STANDAR AKUNTANSI KHUSUS :
AKUNTANSI SYARI’AH
A. AKUNTANSI SYARI’AH
Akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi
atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah
SWT, sehingga ketika mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang
baik, mengenai akuntansi sekaligus juga tentang syariah Islam.
Informasi yang disajikan oleh
akuntansi syariah untuk pengguna laporan lebih luas tidak hanya data finansial
juga mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta
memiliki tujuan sosial yang tidak terhindarkan dalam Islam misalnya dengan
adanya kewajiban membayar zakat.
Prinsip-prinsip
umum dalam akuntansi syariah adalah :
1.
Prinsip Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Karena bagi
kaum muslimin, persoalan amanah adalah hasil transaksi manusia dangan samg
kholiq mulai dari alm kandungan hingga ia kembali kepada-Nya. Implikasi dalam
bisnis adan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis
harus selalu melakukan pertanggungjawaban atas apa yang telah diamanahkan yang
diperbuat oleh pihak-pihak yang terkait pada dirinya, wujudnya dapat berupa
laporan akuntansi.
2.
Prinsip Keadilan
Keadialan dalam konteks aplikasi dalam akuntansi mengandung dua
pengertian yaitu pertama berkaitan dengan praktek moral, yaitu kejujuran, yang
meruapakan faktor yang sangat dominan.
3.
Prinsip Kebenaran
Keadilan dalam akuntansi
ini jika dilakukan dengan baik maka akan dapat menciptakan kebenaran dalam mengakui,
mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi.
a. Penyajian
Laporan Keuangan Syariah (ED
PSAK 101 Revisi 2014)
Sesuai dengan ED PSAK
101 (Revisi 2014), laporan keuangan ini disajikan oleh entitas yang melakukan
transaksi syariah pada anggaran dasarnya. Terminologi dalam PSAK ini dapat
digunakan oleh entitas yang berorientasi laba, sedangkan untuk entitas yang
tidak berorientasi laba atau memiliki untuk ekuitas yang berbeda perlu
menyesuaikan deskripsi pada beberapa pos keuangan.
Komponen laporan keuangan entitas syariah terdiri atas:
a. Laporan posisi keuangan
pada akhir periode;
b. Laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain selama periode;
c. Laporan perubahan
ekuitas selama periode;
d. Laporan arus kas selama
periode;
e. Laporan sumber dan
penyaluran dana zakat selama periode;
f. Laporan sumber dan
penggunaan dana kebajikan selama periode;
g. Catatan atas laporan
keuangan: berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lain;
h. Informasi komparatif
mengenai periode sebelumnya. Informasi ini bersifat naratif dan deskriptif dari
laporan keuangan periode sebelumnya diungkapkan kembali jika relevan untuk
pemahaman laporan keuangan periode berjalan. Informasi komparatif minimum
terdiri dari: 2 laporan posisi keuangan, 2 laporan laba rugi penghasilan
komprehensif lain, 2 laporan perubahan modal, 2 laporan arus kas, 2 laporan
sumber dan penggunaan zakat, 2 laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan,
dan 2 catatan atas laporan keuangan;
i. Laporan posisi keuangan
pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas syariah menerapkan
suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif, atau melakukan penyajian kembali
pos laporan keuangan atau ketika entitas syariah mereklasifikasi pos dalam
laporan keuangan. Dengan hal ini, maka laporan keuangan akan terdiri dari 3
periode yaitu: akhir periode berjalan, akhir periode sebelumnya, dan awal
periode sebelumnya.
Laporan keuangan bank
syariah yang lengkap terdiri atas:
a. laporan posisi keuangan;
b. laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain;
c. laporan perubahan
ekuitas;
d. laporan arus kas;
e. laporan rekonsiliasi
pendapatan dan bagi hasil;
f. laporan sumber dan
penggunaan dana zakat;
g. laporan sumber dan
penggunaan dana kebajikan; dan
h. catatan atas laporan
keuangan.
*Ilustrasi Laporan Posisi Keuangan Bank Syariah
*Ilustrasi Laporan Laba Rugi dan Penghasilan
Komprehensif Lain
*Ilustrasi Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil
*Ilustrasi Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
*Ilustrasi Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
*)Lampiran pada ED PSAK No 101 (Revisi 2014)
b. Akuntansi Murabahah (PSAK 102 Revisi 2013)
Murabahah adalah transaksi penjualan barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita
kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pembeli
dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran margin keuntungan
sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.
Ada 2 (dua) jenis Murabahah, yaitu sebagai berikut:
a. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)
Dalam Murabahah jenis
ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.
Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya
dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset Murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam Murabahah pesanan mengikat, mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut
menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
b. Murabahah tanpa pesanan; Murabahah jenis ini bersifat tidak
mengikat.
Perlakuan
akuntansi murabahah menurut PSAK 102 Revisi 2013 adalah :
a. Akuntansi
untuk Penjual
1) Pada saat perolehan,
aset Murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan
2) Untuk Murabahah
pesanan mengikat, pengukuran aset Murabahah setelah perolehan adalah dinilai
sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang,
rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai
tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
3) Untuk Murabahah
tanpa pesanan atau Murabahah pesanan
tidak mengikat maka aset dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi, dan dipilih mana yang lebih rendah.
4) Apabila terdapat
diskon pada saat pembelian aset Murabahah, maka perlakuannya adalah sebagai
berikut.
a) jika terjadi sebelum
akad Murabahah akan menjadi pengurang
biaya perolehan aset Murabahah,
b) jika terjadi setelah
akad Murabahah dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak pembeli, menjadi kewajiban kepada pembeli,
c) jika terjadi setelah
akad Murabahah dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak penjual, menjadi tambahan pendapatan Murabahah,
d) jika terjadi setelah
akad Murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad, maka akan menjadi hak penjual dan diakui sebagai
pendapatan operasional lain.
5)
Kewajiban penjual kepada pembeli atas
pengembalian diskon tersebut akan tereliminasi pada saat:
a) dilakukan pembayaran
kepada pembeli,
b) akan dipindahkan
sebagai dana kebajikan jika pembelisudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
6)
Pengakuan keuntungan Murabahah:
a) jika penjualan
dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa angsuran Murabahah tidak melebihi satu periode
laporan keuangan, maka keuntungan Murabahah
diakui pada saat terjadinya akad Murabahah:
b) namun apabila angsuran
lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai berikut:
i.
keuntungan diakui saat penyerahan aset Murabahah dengan syarat apabila risiko
penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir (a).
ii.
keuntungan diakui secara proporsional dengan
besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang Murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi Murabahah tangguh di mana ada risiko
piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih
piutang yang relatif besar.
iii.
keuntungan diakui saat seluruh piutang Murabahah berhasil ditagih, metode ini
digunakan untuk transaksi Murabahah
tangguh di mana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang
serta penagihannya cukup besar. Pencatatannya sama dengan poin (2), hanya saja
jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah selesai ditagih.
7)
Pada saat akad Murabahah, piutang diakui
sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir
periode laporan keuangan, piutang Murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang
dapat direalisasi sama dengan akuntansi konvensional, yaitu saldo piutang
dikurangi penyisihan kerugian piutang.
8)
Potongan pelunasan piutang Murabahah yang
diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu
yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan Murabahah.
a) Jika potongan
diberikan pada saat pelunasan, maka dianggap sebagai pengurang keuntungan Murabahah.
b) Jika potongan
diberikan setelah pelunasan yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari
pembeli dan kemudian membayarkan potongan perlunasannya kepada pembeli.
9)
Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam
melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui
sebagai bagian dana kebajikan.
10) Pengakuan dan pengukuran
penerimaan uang muka adalah:
a) uang muka diakui sebagai
uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima
b) pada saat barang jadi
dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang (merupakan
bagian pokok)
c) jika barang batal dibeli
oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan
dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
11) Penyajian
Piutang Murabahah
disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang Murabahah dikurangi penyisihan kerugian
piutang. Margin Murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang Murabahah.
Jika penjual menggunakan metode anuitas untuk
akad Murabahah, maka piutang Murabahah akan disajikan sebesar biaya
perolehan yang diamortisasi dengan menggunakan effective rate Jika terjadi penurunan nilai maka penurunan
nilai akan disajikan sebagai kontra akun terhadap piutang. Penilaian atas
penurunan nilai dilakukan mengacu kepada PSAK 55.
12) Pengungkapan
Penjual mengungkapkan
hal-hal yang terkait dengan transaksi Murabahah,
tetapi tidak terbatas pada:
a) harga perolehan aset Murabahah;
b) janji pemesanan dalam Murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan; dan
c) pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Jika penjual
menggunakan metode anuitas untuk akad Murabahah,
maka pengungkapan akan mengacu pada PSAK 60, di mana informasi yang
memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk menilai signifikansi instrumen
keuangan terhadap kinerja dan posisi keuangan entitas, termasuk di antaranya
adalah jumlah tercatat, nilai wajar, eksposur risiko kredit, agunan, penyisihan
kerugian pembiayaan. Pengungkapan juga dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif.
b. Akuntansi
untuk Pembeli
1)
Aset yang diperoleh melalui transaksi Murabahah
diakui sebesar biaya perolehan tunai.
2)
Beban Murabahah tangguhan diamortisasi secara
proporsional dengan porsi utang Murabahah yang dilunasi.
3)
Diskon pembelian yang diterima setelah akad Murabahah,
potongan pelunasan dan potongan utang Murabahah diakui sebagai pengurang beban
Murabahah tangguhan.
4)
Denda yang dikenakan
akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai
kerugian.
5)
Uang Muka
a) Pembeli membayarkan uang muka.
b) Jika sudah memberikan uang muka,
maka ketika penyerahan barang
c) Jika pembeli membatalkan
transaksi dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian.
6)
Penyajian
Beban Murabahah tangguhan disajikan sebagai
pengurang (contra account) utang Murabahah.
7)
Pengungkapan
Pembeli mengungkapkan
hal-hal yang terkait dengan transaksi Murabahah,
tetapi tidak terbatas pada:
a) nilai tunai aset yang
diperoleh dari transaksi Murabahah;
b) jangka waktu Murabahah tangguh;
c) pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
c. Akuntansi Salam (PSAK 103)
PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di
kemudian hari oleh penjual (muslair,
illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu. Untuk menghindari risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta
jaminan dari penjual.
Dalam PSAK 103 dijelaskan alat
pembayaran modal salam dapat berupa uang tunai, barang atau manfaat, tetapi tidak
boleh berupa pembebanan utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari
pihak lain. Oleh karena tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah sebagai
modal kerja, sehingga dapat digunakan oleh penjual untuk menghasilkan barang
(produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.
Manfaat transaksi salam bagi pembeli adalah adanya jaminan memperoleh
barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga
yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi
penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan
memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Jenis akad salam ada 2, yaitu :
a. Salam adalah transaksi jual
beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan,
pembeli melakukan pembayaran di muka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan
di kemudian hari.
b. Salam Paralel,
artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan
penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier)
atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki
barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
tersebut.
Perlakuan
akuntansi salam menurut PSAK 103 adalah :
a. Akuntansi
untuk Pembeli
1) Pengakuan
piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau
dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2) Pengukuran
modal usaha salam.
a) Modal
salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan.
b) Modal
usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara
nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
3) Penerimaan
barang pesanan.
a) Jika
barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai nilai yang disepakati.
b) Jika
barang pesanan berbeda kualitasnya.
i.
nilai wajar dari barang pesanan yang
diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang
tercantum dalam akad, maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan
nilai akad.
ii.
nilai wajar dari barang pesanan yang lebih
rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan
yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan
selisihnya diakui sebagai kerugian.
c) Jika
pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh
tempo pengiriman, maka:
i.
jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka
nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan
nilai yang tercantum dalam akad.
ii.
jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi oleh
penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi
iii.
jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil
penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih
antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui
sebagai piutang kepada penjual (asumsi yang menjual barang jaminan adalah pembeli).
d) Jika
hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam
maka selisihnya menjadi hak penjual.
4)
Denda yang diterima dan diberlakukan oleh
pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
5)
Penyajian
a) Pembeli
menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b) Piutang
yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam
transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c) Persediaan
yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya
perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang
dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian.
6)
Pengungkapan
a) Besarnya
modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara
bersama-sama dengan pihak lain;
b) Jenis
dan kuantitas barang pesanan; dan
c) Pengungkapan
lain sesuai dengan PSAK NO. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b. Akuntansi
untuk Penjual
1)
Pengakuan kewajiban salam, kewajiban salam
diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam.
Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2)
Pengukuran kewajiban salam
a) jika
modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
b) jika modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai wajar.
3)
Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat
penyerahan barang kepada pembeli.
4)
Jika penjual melakukan transaksi salam
paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya
perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat
penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
5)
Pada akhir periode pelaporan keuangan,
persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.
Apabila nilaibersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6)
Penyajian,
penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam
7)
Pengungkapan
a) piutang
salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa;
b) jenis
dan kuantitas barang pesanan; dan
c) pengungkapan
lain sesuai dengan PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
d. Akuntansi Istishna (PSAK 104)
Akad
Istishna’ adalah akad jual beli dalam
bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni')
dan penjual (pembuat/shani')—(Fatwa DSN MUI).
Dalam PSAK 104 par 8 dijelaskan barang pesanan harus
memenuhi kriteria:
a.
memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
b.
sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal; dan
c.
harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi
jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Dalam Istishna’
paralel, penjual membuat akad Istishna’
kedua dengan subkontraktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad istishna
pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan
tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena
akad terjadi antara penjual dan pemesan bukan pemesan dengan subkontraktor.
Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor.
Dalam akad, spesifikasi aset yang dipesan harus jelas, bila
produk yang dipesan adalah rumah, maka luas bangunan, model rumah dan
spesifikasi harus jelas, misalnya menggunakan bata merah, kayu jati, lantai
keramik merk Roman ukuran 40 x 40, toileteries merek TOTO dan lain sebagainya.
Dengan spesifikasi yang rinci, diharapkan persengketaan dapat dihindari.
Jenis akad Istishna ada 2, yaitu :
a. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan 'criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan
penjual (pembuat, shani').
b. Istishna’ Paralel adalah suatu bentuk akad Istishna’ antara penjual dan pemesan, di mana untuk memenuhi
kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad Istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi
aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad Istishna’
pertama (antara penjual dan pemesan) tidak bergantung pada Istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad
antara pemesan dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus
terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi.
Perlakuan akuntansi salam menurut PSAK 103
adalah :
a.
Akuntansi untuk Penjual
Pengakuan untuk setiap aset
tergantung dari akadnya. Jika proposal, negosiasi dan biaya serta pendapatan
aset dapat diidentifikasi terpisah, maka akan dianggap akad terpisah. Jika
tidak, maka akan dianggap satu akad. Jika ada pesanan tambahan dan nilainya
signifikan atau dinegosiasikan terpisah, maka dianggap akad terpisah.
1)
Biaya perolehan istishna terdiri atas:
a) biaya langsung yaitu: bahan baku dan
tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan. atau tagihan
produsen/kontraktor pada entitas untuk Istishna’
paralel;
b) biaya tidak langsung adalah biaya
overhead termasuk biaya akad dan pra akad;
c)
khusus untuk istishna paralel: seluruh biaya akibat
produsen/kontraktor tidak dapat memenuhi kewajiban jika ada.
Biaya perolehan/pengeluaran selama
pembangunan atau tagihan yang diterima dari produsen kontraktor akan diakui
sebagai aset Istishna’ dalam
penyelesaian.
Untuk akun yang dikredit akan
tergantung apa yang digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban akad
tersebut.
Beban pra-akad diakui sebagai beban
tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati. Jika akad
tidak disepakati maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.
2)
Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh
tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai
pengurang pendapatan istishna.
3) Pengakuan pendapatan dapat diakui
dengan 2 (dua) metode berikut.
a) Metode persentase penyelesaian,
adalah sistem pengakuan pendapatan yang dilakukan seiring dengan proses
penyelesaian berdasarkan akad istishna.
b) Metode akad selesai adalah sistem
pengakuan pendapatan yang dilakukan ketika proses penyelesaian pekerjaan telah
dilakukan.
Dari kedua metode ini PSAK 104
menyarankan penggunaan metode persentase penyelesaian, kecuali jika estimasi
persentase penyelesaian akad dan biaya penyelesaiannya tidak dapat ditentukan
secara rasional maka digunakan metode akad selesai.
4)
Untuk metode persentase penyelesaian, pengakuan pendapatan
dilakukan sejumlah bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah
diselesaikan tersebut diakui sebagai pendapatan Istishna’ pada periode yang
bersangkutan.
a)
Pendapatan diakui berdasarkan persentase akad yang telah
diselesaikan biasanya estimasi menggunakan dasar persentase pengeluaran biaya
yang dilakukan dibandingkan dengan total biaya, kemudian persentase tersebut
dikalikan dengan nilai akad.
b)
Margin keuntungan juga diakui berdasarkan cara yang sama
dengan pendapatan.
Persentase Penyelesaian = Biaya yang telah dikeluarkan
Total biaya untuk penyelesaian
Pengakuan pendapatan = Persentase Penyelesaian
x Nilai Akad
Pengakuan Akad = Persentase Penyelesaian x Nilai Margin
Dimana nilai margin tersebut adalah :
Nilai Akad – Total Biaya
Untuk pengakuan pendapatan di tahun-tahun berikutnya jika
proses pembangunannya lebih dari satu tahun:
Pendapatan Tahun Berjalan =
Pendapatan
diakui Pendapatan yang
sampai
dengan saat ini telah
diakui
5)
Untuk metode persentase penyelesaian, bagian margin
keuntungan Istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada
aset istishna dalam penyelesaian.
6) Untuk metode persentase
penyelesaian, pada akhir periode harga pokok Istishna’ diakui sebesar biaya
Istishna’ yang telah dikeluarkan sampai periode tersebut.
7) Untuk metode akad selesai tidak ada
pengakuan pendapatan, harga pokok dan keuntungan sampai dengan pekerjaan telah
dilakukan.
Sehingga pendapatan diakui pada periode di mana pekerjaan telah selesai
dilakukan.
8) Jika besar kemungkinan terjadi bahwa
total biaya perolehan Istishna’ akan melebihi pendapatan Istishna’ maka
taksiran kerugian harus segera diakui.
9)
Pada saat penagihan baik metode persentase penyelesaian atau akad selesai. Termin Istishna’ akan disajikan sebagai akun pengurang dari akun Aset Istishna’ dalam Penyelesaian.
10) Penyajian, penjual menyajikan dalam laporan
keuangan hal-hal sebagai berikut.
a)
Piutang Istishna’
yang berasal dari transaksi Istishna’
sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir.
b)
Termin Istishna’
yang berasal dari transaksi Istishna’
sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.
11) Pengungkapan, penjual mengungkapkan transaksi Istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi
tidak terbatas, pada:
a)
metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan
kontrak Istishna’;
b)
metode yang digunakan dalam penentuan persentase
penyelesaian kontrak yang sedang berjalan;
c)
rincian piutang Istishna’
berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang;
d)
pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.
Akuntansi untuk Pembeli
1)
Pembeli mengakui aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar
jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang Istishna’
kepada penjual.
2)
Aset Istishna’ yang diperoleh melalui transaksi Istishna’
dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar: biaya perolehan
tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad Istishna’
tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban Istishna’ tangguh.
3)
Beban Istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional
sesuai dengan porsi pelunasan utang Istishna’.
4)
Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian
atau kesalahan penjual, dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian tersebut dikurangkan
dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual.Jika kerugian
itu lebih besar dari garansi, maka selisihnya diakui sebagai piutang jatuh
tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
5)
Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang
telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang belum diperoleh
kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk
penyisihan kerugian piutang.
6)
Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai
dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur
dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
7)
Penyajian, pembeli menyajikan dalam laporan
keuangan hal-hal sebagai berikut.
a) Utang Istishna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi.
b) Aset Istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
i. persentase penyelesaian dari nilai
kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika Istishna’ paralel; atau
ii. kapitalisasi biaya perolehan, jika
istishna.
8)
Pengungkapan, pembeli mengungkapkan transaksi
istishna dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
a) rincian utang Istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
b) pengungkapan yang diperlukan sesuai
PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
e. Akuntansi Mudharabah (PSAK 105)
Mudharabah berasal dari kata adhdharby fl ardhi yaitu bepergian untuk
urusan dagang. Disebut juga qiradh yang
berasal dari kata alqardhu yang
berarti potongan, karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk
diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
PSAK
105 mendefinisikan Mudharabah sebagai
akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik danal shahibul maal) menyediakan seluruh
dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana/mudharib) bertindak selaku
pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
PSAK
105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu:
persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat
kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang
lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan
dari institusi yang berwenang.
Kepercayaan
ini penting dalam akad Mudharabah
karena pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau
proyek yang dibiayai dengan dana dari pemilik dana tersebut, kecuali sebatas
memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Apabila
usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang mengakibatkan
sebagian atau bahkan seluruh modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis,
maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangkan pengelola
dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas
modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesengajaan,
kelalaian, atau pelanggaran akad yang dilakukan oleh pengelola dana. Pengelola
dana hanya menanggung kehilangan atau risiko berupa waktu, pilciran, dan jerih
payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut,
serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan
sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian Mudharabah.
Usaha Mudharabah
dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16).
Sedangkan pengembalian dana Mudharabah
dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau
secara total pada saat akad Mudharabah
berakhir, sesuai kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.
Dalam PSAK, Mudharabah
diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu Mudharabah muthalaqah, Mudharabah
muqayyadah, dan Mudharabah
musytarakah. Berikut adalah pengertian masing-masing jenis Mudharabah.
a.
Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat.
b.
Mudharabah Muqayyadah adalah Mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola
antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sektor
usaha.
c.
Mudharabah Musytarakah adalah Mudharabah di mana pengelola dana menyertakan modal atau dananya
dalam kerja sama investasi.
Dalam Mudharabah
istilah profit and loss sharing tidak
tepat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Sehingga untuk pembahasan
selanjutnya, akan digunakan istilah prinsip bagi hasil seperti yang digunakan
dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal
kerugian tidak dibagi di antara pemilik dana dan pengelola dana, tetapi harus
ditanggung sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha Mudharabah
dapat dilakukan berdasarkan pengakuan penghasilan usaha Mudharabah, dalam praktik dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana.
Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
Untuk menghindari perselisihan dalam hal biaya yang
dikeluarkan oleh pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya apa
saja yang dapat dikurangkan dari pendapatan.
Contoh perhitungan pembagian hasil
usaha:
Data:
Penjualan Rp
1.000.000
HPP (Rp
650.000)
Laba kotor Rp
350.000
Biaya-biaya (Rp
250.000)
Laba (rugi) bersih Rp
100.000
a. Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing), maka nisbah pemilik
dana : pengelola dana = 30:70
Pemilik dana :
30% x Rp100.000 = Rp 30.000
Pengelola dana :
70% x Rp100.000 = Rp 70.000
dasar
pembagian hasil usaha adalah laba neto/laba bersih yatu laba kotor dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal Mudharabah.
b. Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka
dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha
dengan nisbah pemilik dana : pengelola dana = 10:90
Bank syariah :
10% x Rp350.000 = Rp 35.000
Pengelola :
90% x Rp350.000 = Rp315.000
Jika akad Mudharabah
melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati (PSAK 105 par 20).
Ketentuan bagi hasil untuk akad Mudharabah Musyarakah (PSAK 105 Par 34) dapat dilakukan dengan 2 pendekatan
yaitu:
a.
hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik
dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masingmasing; atau
b.
hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai
dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah
dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik)
tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan
nisbah yang disepakati. Contoh: jika terjadi kerugian atas investasi, maka
kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.
Perlakuan akuntansi mudharabah menurut
PSAK 105adalah :
a.
Akuntansi untuk Pemilik Dana
1)
Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui
sebagai investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset
nonkas kepada pengelola dana
2)
Pengukuran investasi Mudharabah
a) investasi Mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
b) investasi Mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset
non-kas pada saat penyerahan.
3)
Penurunan nilai jika investasi Mudharabah dalam bentuk aset
nonkas:
a) Penurunan nilai sebelum usaha dimulai. Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai
disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan karena kelalaian atau
kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai
kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah.
b) Penurunan nilai setelah usaha
dimulai. Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya
usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi Mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
4)
Kerugian, Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir. Pencatatan kerugian yang terjadi
dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah
berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
5)
Hasil Usaha, Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana
diakui sebagai piutang.
6)
Akad Mudharabah berakhir, Pada saat akad Mudharabah berakhir, selisih antara investasi Mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
pengembalian investasi Mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
7)
Penyajian, Pemilik dana menyajikan investasi Mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, yaitu
nilai investasi Mudharabah dikurangi
penyisihan kerugian (jika ada).
8)
Pengungkapan, Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan
transaksi Mudharabah, tetapi tidak
terbatas pada:
a) isi kesepakatan utama usaha Mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha Mudharabah,
dan lain-lain;
b) rincian jumlah investasi Mudharabah berdasarkan jenisnya;
c) penyisihan kerugian investasi Mudharabah selama periode berjalan;
d) pengungkapan yang diperlukan sesuai
PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.
Akuntansi untuk Pengelola Dana
1)
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad Mudharabah
diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset
nonkas yang diterima.
2)
Pengukuran Dana Syirkah Temporer, Dana Syirkah Temporer diukur sebesar
jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
3)
Penyaluran kembali Dana Syirkah Temporer
a) Jika pengelola dana menyalurkan
kembali dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola dana mengakui
sebagai aset (investasi Mudharabah).
Sama seperti akuntansi untuk pemilik dana. Dan akan mengakui pendapatan secara
bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
b) Hak pihak ketiga atas bagi hasil
dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada
pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak
pemilik dana.
4)
Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana
Mudharabah berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama
dengan akuntansi pada umumnya.
5)
Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian
pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
6)
Di akhir akad
7)
Penyajian, Pengelola dana menyajikan transaksi Mudharabah dalam laporan keuangan:
a) dana syirkah temporer dari pemilik
dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis Mudharabah; yaitu sebesar dana syirkah
temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada).
b) bagi hasil dana syirkah temporer
yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan
sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan sebagai kewajiban.
8)
Pengungkapan, Pengelola dana mengungkapkan
transaksi Mudharabah dalam laporan
keuangan:
a) isi kesepakatan utama usaha Mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha Mudharabah,
dan lain-lain;
b) rincian dana syirkah temporer yang
diterima berdasarkan jenisnya;
c) penyaluran dana yang berasal dari Mudharabah muqayadah. Pengungkapan yang
diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di
atas menggunakan akad Mudharabah
muthlaqah, apabila akadnya Mudharabah
Muqayyadah, di mana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada
pengelola dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai
perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain
(kedua); maka dana untuk jenis seperti ini akan dilaporkan Off Balance Sheet. Atas kegiatan tersebut pengelola dana pertama
akan menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara
pemilik dana dan pengelola dana lain (kedua) berlaku nisbah bagi hasil.
f. Akuntansi Musyarakah (PSAK 106)
PSAK
No. 106 mendefinisikan Musyarakah
sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana.
Masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru,
selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil
yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra
lain. Investasi Musyarakah dapat
dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas.
Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara
para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari
keuntungan. Dalam Musyarakah, para
mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu dan
bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh
digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa
seizin mitra lainnya.
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan
menjadi wakil mitra lain juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga
seorang mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra
lainnya dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal.
Dengan bergabungnya dua orang atau lebih, hasil yang
diperoleh diharapkan jauh lebih baik dibandingkan jika dilakukan sendiri,
karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis
yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, wawasan yang lebih luas,
pengendalian yang lebih tinggi, dan lain sebagainya.
Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan dibagikan
kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati (baik persentase
maupun periodenya harus secara tegas dan jelas ditentukan di dalam perjanjian),
sedangkan bila rugi akan didistribusikan kepada para mitra sesuai dengan porsi
modal dari setiap mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan
syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus
bersama-sama menanggung (berbagi) risiko.
Pada
dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya
karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Namun
demikian, untuk mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang
disengaja atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan
meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini baru
dapat dicairkan apabila terbukti is melakukan penyimpangan. PSAK No. 106 par 7
memberikan beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu:
a. pelanggaran terhadap akad; antara
lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan
operasional; atau
b. pelaksanaan yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah.Apabila terjadi sengketa dan tidak terdapat kesepakatan antara
pihak yang bersengketa maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan keputusan
institusi yang berwenang, misalnya badan arbitrase syariah.
Jenis akad
musyarakah ada 2, yaitu :
a.
Musyarakah Permanen
Musyarakah Permanen adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian dana
setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad
(PSAK No. 106 par. 04). Contohnya, antara mitra A dan mitra P yang melakukan
akad Musyarakah menanamkan modal yang
jumlah awal masing-masing Rp20.000.000, maka sampai akhir masa akad syirkah
modal mereka masingmasing tetap Rp20.000.000.
b. Musyarakah Menurun/Musyarakah
Mutanaqisah
Musyarakah Menurun adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan
menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh
usaha Musyarakah tersebut. (PSAK No.
106 par 04) contohnya, antara Mitra A dan Mitra P melakukan akad Musyarakah, Mitra P menanamkan
Rp10.000.000 dan Mitra A menanamkan Rp20.000.000. Seiring berjalannya kerja
sama akad Musyarakah tersebut, modal
mitra P Rp10.000.000 tersebut akan beralih kepada mitra A melalui pengalihan
secara bertahap yang dilakukan oleh mitra A.
Perlakuan akuntansi untuk transaksi Musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan
mitra pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha
Musyarakah baik mengelola sendiri
ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif
adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga
keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sehingga mitra aktif yang akan melakukan pencatatan akuntansi, atau
jika dia menunjuk pihak lain untuk ikut mengelola usaha maka pihak tersebut
yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
Pada
hakikatnya pencatatan atas semua transaksi usaha Musyarakah harus dipisahkan dengan pencatatan lainnya. Untuk
memudahkan ilustrasi, kami akan mencatat transaksi usaha Musyarakah seolah-olah ditunjuk pihak lain untuk melakukan
pencatatan akuntansi, walaupun pencatatannya masih di bawah tanggung jawab
mitra aktif.
a.
Akuntansi untuk Mitra Aktif dan Mitra Pasif
Akuntansi
untuk mitra aktif dan mitra pasif dianggap sama, karena dalam ilustrasi ini
pencatatan akuntansi untuk usaha Musyarakah
dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk agar lebih mudah diilustrasikan. Oleh
karena pada hakikatnya jurnal yang dibuat oleh pihak ketiga atau mitra aktif
adalah sama. Perbedaannya jika pencatatan dilakukan oleh mitra aktif
(pembukuannya tidak dipisahkan), maka ia harus membuat akun buku besar pembantu
untuk memisahkan pencatatan dari transaksi Musyarakah
dengan transaksi lainnya.Sementara apabila ada perbedaan perlakuan akuntansi
untuk mitra aktif dan mitra pasif menurut PSAK, penulis akan menjelaskan lebih
lanjut.
1)
Pengakuan investasi Musyarakah, Investasi Musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk
usaha Musyarakah.
2)
Biaya pra-akad
a)
Biaya pra-akad yang terjadi akibat akad Musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui
sebagai bagian investasi Musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra Musyarakah.
b)
Apabila mitra lain sepakat biaya ini dianggap sebagai bagian
investasi Musyarakah maka dicatat
sebagai penambah nilai investasi Musyarakah.
c)
Apabila nitra lain tidak setuju biaya ini dianggap sebagai
bagian investasi Musyarakah maka akan
dicatat sebagai beban.
3)
Pengukuran Investasi Musyarakah, Penyerahan kas atau aset nonkas
sebagai modal untuk investasi Musyarakah.
a)
Apabila investasi dalam bentuk kas akan dinilai sebesar
jumlah yang diserahkan
b)
Apabila investasi dalam bentuk aset nonkas, maka dinilai
sebesar nilai wajar dan jika nilai wajar aset nonkas yang diserahkan lebih
besar dari nilai buku, maka oleh mitra aktif selisihnya akan dicatat dalam akun
selisih penilaian aset Musyarakah
(dilaporkan dalam bagian ekuitas).
i. Selisih penilaian aset Musyarakah tersebut diamortisasi selama
masa akad Musyarakah menjadi
keuntungan.
ii. Jika nilai wajar aset nonkas yang
diserahkan lebih kecil dari nilai buku, maka selisihnya dicatat sebagai
kerugian dan diakui pada saat penyerahan aset nonkas.
iii. Apabila investasi dalam bentuk aset
nonkas dan di akhir akad akan diterima kembali maka atas aset nonkas Musyarakah disusutkan berdasarkan nilai
wajar, dengan masa manfaat berdasarkan masa akad atau masa manfaat ekonomis
aset.
Untuk mitra pasif, apabila investasi dalam bentuk aset
nonkas dan nilai wajar lebih besar d nilai buku maka selisihnya akan dicatat
dalam akun keuntungan tangguhan yang akan dilapork sebagai akun kontra dari
akun investasi Musyarakah.
Apabila aset nonkas dikembalikan di akhir akad maka akun
investasi Musyarakah nonkas akan
berkurang nilainya sebesar beban penyusutan aset yang diserahkan dikurangi
dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
4)
Apabila dari investasi Musyarakah diperoleh keuntungan maka diakui
sebagai Pendapatan bagi hasil. Apabila dari investasi yang dilakukan rugi, maka
diakui sebagai kerugian.
5)
Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas,
dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas sebesar nilai wajar aset nonkas
yang disepakati ketika aset tersebut diserahkan. Maka ketika akad Musyarakah berakhir, aset nonkas akan
dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan
aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada
setiap mitra,sesuai nisbah penyertaan atau rasio modal (Ascarya, 2007).
a)
Ketika pelunasan dengan asumsi tidak ada penyisihan kerugian
dan penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan,
b)
Ketika pelunasan dengan asumsi ada penyisihan kerugian dan
penjualan aset nonkas menghasilkan keuntungan,
6)
Pencatatan di akhir akad:
a)
Modal investasi yang diserahkan berupa
kas
b)
Modal
investasi berupa aset nonkas, dan dikembalikan dalam bentuk aset nonkas yang
sama pada akhir akad.
7)
Bagian mitra aktif untuk jenis akad Musyarakah menurun
(dengan pengembalian dana mitra secara bertahap) nilai investasi Musyarakahnya
sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diserahkan pada awal akad
ditambah jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan pada mitra pasif
dan dikurangi kerugian jika ada. Sedangkan bagian mitra pasif nilai investasi Musyarakahnya sebesar kas atau nilai
wajar aset yang diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian dari
mitra aktif dan kerugian (jika ada).
8)
Penyajian, Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha Musyarakah dalam laporan keuangan
sebagai berikut.
a)
Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan
yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi Musyarakah. (Penyajian ini dibuat apabila pencatatan dilakukan
sendiri oleh mitra aktif menjadi satu dengan transaksi lainnya tidak dipisahkan
untuk usaha Musyarakah sehingga
representasi untuk akun-akun terkait usaha Musyarakah
terletak di akun investasi Musyarakah
yang dimilikinya sebagai subledgerlbuku besar
pembantu).
b)
Aset Musyarakah
yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer.
c)
Selisih penilaian aset Musyarakah
(jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.
Mitra
pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha Musyarakah dalam laporan keuangan sebagai berikut.
a)
Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif
disajikan sebagai investasi Musyarakah.
b)
Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang
diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi Musyarakah.
9)
Pengungkapan, Mitra mengungkapkan hal-hal yang
terkait transaksi Musyarakah, tetapi
tidak terbatas, pada:
a)
isi kesepakatan utama usaha Musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas
usaha Musyarakah, dan lain-lain;
b)
pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
c)
pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b.
Akuntansi untuk Pengelola Dana
Akuntansi untuk pengelola Musyarakah dilakukan oleh mitra aktif
atau pihak yang mewakilinya. Dalam ilustrasi ini pencatatan akuntansi untuk
usaha Musyarakah dilakukan oleh pihak
ketiga terpisah dari pencatatan akuntansi mitra aktif.
1)
Penerimaan dana Musyarakah dari mitra pasif atau mitra aktif
diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar:
a)
jumlah yang diterima untuk penerimaan dalam bentuk kas. Selanjutnya untuk dana syirkah
temporer harus dipisahkan (dalam bentuk sub
ledger) antara dana yang berasal dari mitra aktif atau mitra pasif.
b)
nilai wajar untuk penerimaan dalam bentuk aset nonkas, maka
akan dicatat sebesar nilai wajarnya
2)
Pencatatan untuk pembagian laba untuk mitra aktif dan pasif.
a)
Mencatat pendapatan yang diterima;
b)
Mencatat beban yang dikeluarkan;
c)
Jurnal penutup yang dibuat di akhir periode (apabila
diperoleh keuntungan);
d)
Mencatat ketika dibagihasilkan kepada pemilik
dana;
e)
Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian;
f)
Jika ternyata kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra
aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra
aktifatau pengelola usaha Musyarakah.
3)
Pencatatan yang dilakukan pada akhir akad.
a)
Apabila dana investasi yang diserahkan berupa kas
b)
Apabila dana investasi yang diserahkan berupa aset nonkas,
dan di akhir akad dikembalikan
c)
Jika aset harus dikembalikan, dan terjadi kerugian maka
mitra yang menyerahkan aset nonkas harus menyerahkan kas untuk menutup kerugian
d)
Apabila modal investasi yang diserahkan berupa aset nonkas,
dan di akhir akad dikembalikan dalam bentuk kas, maka aset nonkas harus
dilikuidasi/dijual terlebih dahulu dan keuntungan atau kerugian dari penjualan
aset ini (selisih antara nilai buku dengan nilai jual) didistribusikan pada
setiap mitra sesuai nisbah penyertaan.
i. Jika penjualan tersebut menghasilkan
keuntungan maka
akan menambah dana mitra.
ii. Keuntungan ditutup ke dana syirkah
temporer
iii. Jika penjualan tersebut menghasilkan
kerugian, akan ditagih kepada mitra
iv. Ketika pelunasan, asumsi tidak ada
penyisihan kerugian dan dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan
v. Ketika pelunasan, asumsi ada
penyisihan kerugian dari penjualan aset nonkas mengalami keuntungan.
Secara
umum akad Musyarakah akan lebih mudah dan lebih jelas apabila modal yang
diserahkan dalam bentuk kas. Karena kalau dalam bentuk aset nonkas akan muncul
masalah, antara lain: (1) penentuan nilai wajar dari aset nonkas yang
diserahkan, (2) jika aset nonkas yang diserahkan dan di akhir akad dikembalikan
pada mitra yang menyerahkan maka agar adil keuntungan atau kerugian dari
selisih nilai wajar ketika diserahkan dan nilai wajar di akhir akad harus
didistribusikan pada para mitra, (3) jika aset nonkas
yang diserahkan dan di akhir akad tidak dikembalikan pada mitra yang
menyerahkan, biaya depresiasi yang mencatat usaha Musyarakah, sementara
perhitungan bagi hasil mengacupada dasar kas.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK): Per Efektif 01 Januari 2015. Jakarta:
Ikatan Akuntan Keuangan.
Nurhayati, Sri. 2015. Akuntansi Syariah Indonesia.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar