Hal yang mendasar yang membedakan antara
lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan
pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan
dan/atau yang diberikan oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat
istilah bunga dan bagi hasil.
Persoalan bunga bank yang disebut
sebagai riba telah menjadi bahan perdebatan dikalangan pemikir dan fiqh Islam.
Tampaknya kondisi ini tidak akan pernah berhenti sampai disini, namun akan
terus diperbincangkan dari masa ke masa. Untuk mengatasi persoalan tersebut,
sekarang umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perekonomian lama
yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan ekonomi ummat dan peningkatan
kesejahteraan ummat. Realisasinya adalah berupa operasinya bank-bank Islam
dipelosok bumi tercinta ini, dengan beroperasi tidak mendasarkan pada bunga,
namun dengan sistem bagi hasil.[1]
Menurut Muhamad dan M. Syafi’I
Antonio, perbedaan sistem bunga dengan sistem bagi hasil yang diterapkan
dalam sistem perbankan Islam secara mendasar dapat dikaji dari berbagai sisi,
yaitu[2]
:
Tabel II – 2.
Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
(Menurut Muhamad
dan M. Syafi’I Antonio)
Hal
|
Sistem Bunga
|
Sistem Bagi
Hasil
|
Penentuan
besarnya hasil
|
Sebelumnya
|
Sesudah
berusaha, sesudah ada untungnya
|
Yang
ditentukan sebelumnya
|
Bunga,
besarnya nilai rupiah
|
Menyepakati
proporsi pembagian untung untuk masing- masing pihak, misalnya 50:50, 40:60,
35:65, dst
|
Jika
terjadi kerugian
|
Ditanggung
nasabah saja
|
Ditanggung
kedua pihak, Nasabah dan Lembaga
|
Dihitung
dari mana?
|
Dari
dana yang dipinjamkan, fixed, tetap
|
Dari
untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya
|
Titik
perhatian proyek/usaha
|
Besarnya
bunga yang harus dibayar nasabah/ pasti diterima bank
|
Keberhasilan
proyek/ usaha jadi perhatian bersama : Nasabah dan Lembaga
|
Berapa
besarnya?
|
Pasti:
(%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui
|
Proporsi
(%) kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui
|
Status
Hukum
|
Berlawanan
dengan QS. Luqman : 34
|
Melaksanakan
QS. Luqman : 34 (Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara
pasti keberhasilan suatu usaha[3])
|
Sumber : Muhamad dkk, Bank Syariah : Analisis Kekuatan, Kelemahan,
Peluang dan Ancaman (M. Syafi’I Antonio).
Kecendrungan masyarakat menggunakan
sistem bunga (interest ataupun usury[4])
lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga
kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkannya. Berbeda dengan
sistem bagi hasil (profit sharing),
sistem ini berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.[5]
Menurut Muhammad Syafi’I Antonio, Islam mendorong praktik bagi hasil serta
mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana,
namun keduanya memiliki perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat
dijelaskan dalam tabel berikut.[6]
Tabel II – 3.
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
(Menurut Muhammad Syafi’I Antonio)
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung
|
a.
Penentuan
besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman
pada kemungkinan untung rugi
|
b. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal)
yang dipinjamkan
|
b.
Besarnya
rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau
rugi
|
c.
Bagi hasil
bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian
akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
|
d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
|
d.
Jumlah
pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
|
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh
semua agama, termasuk Islam.
|
e.
Tidak ada
yang meragukan keabsahan bagi hasil.
|
Sumber
: Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke
Praktik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar