A.
Latar Belakang Masalah
“Dan sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia,
tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)” (QS. An-Naml (27) : 73)
Kekurangan adalah
sifat manusia yang sangat mendasar, tak sedikit ditemukan permasalahan didalam
kehidupan masyarakat baik itu kalangan atas atau menengah seringkali mengalami
kehancuran hubungan baik itu dalam keluarganya atau dalam kehidupan sosialnya,
terlebih lagi orang yang berstatus sosialnya rendah karena tidak dapat
mengatasi sifat dasar kurang dalam diri pribadinya.
Untuk mengatasi hal
yang demikian itu adalah dengan bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah
berikan kepada kita semua, ketika hati merasa galau, itu karena dia menutup
hatinya dengan keadaan yang Allah berikan pada saat itu. Padahal ketika Allah
memberikan cobaan/ujian kepada umatnya itu adalah Allah dalam memberikan
pelajaran kepada umatnya untuk selalu tabah dalam menyikapi kehidupan di dunia
ini.
Tapi
masih banyak manusia yang lalai dan lupa untuk mensyukuri nikmat yang Allah SWT
berikan, sehingga mereka tidak mempergunakannya dengan sebaik-baiknya.
Secara
harfiah syukur berarti berterima kasih. Bersyukur adalah mengakui kebajikan.
Juga berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang
telah diberikannya.
Sedangkan
secara terminologi bersyukur adalah memperlihatkan pengaruh nikmat Illahi pada
diri seseorang hamba pada kalbunya dengan beriman pada lisannya dengan pujian
dan sanjungan, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah
ketaatan.
Hakikat
syukur menurut Imam al-Qushairi yang dinukilkannya dari Syekh Ali Dahaq adalah
“pengakuan terhadap nikmat yang telah diberikan kepadanya yang dibuktikan
dengan ketundukannya”.
Berdasarkan
batasan ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa syukur ialah mempergunakan
nikmat Allah Subhannahu Wa Taala menurut yang dikehendakiNya.
Bersyukur
merupakan sebaik-baik jalan kehidupan bagi orang-orang yang bahagia. Tidaklah
mereka menaiki tangga kedudukan yang lebih tinggi, melainkan berkat syukur
mereka.
Sebab,
iman itu terdiri dari dua bagian, yaitu bersyukur dan bersabar, maka bersyukur
merupakan suatu keharusan bagi orang yang harap kebaikan bagi dirinya. Syukur
dan sabar ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Sebab,
iman itu terdiri dari dua bagian, yaitu bersyukur dan bersabar, maka bersyukur
merupakan suatu keharusan bagi orang yang harap kebaikan
Orang
yang telah menapaki tangga syukur akan bisa dilacak melalui ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
Pandai berterima kasih dan selalu berbuat kebajikan kepada
sesama manusia dan alam.
2.
Gembira hati dengan apa yang diberikan walau secara
kuantitas pemberian itu belum sebanding dengan ikhtiar.
3.
Mampu mempergunakan nikmat itu untuk memperlancar jalan
menuju keridhaan Allah.
4.
Selalu mengucapkan tahmid atau Hamdalah setiap kali
mendapatkan nikmat atau pujian dari Allah maupun sanjungan dari orang
lain.
5.
Memandang besar Nikmat Allah sekecil apapun yang diterima
dan memandang ke bawah tentang urusan dunia.
Mengenai
indikasi dari bersyukur atau tidaknya seseorang juga dijelaskan dalam beberapa
hadits Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam seperti yang diriwayatkan oleh
Muslim dan Abu Daud sebagai berikut:
“Pandanglah orang yang ada di bawahmu
dan janganlah memandang orang yang di atasmu, karena sesungguhnya hal tersebut
lebih mendorong kamu untuk tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Muslim)
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang
yang tidak berterima kasih kepada orang lain.” (HR.
Abu Daud)
Beberapa faedah
dari hadits riwayat Abu Daud di atas[2]:
1.
Siapa
yang biasa tidak tahu terima kasih pada manusia yang telah berbuat baik
padanya, maka ia juga amat sulit bersyukur pada Allah.
2.
Allah
tidaklah menerima syukur hamba sampai ia berbuat ihsan (baik) dengan berterima
kasih pada orang yang telah berbuat baik padanya.
3.
Perintah
untuk pandai bersyukur.
4.
Pemberi
nikmat hakiki adalah Allah dan manusia yang berbuat baik adalah sebagai
perantara dalam sampainya kebaikan.
Bersyukur memiliki dua kriteria[3]:
1.
Bersyukur kepada manusia adalah
berterima kasih, memberi pujian kepada sesama manusia, bisa dikatakan cara
menunjukkan rasa senang, menghormati, simpatik dari orang yang telah membantu
ataupun memberikan pengorbanan kepada orang yang dibantu. Seperti halnya kepada
orangtua yang telah menyekolahkan kita, mendidik dengan biaya yang dikeluarkan
untuk kepentingan menuntut ilmu untuk anak-anaknya, kepada orang lain yang
telah memberikan kebaikannya, pengorbannya serta tulus semua itu diberikan
semata-mata agar kita dapat bersyukur dengan mengucapkan terima kasih (tulus).
Ingat tidak ada balasan yang setimpal bila kita tidak dapat membalasnya dengan
setara pemberian dan pengorbanan yang diberikan melainkan ucapan terima kasih,
jika tulus itu terucapkan orang yang telah membantu kita pastilah ikut
merasakan senang, maka. jangan sepelekan ucapan tersebut.
2.
Bersyukur kepada Tuhan atau Allah
Subhanahu WaTa’ala adalah suatu perkara yang hukumnya wajib, karena itu
adalah salah satu indikator atau pengukur ketaqwa’an dan keimanan umat
kepada-Nya. Bersyukur dikatakan sangat penting karena lawan dari bersyukur
adalah tidak bersyukur (kufur). Kufur berarti tidak bersyukur atau ingkar
kepada Tuhan atau Allah Subhanahu WaTa’ala atas nikmat yang diberikan, selain
dari kriteria pertama diatas kepada sesama manusia keikut sertaan kufur kepada
Allah Subhanahu WaTa’ala pasti dirasakan jika kita mengacuhkan kriteria pertama
diatas. Banyak cara dan bentuk syukur yang dapat dilakukan.
Dan sesungguhnya telah Kami
berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Luqman (31) : 12)
B.
Keutamaan dan Hikmah Pandai
Bersyukur dan Berterima Kasih
Syukur
memiliki keutamaan yang banyak seperti yang dingkapkan oleh Allah dalam
beberapa surat dan ayat Al-Quran sebagai berikut[4]:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah
(2) : 152)
“Mengapa Allah akan
menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri
lagi Maha mengetahui”. (QS. An-Nisa (4) :
147)
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati
melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.
Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)
kepadanya pahala akhirat itu dan Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang
yang bersyukur”. (QS. Ali Imran (3) :
145)
“Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklum-kan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim
(14) : 7)
“Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, Maka janganlah mereka
mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu kuaatir menjadi
miskin, Maka Allah nanti akan memberi kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika
Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah (9) : 28)
“Jika kamu meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan
mengampuni kamu. Dan Allah Maha pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (QS. At-Taghabun (64) : 17)
“Dan
demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan
sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu)
berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah
Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih
mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?" (QS. Al-Anam (6) : 53)
“Jika
kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Kemudian kepada Tuhanmu-lah kembalimu, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam
(dada)mu”. (QS. Az-Zumar (39) : 7)
“Dan mereka mengucapkan: "Segala
puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi)
kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam
syurga di mana saja yang kami kehendaki.” Maka syurga itulah sebaik-baik
balasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS.
Az-Zumar (39) : 74)
“Doa mereka di dalamnya ialah:
"Subhanakallahumma" dan salam penghormatan mereka ialah:
"Salam" dan penutup doa mereka ialah: "Alhamdulillaahi Rabbil
aalamin". (QS. Yunus (10) :
10).
10 manfaat dari sikap pandai bersyukur, terutama bagi
kesehatan seseorang seperti dikutip dari huffingtonpost
adalah[5]
:
1.
Menjaga kesehatan mental remaja, Remaja yang pandai
bersyukur tentulah lebih bahagia. Selain itu mereka juga dikenal memiliki
pandangan yang lebih baik terhadap hidupnya, bertingkah laku lebih baik di
sekolah hingga lebih bisa diharapkan ketimbang teman-temannya yang kurang
bersyukur. “Lebih pandai bersyukur mungkin
adalah hal yang diperlukan oleh masyarakat kita untuk menumbuhkan generasi yang
siap membuat perbedaan pada dunia,” kata peneliti Giacomo Bono, PhD, seorang
profesor psikologi dari California State University.
2.
Meningkatkan kesejahteraan, Sebuah
studi pada tahun 2003 yang dipublikasikan dalam Journal of Personality and
Social Psychology, rajin bersyukur dapat mendorong kesejahteraan seseorang.
Pandangan hidup orang yang melakukannya pun jadi lebih cerah serta memunculkan
hal-hal positif yang lebih besar pada orang tersebut.
3.
Nilai akademis yang lebih baik,
Siswa sekolah menengah yang pandai bersyukur terbukti memiliki nilai akademik
yang lebih bagus, termasuk dalam hal integrasi sosial dan kepuasan terhadap
hidup daripada rekan-rekan mereka yang kurang bersyukur. Hal ini diungkap
sebuah studi pada tahun 2010 yang ditampilkan dalam Journal of Happiness
Studies. Peneliti juga menemukan bahwa remaja yang pandai
bersyukur lebih jarang mengalami depresi atau mudah cemburu. “Lagipula jika dikombinasikan dengan studi sebelumnya,
penggambaran manfaat rasa syukur itu lebih jelas terlihat saat remaja,” ungkap
peneliti.
4.
Menjadi teman yang lebih baik
bagi orang lain, Berdasarkan sebuah studi pada tahun 2003 dalam Journal of
Personality and Social Psychology, rasa syukur juga dilaporkan dapat mendorong
perilaku sosial yang positif seperti membantu orang lain yang tertimpa masalah
atau memberikan dukungan emosional pada orang lain.
5.
Tidur lebih nyenyak, Menuliskan berbagai
hal yang patut disyukuri sebelum beranjak tidur dapat membantu seseorang
tertidur lebih nyenyak. Fakta ini diungkap sebuah studi yang dipublikasikan
dalam jurnal Applied Psychology: Health and Well-Being. Secara spesifik, peneliti menemukan bahwa ketika
seseorang menghabiskan waktu 15 menit untuk menuangkan segala hal yang mereka
syukuri ke dalam sebuah jurnal sebelum tidur maka orang yang bersangkutan akan
lebih cepat tertidur dan tidur lebih lama.
6.
Memperkuat hubungan dengan
pasangan, Sebuah studi yang ditampilkan dalam jurnal Personal Relationship
mengungkapkan bahwa mensyukuri setiap hal terkecil yang dilakukan pasangan
membuat hubungan seseorang dengan pasangannya dijamin akan lebih kuat. Sama halnya jika Anda membuat jurnal tentang segala
hal yang Anda syukuri dari pasangan karena hal itu juga akan memberikan dampak
positif bagi hubungan.
7.
Menjaga kesehatan jantung, Pada
tahun 1995, sebuah studi yang dipublikasikan dalam American Journal of
Cardiology menunjukkan bahwa apresiasi dan emosi positif dapat dikaitkan dengan
perubahan variabilitas detak jantung. Hal ini dianggap bermanfaat dalam terapi
pengobatan hipertensi dan mengurangi kemungkinan kematian mendadak pada pasien
gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.
8.
Memperkuat moral tim, Atlit yang
pandai bersyukur lebih sedikit mengalami kelelahan dan lebih banyak mendapatkan
kepuasan hidup, termasuk kepuasan terhadap kinerja timnya.
9.
Sistem kekebalan yang lebih sehat,
Rasa syukur juga dikatakan berkaitan dengan optimisme sehingga mendorong sistem
kekebalan tubuh menjadi lebih sehat. Salah satunya dibuktikan oleh sebuah studi dari University of Utah yang
menunjukkan bahwa mahasiswa jurusan hukum yang stres namun tetap optimis
terbukti memiliki lebih banyak sel-sel darah yang meningkatkan kesehatan sistem
kekebalan ketimbang rekan-rekan mereka yang pesimis.
10.
Mencegah emosi negatif akibat
datangnya musibah, WebMD melaporkan bahwa musibah dapat mendorong munculnya
rasa syukur dan hal itu dapat meningkatkan perasaan saling memiliki sekaligus
menurunkan stres.
Namun
sebaliknya, hukuman yang
akan diberikan oleh Allah bagi orang yang kufur nikmat itu berupa: pertamamencabut
nikmat darinya, kalau dia kaya misalnya maka ia akan jatuh miskin. kedua tidak ada keberkahan padanya, sehingga
hidupnya menjadi tidak tenang, tidak bahagia, gelisah, stress meski ia hidup di
tengah limpahan harta dan popularitas sekalipun. Dan diakhirat nanti akan
dimasukkan ke dalam neraka. Kita semua berlindung dari padanya. (Tafsir At-Thobarii dan Tafsir Fii
Dzilaail Quran)[6].
C.
Bekerja Untuk Meraih Rezeki Allah
SWT
Bekerja adalah
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak
terputus) dalam seminggu yang lalu.[7]
Adapun arti rezeki
ialah suatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup seperti makanan
dll. Menurut ahli Sunnah Wal AJama’ah “rezeki itu sesuatu yang dapat diambil
manfaatnya, meskipun diperoleh dari jalan haram, seperti hasil curian, judi,
penipuan, dll. Hendaklah kita selalu berusaha keras memohon ke
hadirat Allah SWT, dalam setiap do’a agar kita senantiasa di beri-Nya rezki
yang halal lagi baik.[8]
Rezeki terdiri dari dua jenis. Rezeki yang kita cari dan rezeki yang datang
dengan sendirinya. Dalam riwayat, rezeki yang datang kepada kita disebut
sebagai “rezeki thâlib” (yang mencari) dan rezeki
yang kita cari dinamakan “rezeki mathlûb (yang dicari).”
Rezeki thâlib dan yang telah ditentukan (mahtum)
adalah rezeki berupa keberadaan, usia, segala fasilitas, lingkungan, keluarga,
dan segala potensi dan sebagainya dari jenis rezeki ini, memberikan kemampuan
yang diperlukan dan ketelitian untuk berusaha, berupaya dan bekerja sehingga
dengan demikian gerbang pintu rezeki matlub dan yang bersyarat akan terbuka.
Rezeki mahtum (yang ditentukan) tidak dapat berubah dan berganti, bertambah dan berkurang. Dan hal
ini bergantung pada bagaimana pekerjaan pendahuluan rezeki yang dicari itu
dipersiapkan dan kualitas perangkapan, pengaturan dan penataannya dapat
menambah dan mengurangi rezeki matlub.[9]
Sebaik-baiknya pekerjaan adalah
pekerjaan yang bisa membawa manfaat dan berkah bagi manusia atau kita yang
menjalaninya. Pekerjaan yang halal dan baik pun harus diimbangi oleh
orang/pekerja yang baik dan jujur. Sebab tiada gunanya jika pekerjaan yang baik
namun dilakukan dengan tidak benar, tidak jujur, dan sebagainya. Bekerja dalam
upaya mendapatkan rezeki haruslah dilakukan dengan kemampuan yang terbaik,
kedisiplinan penuh, jujur, dan ikhlas, sehingga keberkahan rezeki yang kita
harapkan pun akan kita dapatkan, dan pada akhirnya akan berujung pada kehidupan
yang tenang dan tenteram.
Dalam bekerja, kita/semua orang tentu
saja berharap mendapatkan rezeki agar bisa kita berikan dan nafkahkan kepada
keluarga. Nafkah tersebut akan menjadi darah, mengalir ke seluruh anggota
tubuh, serta menggerakkan seluruh pikiran dan sikap dalam keseharian. Jika
nafkah tersebut berasal dari hasil kerja yang tidak baik, misalnya syubhat,
makruh, ataupun haram, tentu darah yang mengalir dalam tubuh keluarga kita
menjadi haram. Begitu pula sebaliknya.
Makanan yang kita makan akan
menumbuhkan dan mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak. Sari makanan akan menjadi
unsur-unsur darah, otak, daging, tulang-belulang, dan organ tubuh lainnya. Jika
sari makanan yang dimakan adalah barang haram, maka darah yang mengalir ke
seluruh organ tubuh akan dialiri dengan darah yang haram. Semua itu tentunya
akan mempengaruhi pikiran dan perasaan. Mungkinkah seseorang bisa berfikir
jernih dengan otak yang haram? Bisakah seseorang menunaikan ibadah dengan baik
jika seluruh organ tubuhnya diliputi unsur-unsur yang haram?
Nafkah haram tidak hanya mempengaruhi
tubuh lewat makanan dan minuman, tetapi juga menjadikan semua hal menjadi
haram. Misalnya saja pakaian, perabot rumah tangga, perlengkapan ibadah, dan
segala sesuatu yang dibeli dengan nafkah haram tadi. Dengan begitu, maka isi
tubuh kita kemungkinan juga ada unsur haramnya, ditambah lagi jika ditutup
dengan pakaian yang haram, apakah kita bisa mempersembahkan nilai yang baik di
sisi Allah SWT? Sebaliknya, dengan nafkah yang halal, makanan yang dibeli pun
menjadi halal, pakaian halal, perlengkapan ibadahnya halal, perabot rumah
tangganya halal, dan biaya pendidikan anak-anaknya halal. Semua yang diperoleh
dengan nafkah halal akan menjadikan barang-barang halal pula. Kita akan merasa
lega apabila memakan makanan halal dan menggunakan barang-barang halal. Tidak
merasa curiga, was-was, takut, dan khawatir. Ibadah pun bisa dilaksanakan
dengan baik dan khusyuk. Anak-anak bisa belajar dengan baik, berpikir jernih,
dan dapat merasakan betapa besar keagungan dan nikmat Allah SWT. Dengan harapan
setiap ibadah kita diterima Allah SWT, doa-doa kita diperkenankan-Nya,
kehidupan kita selalu diberkati dan diridhai-Nya, dan anak-anak tumbuh menjadi
anak yang saleh.
Hendaklah kita senantiasa bekerja dan
berupaya keras agar pekerjaan yang kita laksanakan selalu benar dan dilakukan
dengan jujur. Selalu berada dalam batas-batas kebaikan dan kebenaran sehingga
hasil yang didapatkan, rezeki atau gaji menjadi harta yang halal dan penuh
berkah. Bekerja dengan hati nurani dan kejujuran akan mendatangkan harta dan
rezeki yang berkah. Kita dapat melihat seseorang yang mungkin pendapatannya
kecil, tetapi memiliki keluarga yang harmonis, anak tidak pernah sakit, suasana
keluarga tenang, taat beribadah, selalu merasa cukup, dapat bersyukur dengan
apa yang ada, atau bahkan sering mendapatkan rezeki yang tak terduga. Nafkah
yang berkah, harta yang halal, diawali dengan niat yang baik, semangat kerja
yang tinggi, penuh tanggung jawab, dan tentunya jujur.[10]
Bersyukur punya dampak besar bagi kehidupan manusia.
Hal ini sering diajarkan oleh banyak orang, namun mungkin banyak juga yang
melupakannya. Terlebih ketika didera oleh beratnya tekanan dalam hidup,
mengucap syukur sering lalai dilakukan.
Sekalipun untuk hal-hal kecil, yang mungkin
dianggap remeh atau sudah biasa dinikmati, bersyukurlah.
Sebab itu akan berpengaruh besar dalam kehidupan anda.
Lalu bagaimana sebaiknya cara bersyukur dilakukan? Berikut
ini beberapa cara untuk bersyukur kepada Tuhan.
1.
Saat
beribadah. Bagi yang beragama Islam, resapi bacaan alhamdulillahirobbil ‘alamin yang
selalu dibaca setiap ketika sholat. Begitupun seusai sholat, dalam doa ucapkan
syukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkannya. Atau juga
dengan melakukan sujud syukur. Begitu juga untuk yang beragama lainnya, bisa
melakukan peribadatan sesuai cara yang diajarkan. Intinya, biasakan untuk
bersyukur tiap kita beribadah, dan resapi saat kita melakukannya.
2.
Ketika
bangun di pagi hari. Saat anda bangun tidur, ucapkan syukur karena anda diberi kesempatan untuk
melanjutkan hidup di hari ini dengan mengisinya dengan kegiatan yang
bermanfaat. Anda diberi energi untuk ACTION dan berupaya mencapai yang anda cita-citakan.
3.
Berikan
senyuman. Senyum merupakan sebuah bentuk ungkapan syukur atas segala nikmat yang
telah diterima. Dan kita ikut menyebarkan energi positif ini pada orang lain
agar bisa ikut merasakannya.
4.
Ucapan
terima kasih. Mengucapkan terima kasih kepada orang lain juga cara simpel untuk
mewujudkan rasa syukur kita. Berkat kehendak Tuhan yang dilakukan melalui orang
tersebut, apa yang kita inginkan jadi terlaksana.
5.
Acara
syukuran. Mengadakan acara syukuran merupakan bentuk perwujudan syukur ketika hajat
yang diinginkan tercapai. Acara ini positif karena juga bisa menambah erat
hubungan dengan sesama.
6.
Memberi
hadiah. Memberikan hadiah pada seseorang juga bisa menjadi suatu ungkapan syukur
kepada Tuhan.
7.
Lakukan
kegiatan sosial. Mengadakan kegiatan sosial atau hal-hal yang kelihatannya sepele seperti
membersihkan lingkungan, juga merupakan wujud syukur kita kepada Tuhan.
Imam Al-Ghazali
menjelaskan bahwa cara bersyukur kepada Allah S.W.T terdiri dari empat
komponen, yaitu[12]:
1.
Syukur dengan Hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya
bahwa nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit
semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari
Allah” (QS. An-Nahl: 53). Syukur
dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima anugerah dengan penuh
kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut.
Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya
kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terucap kalimat tsana' (pujian)
kepada-Nya.
2.
Syukur dengan Lisan
Ketika hati seseorang sangat yakin bahwa segala nikmat
yang ia peroleh bersumber dari Allah, maka spontan ia akan mengucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi
Allah). Karenanya, apabila ia
memperoleh nikmat dari seseorang, lisannya tetap memuji Allah.
Sebab ia yakin dan sadar bahwa orang tersebut hanyalah perantara yang Allah kehendaki untuk “menyampaikan” nikmat itu kepadanya. “Al” pada kalimat “Alhamdulillah” berfungsi sebagai “istighraq” yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada Allah. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada Allah SWT. Sebab, Allah adalah Pemilik Segala Kebaikan.
Sebab ia yakin dan sadar bahwa orang tersebut hanyalah perantara yang Allah kehendaki untuk “menyampaikan” nikmat itu kepadanya. “Al” pada kalimat “Alhamdulillah” berfungsi sebagai “istighraq” yang mengandung arti keseluruhan. Sehingga kata alhamdulillah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya. Oleh karena itu, kita harus mengembalikan segala pujian kepada Allah. Pada saat kita memuji seseorang karena kebaikannya, hakikat pujian tersebut harus ditujukan kepada Allah SWT. Sebab, Allah adalah Pemilik Segala Kebaikan.
3.
Syukur dengan Perbuatan
Syukur dengan perbuatan mengandung arti bahwa segala
nikmat dan kebaikan yang kita terima harus dipergunakan di jalan yang
diridhoi-Nya.
Misalnya untuk beribadah kepada Allah, membantu orang lain dari kesulitan, dan perbuatan baik lainnya. Nikmat Allah harus kita pergunakan secara proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa Allah sangat senang melihat nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-Nya pada hamba-Nya” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr). Maksud dari hadits diatas adalah bahwa Allah menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya: Orang yang kaya hendaknya membagi hartanya untuk zakat, sedekah dan sejenisnya. Orang yang berilmu membagi ilmunya dengan mengajarkannya kepada sesama manusia, memberi nasihat, dsb. Maksud membagi diatas bukanlah untuk pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasaari karena-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)” (QS. Adh-Dhuha: 11).
Misalnya untuk beribadah kepada Allah, membantu orang lain dari kesulitan, dan perbuatan baik lainnya. Nikmat Allah harus kita pergunakan secara proporsional dan tidak berlebihan untuk berbuat kebaikan. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa Allah sangat senang melihat nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya itu dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah senang melihat atsar (bekas/wujud) nikmat-Nya pada hamba-Nya” (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Amr). Maksud dari hadits diatas adalah bahwa Allah menyukai hamba yang menampakkan dan mengakui segala nikmat yang dianugerahkan kepadanya. Misalnya: Orang yang kaya hendaknya membagi hartanya untuk zakat, sedekah dan sejenisnya. Orang yang berilmu membagi ilmunya dengan mengajarkannya kepada sesama manusia, memberi nasihat, dsb. Maksud membagi diatas bukanlah untuk pamer, namun sebagai wujud syukur yang didasaari karena-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)” (QS. Adh-Dhuha: 11).
4.
Menjaga Nikmat dari Kerusakan
Ketika nikmat dan karunia didapatkan, cobalah
untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, usahakan untuk menjaga nikmat itu dari
kerusakan. Misalnya: Ketika kita
dianugerahi nikmat kesehatan, kewajiban kita adalah menjaga tubuh untuk tetap
sehat dan bugar agar terhindar dari sakit. Demikian
pula dengan halnya dengan nikmat iman dan Islam, kita wajib menjaganya dari
“kepunahan” yang disebabkan pengingkaran, pemurtadan dan lemahnya iman. Untuk itu, kita harus senantiasa memupuk iman dan
Islam kita dengan shalat, membaca Al-Qur'an, menghadiri majelis-majelis taklim,
berdzikir dan berdoa.Kita pun harus membentengi diri dari perbuatan yang merusak iman seperti munafik, ingkar dan kemungkaran. Intinya setiap nikmat yang Allah berikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya.