaitu untuk menambah wawasan, serta mengembangkan cakrawala penulis
tentang perspektif-perspektif penelitian dalam
akuntansi.
E.
Metode penulisan
Metode
penulisan ini adalah berdasarkan informasi yang diperoleh dari buku reference
dan mars media melalui internet serta sumber-sumber terpercaya lainnya.
F.
Sistematika Penulisan
Sistimatika
penulisan ini adalah terdiri dari tiga bab. Bab pertama berisi Pendahuluan,
meliputi Latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat
Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Sedangkan Bab kedua berisi Pembahasan.
Bab tiga merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN[1]
1.
Perspektif Peneliti – Peneliti Akuntansi
A.
Perolehan
Ilmu Akuntansi
Pada dasarnya kita mulai
memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman konkrit yang kita
alami. Keunikan dari beberapa peristiwa, ritual atau fenomena mengarahkan kita
untuk meningkatkan pengamatan dan pemikiran yang kita lakukan atas apa yang
sedang terjadi. mengajarkan kita, jika kita cukup termotivasi, untuk
menciptakan hipotesis dalam bentuk konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal
ini menggerakkan kita untuk menguji hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami
implikasi yang dihasilkan oleh konsep tersebut pada situasi-situasi baru dan
sebagai proses untuk memperhalus pengetahuan yang kita peroleh. Hal di atas
sebenarnya menggambarkan proses yang menjelaskan perolehan suatu ilmu
akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta tertentu (diamati atau ditemukan)
berlanjut ke hipotesis-hipotesis tertentu (penyusunan pemikiran) lalu ke
teori-teori umum (penyusunan pemikiran yang lainnya) hingga ke hukum umum yang
diamati atau ditemukan.[2]
Perhatikan bahwa pengetahuan
terbagi menjadi tiga jenis[3]:
1.
Pengetahuan-bahwa
(knowledge-that) atau pengetahuan
faktual,
2.
Pengetahuan-dari
(knowledge-of) atau pengetahuan
berdasarkan perkenalan atau pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan
3.
Pengetahuan-bagaimana
(knowledge-how).
B.
Klasifikasi
Peneliti-Peneliti Akuntansi
Keragaman ilmu pengetahuan dan
proses perolehan ilmu pengetahuan mengarah ke adanya kebutuhan untuk mengklasifikasikan
ilmuan pada umumnya dan peneliti akuntansi pada khususnya. Terdapat berbagai
kemungkinan kerangka kerja untuk mengklasifikasikan para peneliti secara umum,
termasuk tipologis.
Tipologi yang digunakan oleh
Mitroff dan Kilman[4]
untuk menghasilkan klasifikasi para peneliti:
·
Ilmuan
Abstrak (Abstract Scientist-AS);
·
Teoritikus
Konseptual (Conseptual Theorist-CT);
·
Humanis
Konseptual (Conseptual Humanist-CH);
·
Humanis
Khusus (Particular Humanist-PH).
Ilmuan Abstrak,
seseorang yang menggunakan indra nya dan berpikir, dimotivasi oleh penyelidikan
yang menggunakan metodologi dan logika yang seksama, dengan fokus pada
kepastian, keakuratan dan keandalan, serta bergantung pada sebuah paradigma
konsisten yang sederhana dan terdefinisikan dengan baik.
Teoritikus Konseptual, seseorang yang berfikir dan berintuisi, mencoba untuk memberikan banyak
penjelasan atau hipotesis untuk fenomena yang terjadi dengan berfous pada
penemuan dan bukan pengujiannya.
Humanis Khusus,
seseorang yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan dengan
keunikan dari individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang
unik dari pada suatu akhir teoretis yang Abstrak.
Humanis Konseptual,
seseorang yang menggunakan intuisi dan perasaannya, berfokus pada kesejahteraan
manusia yang mengarahkan penyelidikan konseptual pribadinya ke arah kebaikan
dari umat manusia secara umum.
2.
Perspektif Metodologi Akuntansi :
Ideografi Versus Nomotesis
Pendekatan nomotesis ... hanya
mencoba untuk mencari hukum dan menerapkan prosedur-prosedur yang telah di
sampai kan oleh ilmu pasti. Psikologi secara umum telah berusaha untuk
menjadikan dirinya sebagai salah satu disiplin ilmu yang sepenuhnya nomotesis.
Sedangkan ilmu-ilmu pengetahuan ideografis ... berusaha untuk memahami beberapa
peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi di alam atau di masyarakat.
Burrell dan Morgan memberikan
suatu definisi yang mendalam mengenai baik nomotesis maupun ideografi.
Pendekatan ideografis adalah:
Didasarkan atas pandangan
bahwa seseorang hanya dapat memahami dunia sosial dengan pertama kali memperoeh
pengetahuan langsung dari subyek yang sedang diselidiki. Ia kemudian memberikan
tekanan yang cukup kuat untuk mendekati subjek tersebut dan menekan kan
analisis dari catatan-catatan subjektif
yang di hasilkan dengan “masuk ke dalam” situasi dan melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari, analisis
yang rinci dari wawasan yang di ciptakan oleh interaksi sejenis dengan subjek
dan wawasan yang di tunjukkan dalam catatan-catatan impresionistis yang di
temukan dalam buku harian, biografi, dan catatan-catatan jurnalistis.[5]
Pada sisi yang lain,
pendekatan nomotesis adalah : mendasarkan penelitian pada protokol dan teknik.
Pendekatan ini dilambangkan oleh pendekatan metode-metode yang di pergunakan
dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam. Ia disibukkan dengan penyusunan tes-tes
ilmiah dan penggunaan teknik-teknik
kuantitatif dalam analisis data. Survei, kuesioner, tes-tes kepribadian dan
semua jenis instrumen penelitian yang telah distandardisasi marupakan alat-alat
penting paling utama, yang menyusun meodologi nomotesis.[6]
Arti dari semua hal diatas
bagi praktik penelitian adalah pada akhirnya ia harus mengambil pilihan di
antara ketiga pilihan berikut:[7]
1.
Melakukan
baik penelitian nomotesis maupun ideografis dan agregatnya
2.
Melakukan
penelitian nomotesis dan ideografis secara bergantian, menggunakan kedua metode
tersebut secara bergantian untuk mengkapitalisasi kekuatan dari keduanya di
beberapa kasus tertentu dan mengatasi kelemahan yang di miliki metode lainnya
dibeberapa kasus lainnya.
3.
Mengembangkan
sebuah ilmu baru.
3.
Perspektif Ilmu Akuntansi
A.
“Hipotesis dunia” (world hypotheses) Oleh
Stephen Pepper
1) Formisme
Formisme
secara filosofis terhubung dengan “kenyataan” dan “idealisme platonik” dengan
eksponen-eksponen. Metafora akarnya adalah kesamaan. Hal ini mengasumsikan
formisme berfokus pada fenomena-objek, peristiwa, proses – yang di ambil satu
persatu dari sumber,yang mencoba untuk mengidentifikasikan kesamaan atau
perbedaan hanya melalui sebuah uraian, dan menerima hasil dari penguraian
tersebut. Aktifitas utama adalah pengraian dengan berdasar pada kesamaan, tampa
mempertimbangkan sumber- sumber dari kesamaan itu sendiri. Uraian dalam
formisme terbagi menjadi tiga katagori : (1) karakter, (2) kekhususan, dan (3)
Partisipasi.
Apa yang tampak dalam formisme adalah bahwa kebenaran merupakan tingkat
kesamaan suatu uraian terhadap objek yang di acunya. Formisme merupakan sebuah teori kebenaran yang
didasar kan atas kesesuaian. Formisme tidak meliputi pertanyaan-pertanyaan
keseragaman empiris, karena mereka hanya setengah benar dimana kebenaran penuh
adalah uraian yang secara akurat sesuai dengan fakta-fakta yang telah terjadi
dan dengan hukum-hukum yang perlu di tegakkan.
2) Mekanisme
Mekanisme secara filosofis
terhubung dengan naturalisme atau materialisme. Metafora akarnya adalah sebuah
mesin. Seperti formisme, ia merupakan suatu teori analitis yang berfokus pada
elemen-elemen yang memiliki ciri-ciri tersendiri dan bukannya sesuatu yang
kompleks atau konteks. Akan tetapi, tidak seperti formisme, ia integratif dalam
suatu urutan yang tertentu dan, jika cukup banyak hal yang dapat diketahui. Mereka
dapat di ramalkan, atau paling sedikit di uraikan, sesuai dengan
kebutuhannya.pengetahuan yang berjenis mekanisme ini memiliki enam ciri-ciri :
a.
Seperti
sebuah mesin, objek studi terdiri atas bagian-bagian yang memiliki
lokasi-lokasi tertentu.
b.
Bagian
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat utama
dari mesin tersebut.
c.
Hubungan
resmi antara bagian-bagian dari objek studi dapat diuraikan sebagai rumus-rumus
fungsional atau korelasi-korelasi statistik, hal ini merupakan pernyataan dari
antarhubungan di antara bagian-bagian mesin.
d.
Sebagai
tambahan dari sifat utama, terdapat karakteristik lain yang dapat di nyatakan
secara kuantitatif, meskipun tidak relevan secara langsung dengan objek studi:
Mereka adalah sifat-sifat sekunder.
e.
Sifat-sifat
sekunder tersebut juga berhubungan secar prinsip dengan objek studi karena “
jika memang terdapat suatu uraian lengakap tentang mesin, kita seharusnya ingin
untuk menemukannya dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat
mempertahankan sifat-sifat sekunder tertentu terletak pada bagian-bagian
tertentu dari mesin tersebut”.[8]
f.
Hukum-hukum
sekunder menandai hubungan yang stabil di antara sifat-sifat sekunder.
3) Kontekstualisme
Kontekstualisme berhubungan
dengan pragmatisme. Metafora akarnya adalah peristiwa historis atau tindakan
dalam konteks. Tidak seperti formisme, kontekstualisme bersifat sintetis, di
mana ia berfokus pada pola, suatu keseluruhan objek studi daripada fakta-fakta
yang terpisah. Seperti formisme, kontekstualisme bersifat dispersif di mana
fokusnya adalah pada interpretasi dari fakta-fakta yang di ambil satu per satu
dari suatu keseluruhan fakta.
4) Organisisme
Organisisme
terhubung dengan absolut atau idealisme objektif. Metafora akarnya adalah
integrasi secara keseluruhan atau kesatuan yang harmonis dilihat dari segi
ketepatan waktu dan struktur yang bertahan. Seperti mekanisme, organisisme
terintegrasi dalam artian bahwa dunia tersusun dari fakta-fakta yang tertata
rapi dan terintegrasi yang dapat diuraikan sekaligus dapat diramalkan. Seperti
kontekstualisme ia bersifat sintetis, dengan berfokus pada keseluruhan objek
studi dan bukannya fakta-fakta yang
berbeda.
Teori
kebenaran dari organisisme adalah koherensi yang di dasar kan pada determinasi
dan keabsolutan. Dengan kata lain, organisisme
mengusulkan adanya tingkat kebenaran yang tergantung pada jumlah fakta
yang di ketahui,dan ketika semua fakta telah diketahui, karena memang pada
prinsipnya mereka dapat diketahui, baru kebenaran absolut dapat di peroleh.[9]
B.
Formisme dalam akuntansi
Formisme
dalam akuntansi meliputi pencarian akan kesamaan dan perbedaan di antara
berbagai objek studi yang berbeda-beda tanpa mempertimbangkan adanya
kemungkinan hubungan di antara mereka. Dapat di kemukakan bahwa seluruh
pengetahuan teknik akuntansi yang digunakan dalam pengajaran akuntansi dan
termuat dalam buku-buku teks standar sampai sejauh ini adalah formistis secara
mutlak. Aturan-aturan umum, model dan algoritma yang digunakan untuk
menjelaskan fenomena akuntansi dan untuk membantu pelaksanaan praktik akuntansi adalah objek
studi yang memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat di bandingkan dari segi tingkat kesamaan dan perbedaan di
antara mereka.
C.
Mekanisme dalam akuntansi
Mekanisme akuntansi tidak
hanya meliputi pencarian kesamaan dan perbedaan di antara objek-objek studi
namun juga dan terutama adalah untuk hubungan kuantitatif yang memungkinkan
untuk dilakuakan penguraian dan
peramalan. Mekanisme dalam akuntansi adalah juga pencarian keteraturan empiris antara fenomena yang berbeda-beda
melalui berbagai bentuk korelasi statistik.
Mekanisme dalam akuntansi
berfokus pada pencapaian uraian yang semakin mendalam dan penyajian yang lebih
sempurna agar dapat menggambarkan suatu representasi yang singkat dari logika
yang menghubungkan bagian-bagian dari objek penelitian akuntansi.
Masalah lain yang dihadapi
oleh mekanisme dalam akuntansi adalah adanya asumsi tidak langsung bahwa:
a.
Ukuran
tidak memiliki perbedaan (invariant),
dan
b.
Hubungan
diantara ukuran tidak memiliki perbedaan (invariant).
4.
Kontekstualisme dalam akuntaansi
Kontekstualisme dalam
akuntansi berfokus pada interpretasi dari fakta-fakta independen yang di
peroleh dari seperangkat fakta menurut satu konteks spesifik yang akan
menciptakan suatu pola atau gestalt.
Fakta-fakta yang terdapat di setiap pola diasumsikan akan mengalami perubahan
dan menerima hal-hal baru. Tambahan lagi, mereka akan di bedakan berdasarkan
sifat dan tekstur mereka.
Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi bergantung pada
analisis dari fakta-fakta yang hanya diverifikasi secara langsung. Fakta-fakta
yang spesifik terhadap situasi tertentu. Sehingga hasil akhirnya akan memiliki
ruang lingkup yang terbatas.
5.
Organisisme di dalam akuntansi
Bagi mereka yang menerapkan
organisisme di dalam akuntansi akan berfokus pada gestalt yang spesifik sebagai objek studinya,yang terdiri atas
fakta-fakta yang tertata dengan baik dan terintegrasi serta dapat di
uraikan sekaligus diramalkan. Seperti
mekanisme dalam akuntansi, organisisme mencari determinasi dari keteraturan
empiris di antara fenomena-fenomena yang
berbeda melalui beragam bentuk analisis statistik. Namun tidak seperti
mekanisme, pecarian keteraturan empiris tersebut dipersempit kepada konteks-konteks gestalt yang spesifik.
Organisasi dalam akuntansi
memang akan bergantung pada ketersediaan dari basis data asli, fokus pada
konteks spesifik yang akan mengakui keunikan dari data dan mengharmonisasikan
nya menjadi holon akuntansi yang
lebih lengkap, dan sebagai hasilnya akan memberikan struktur mendasar yang lebih
komprehensif. Organisisme dalam akuntansi perlu pula untuk mengidentifikasi
urutan langkah-langkah yang mencapai puncaknya dalam suatu telos, suatu struktur keseluruhan yang mendetail.
4.
Perspektif Pada Penelitian Akuntansi
Penelitian akuntansi dapat
memiliki banyak ragam dan pilihan. Bagi orang awam, penelitian akuntansi tampak
seperti mengalami kesulitan dalam mencari topik, metodologi, dan jenis
wacananya. Kenyataan nya sangat berbeda. Seperti ilmu sosial lainnya, akuntansi
melakukan penelitiannya dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang berhubungan
dengan hakikat dari ilmu sosial dan hakikat dari masyarakat. Sebuah pendekatan
yang telah di terapkan oleh Burrell dan morgan dalam analisis organisasional
dapat digunakan untuk membedakan empat pandangan penelitian dalam akuntansi –
pandangan fungsional, pandangan interpretatif, pandangan humanis redikal, dan
pandangan strukturalis redikal. Dalam bagian ini, keempat pandangan tersebut
akan dibahas dan diterapkan pada penelitian akuntansi.
1.
Kerangka kerja Burrell dan Morgan
a. Hakikat Ilmu Sosial
Terdapat empat asumsi yang
dibahas dalam kaitannya dengan hakikat dari ilmu sosial, yaitu:
Pertama, asumsi ontologis,
berhubungan dengan esensi paling mendasar dari fenomena akuntansi, yang
melibatkan perbedaan-perbedaan nominalisme-realisme. Perbedaan yang terjadi
adalah apakah alam sosial yang berada di luar
kesadaran individu adalah merupakan suatu penggabungan nama-nama asli,
konsep, dan judul yang merupakan struktur pada kenyataan.
Kedua, perdebatan tentang epistemologi,
yang berkaitan dengan dasar pengetahuan dan hakikat pengetahuan, melibatkan
debat antipositivisme-positivisme.perdebatan ini berfokus pada kegunaaan dari
pecarian hukum atau keteraturan yang menjadi dasar dalam bidang sosial.
Ketiga, pardebatan sifat
manusia, berkaitan dengan hubungan antara manusia dan lingkungannya, yang
melibatkan perdebatan voluntarisme-determinisme. Perdebatan ini berfokus pada
apakah manusia dan aktifitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan.
Keempat, perdebatan mengenai
metodologi, yang berkaitan dengan metode-metode yang di gunakan untuk melakukan
penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan perdebatan ideografis-nomotesis.
b. Hakikat Dari Masyarakat
Satu asumsi
mengenai hakikat masyarakat – yaitu, perdebatan susunan-konflik, atau lebh
tepat lagi, perdebatan regulasi-perubahan radikal. Sosiologi regulasi mencoba
untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada kesatuan dan keterpaduannya
serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi perubahan radikal sebaliknya,
mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada perubahan radikal,
konflik struktural mendalam, cara pendominasian, dan pertentangan struktral
yang terjadi pada masyarakat modern.
c. Kerangka Kerja Untuk Analisis Penelitian
Salah satu
contoh kerangka kerja yang digunakan oleh Morgan untuk memeriksa bagaimana
teori organisasional dipengaruhi oleh asumsi-asumsinya sendiri dengan melalui
referensi pada paradigma, metafora, dan perilaku pemecahan teka-teki.
2.
Pandangan Fungsionalis dalam Akuntansi
Pandangan
fungsional dalam akuntansi berfokus pada penjelasan keteraturan sosial, dimana
akuntansi memainkan sebuah peranan.
Paradigma
fungsional dalam akuntansi melihat fenomena akuntansi sebagai hubungan dunia
nyata yang konkret yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang
dapat diterima dengan disertai penjelasan dan peramalan ilmiah.
3.
Pandangan Interpretatif dalam Akuntansi
Asumsi-asumsi yang dominan
dari pandangan interpretatif dalam akuntansi hendaknya adalah :
a. Percaya pada pengetahuan
b. Percaya pada kenyataan fisik dan sosial
c. Hubungan antara teori dan praktik
4.
Pandangan Humanis Radikal dalam Akuntansi
Pandangan humanis radikal
dalam akuntansi berfokus pada penjelasan tatanan sosial dan memberikan
penekanannya pada bentuk-bentuk dari perubahan radikal.
5.
Pandangan Strukturalis Radikal dalam
Akuntansi
Pandangan strukturalis radikal
dalam akuntansi akan menantang tatanan sosial.
Dari sudut pandang
strukturalis radikal ini, organisasi merupakan sebuah instrumen dari
kekuatan-kekuatan sosial yang berkepentingan untuk mempertahankan pembagian
tenaga kerja dan pembagian kekayaan dan kekuatan di masyarakat.
5.
Fondasi Intelektual Dalam Akuntansi
A.
Akuntansi Berbasis Ekonomi Marginal
Ekonomi marginal dan akuntansi
konvensional yang di dasarkan pada nilai dan laba ekonomi yang berhubungan,
dikaitkan dengan nilai dari kemungkinan konsumsi di masa datang yang diperoleh
dari taksiran nilai sekarang dari aliran arus kas mereka.
D.J. Cooper
menunjukkan bahwa tingkat suku bunga pasar bergantung pada permintaan dan penawaran
model moneter, yang selanjutnya akan bergantung pada tingkat suku bunga pasar.[10]
Singkatnya, ekonomi marginal ditampilkan sebagai tautologis atau tidak
terdeterminasi.
B.
Akuntansi Ekonomi Politis
Akuntansi
Ekonomi Politis (AEP) adalah sebuah pendekatan normatif, deskriptif, dan kritis
terhadap penelitian akuntansi. Ia memberikan kerangka kerja yang lebih luas dan
lebih holistik dalam menganalisis dan memahami nilai dari laporan-laporan
akuntansi didalam ekonomi keseluruhan. Pendekatan AEP mecoba untuk menjelaskan
dan menerjemahkan peran dari laporan akuntansi dalam pendistribusian laba,
kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat.
C.
Akuntansi Berbasis Disiplin Ilmu Bisnis
Untuk meningkatkan posisi dan
penghormatan terhadap akuntansi, berbagai usulan telah dibuat baik untuk
akuntansi maupun berbagai disiplin ilmu bisnis. Usaha tersebut umumnya
diarahkan kepada pengadaptasian akuntansi untuk mengubah lingkungan sosial dan
ekonomi.
Studi kasus :
Penelitian yang dilakukan oleh
Agustina dan Akhsin (2008) tentang praktik korupsi yang menjadi rutinitas atau
kebiasaan sebagian besar mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah
daerah sampai pemerintah pusat. Jika korupsi menjadi suatu praktek yang lazim
maka sebenarnya masyarakat telah dihegemoni oleh sebuah struktur atau pola yang
sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh lingkungan sosial terhadap
organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap mengadapi dunia sosial
yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang lumrah, terdapat
ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa, dia yang
akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas, independensi,
serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi yang
diperkenalkan oleh Giddens (yaitu dimana adanya
keterkaitan auditor sebagai agen, dan BPK-RI sendiri sebagai struktur.
Teori ini juga menyatakan bahwa manusia adalah proses mengambilkan dan meniru
beragam sistem sosial. Dengan kata lain, tindakan manusia adalah sebuah proses
memproduksi dan mereproduksi sistem-sistem sosial yang beraneka ragam.) maka memberikan angin segar bagi upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi, strukturasi secara jelas memberikan
gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan direfleksikan bentuk
kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan kebijakan-kebijakan
yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,
sehingga tercipta pola strukturasi.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bab ini membahas
perbedaan-perbedaan perspektif dari para peneliti akuntansi, metodologi
akuntansi, ilmu akuntansi, penelitian akuntansi, dan fondasi intelektual dari
akuntansi. Apa yang tampak jelas dari isi bab ini adalah bahwa akuntansi
merupakan ilmu sosial yang lengkap.
B.
Saran
Hendaknya dalam melakukan
penelitian, sebaiknya menggunakan metode-metode yang tepat dan benar
berdasarkan teori-teori yang telah ada.
[1] Riahi-Belkaoui, A., “Perspektif-perspektif Penelitian dalam
Akuntansi” dalam buku Accounting Theory, 5th ed. Buku Dua Edisi
Bahasa Indonesia (Salemba Empat, 2007) h. 1-38
[2] Payne, Roy , L., “The Nature of
Knowledge and Organizational Psychology,” dalam Nigel Nicholson dan Toby D.
Wall (editor), The Theory and Practice of
Organizational Psychology (London: Academic Press, 1982), h. 37-67
[7] Evered, R., dan Louis,
M.R., “Alternative Perspectives in the Organizational Sciences,” op. cit., h.
392-394
[9] Payne, R., “The Nature
of Knowledge and Organizational Psychology,” dalam N.
Nicholson dan T. Wall (editor), Theory and Method of Organizational Psychology (NY: Academic Press,
1982), h. 52
[10] Cooper, D.J.,
“Discussion of Towards a Political Economy of Accounting: An Empirical
Illustration of Cambridge Controversies,” Accounting,
Organization and Society (Juni 1980), h.161-166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar